Yang Sebenarnya Terjadi (Bagian 1)

837 54 0
                                    

* Jannah pov *

5 Month later...

Betapa senangnya aku hari ini, karena aku bisa kembali ke negara Malaysia lagi. Negara tempatku pernah singgah. Negara tempatku mencari nafkah, dan juga negara dimana aku pernah bertemu dengan Ricky.

Aku berjalan-jalan berkeliling kota. Tanpa terasa aku telah berjalan di sebuah masjid yang menjadi saksi pertemuan pertamaku dengan Ricky. Ah, lagi-lagi aku teringat dengan pria yang telah mengguncang hatiku selama kurang lebih satu tahun ini.

Aku teringat dengan kepolosannya yang tak tahu mengenai arti batas suci, pertanyaannya mengenai agama islam, bahkan perpindahannya dari agama sebelumnya ke agama islam.

Hari demi hari kami lalui bersama hingga tumbuh perasaan cinta ini. Bahkan aku masih mencintainya hingga sekarang. Mengingat semua kenangan-kenangan manis itu membuatku menjadi sedih jika mengingatnya.

Saat ini aku hanya bisa bertanya-tanya dalam hati. Bagaimanakah kabar Ricky sekarang? Sudah lama aku tidak bisa menghubunginya sama sekali. Dia menghilang tanpa jejak.

Jujur, aku sangat merindukannya. Dan aku menyesal karena aku pernah membencinya. Aku hanya bisa menyesali semua yang telah terjadi. Aku mengambil air wudhu dan menjalankan shalat, serta berdo'a kepada Allah agar aku bisa kuat menjalani semuanya.

Setelah selesai shalat, aku kembali berkeliling menyusuri kota. Beberapa saat kemudian, aku pun sampai di sebuah kantor. Ya, kantor yang mempekerjakan Ricky di dalamnya. Entah apa yang membawaku hingga aku sampai di kantor ini. Dan semakin bodohnya lagi, aku masuk ke dalam kantor itu.

Melihat semua orang tengah sibuk. Aku menjadi berpikir bahwa aku akan mengganggu di sini. Aku pun berbalik arah menuju pintu keluar. Namun tiba-tiba ada seseorang yang memanggilku.

"Jannah!" panggil suara itu. Suara itu, aku cukup mengenalnya. Aku pun melihat ke arah suara itu.

"Dian?" Aku pun tersenyum melihatnya. Sudah cukup lama aku tak bertemu dengannya. Dian pun berjalan menuju ke arahku serta mencium pipi kanan dan pipi kiriku.

"Assalamu'alaikum, Jannah. Bagaimana kabarmu?" tanya Dian sambil tersenyum. Aku pun turut tersenyum.

"Wa'alaikumsalam. Alhamdullillah aku baik-baik saja, Dian. Kau sendiri, bagaimana?" tanyaku kepada Dian. Ia pun menjawab.

"Aku baik-baik saja kok," sahutnya. Ia lantas kembali bertanya.

"Kau sedang apa di sini Jannah?" tanyanya. Aku pun menjawab.

"Oh, tadi aku hanya ingin mampir saja kok. Tapi, aku rasa akan mengganggu jika aku disini," sahutku sambil tersenyum.

"Oh, tidak kok. Ini baru saja masuk jam istirahat. Kau mau menemaniku makan? Aku akan mentraktirmu hari ini," ajak Dian.

"Ah, tidak perlu. Aku pulang saja," jawabku sambil tersenyum. Namun Dian justru menarik tanganku.

"Ayolah. Anggap saja ini sebagai ucapan terima kasihku karena kau telah mendonorkan ginjalmu padaku," ujar Dian. Aku pun tersenyum dan mengangguk.

"Iya, baiklah Dian,"

*****

Kami makan bersama di sebuah kafe yang tak jauh dari kantor Dian. Kami sudah selesai memesan makanan, sekarang saatnya untuk menunggu.

"Em... ngomong-ngomong darimana kau tahu kalau aku yang mendonorkan ginjal untukmu?" tanyaku kepada Dian. Ia pun menjawab.

"Ricky yang mengatakannya. Awalnya dia enggan untuk menceritakannya. Tapi aku memaksanya dan mengancamnya bahwa aku akan marah jika tak diberi tahu. Akhirnya dia mengatakannya padaku. Dan, aku sangat berterima kasih padamu Jannah..." cerita Dian sambil tersenyum.

"Tak perlu berterima kasih, Dian. Aku hanya membantu sebisaku," sahutku sambil tersenyum.

"Oh ya, aku dengar kau sudah menikah ya? Kalau begitu aku ucapkan selamat ya, Jannah..." ucap Dian. Aku pun tersenyum mendengarnya.

"Em... kau kesini karena kau mau mencari Ricky kan?" tanya Dian secara tiba-tiba. Aku terdiam.

"Sudahlah Jannah, kau katakan saja. Kau mencari Ricky kan?" dia mengulangi pertanyaannya. Aku mengangguk pelan. Dian pun tersenyum.

"Sudah ku duga, pasti seperti itu," ujar Dian. Aku melihat ke arah Dian. Dian pun bercerita.

"Tapi Ricky sudah tak bekerja disini lagi selama lima bulan ini Jannah," kata Dian. Aku sangat kaget mendengarnya.

"Kau serius? Kenapa Ricky tiba-tiba berhenti bekerja?" tanyaku dengan mata terbelalak.

"Aku juga tak mengerti alasannya. Dia tak mau bercerita kepada siapapun termasuk kepadaku, Jannah," sahut Dian. Aku pun bingungan mendengarnya.

"Lalu, apa kau tahu dimana dia sekarang?" tanyaku lagi kepada Dian. Namun Dian menggelengkan kepalanya.

"Aku tak tahu, Jannah. Setiap kali aku bertanya keberadaannya, ia tak membalasnya," jawab Dian. Aku pun tertunduk lesu.

"Kalau begitu, aku berterima kasih, Dian. Karena kau sudah memberitahuku semuanya..." ujarku sambil tersenyum tipis.

"Oh tidak, Jannah. Aku tak tahu apa-apa mengenai Ricky. Aku minta maaf padamu, Jannah..." sahut Dian.

"Tidak apa-apa, Dian, kau tidak perlu meminta maaf kepadaku," sahutku sambil mencoba untuk tersenyum. Tak lama kemudian, makanan pun datang.

"Ah, sudahlah. Kita lupakan sejenak kesedihanmu. Sekarang kita makan dulu," ucap Dian yang mencoba menghiburku. Aku pun tersenyum melihat tingkah lucu Dian.

*****

Selesai makan bersama, kami pun berpisah karena Dian harus kembali ke kantor. Aku lantas beristirahat di rumah yang ada di Malaysia. Aku menyalakan televisi. Aku pun mendengarkan berita yang ada di televisi secara sekilas sambil mengambil air minum.

Beritanya sungguh miris. Seorang calon gubernur dikabarkan mengalami gangguan jiwa dikarenakan gagal dalam pemilihan gubernur. Namun aku tak begitu memikirkan berita itu karena aku sangat haus dikarenakan cuaca yang cukup panas hari ini.

Aku pun kembali di depan televisi untuk menyaksikan berita selanjutnya. Berita tentang kemiskinan rakyat hingga terpaksa menjadi pengemis, perkosaan, korupsi serta pembunuhan pun juga begitu banyak. Semua berita kriminal itu terjadi di kota Jakarta.

Sementara itu pembangunan-pembangunan yang hanya bisa digunakan oleh kalangan atas terus gencar dilakukan. Bagaimana kinerja gubernur ini? Apakah ucapannya untuk mensejahterakan rakyat itu hanyalah palsu belaka? Karena dari gubernur-gubernur yang dulu hingga sekarang pun tak kunjung menyelesaikan permasalahan di Jakarta.

Apa sebegitu parahnya keadaan kota Jakarta hingga tak bisa dibenahi lagi? Pemimpin seperti apa lagi yang sanggup untuk menangani kota Jakarta?

Ah, memikirkan tentang kota Jakarta ini membuatku pusing. Yang kaya semakin kaya, sementara yang miskin semakin miskin. Semoga kota Jakarta suatu saat bisa menjadi kota yang aman, menyenangkan, dan seluruh masyarakat pun bisa sejahtera. Amin...

***** TBC *****

The Most Beautiful MomentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang