Hati Yang Telah Nyaman (Bagian 2)

1.3K 70 10
                                    

Ini adalah malam dimana umat islam akan menjalankan puasa. Yup, lebih tepatnya ini adalah malam ramadhan pertama bagi umat muslim.

Di kantorku, semua karyawan yang beragama muslim akan ikut shalat tarawih berjamaah di masjid dekat kantor kami. Aku juga diajak oleh Dian untuk ikut ke masjid.

Sebenarnya aku tidak mau, karena aku hanyalah orang lain yang bisa saja menggaggu kekhusyukan ibadah mereka. Lagipula pekerjaanku juga belum selesai. Namun Dian memaksaku.

"Ayolah, kau takkan ada yang menemani disini. Kau bisa menunda pekerjaanmu. Lagipula ini masih belum jam pulang kantor. Kau bisa melanjutkannya nanti," paksa Dian.

"Hm... iya baiklah," aku pun mengikutinya. Semua karyawan berkumpul, dan kami berangkat bersama-sama.

Sampai di masjid, aku mengikuti mereka membasuh diri sendiri. Aku ikuti gerakan-gerakan mereka, lalu masuk ke masjid.

"Ah untuk apa aku ikut masuk? Lebih baik aku di luar saja," pikirku. Aku pun duduk di luar. Tiba-tiba ada pria tua yang aku rasa dari indonesia menegurku.

"Kenapa kau diluar nak? Diluar dingin, sebaiknya kau masuk saja," ujar pria itu.

"Tapi pak, saya ini adalah seorang non muslim. Saya rasa orang-orang akan memarahi saya jika saya masuk kedalam namun saya tidak sholat," kataku. Pria itu pun tersenyum kepadaku.

"Allah tak pernah melarang siapapun untuk masuk kedalam rumah-Nya, termasuk umat dari agama lain. Maka dari itu, masuklah nak. Ayo," ajak pria itu. Aku lalu mengikuti perintah pria itu dan duduk di dalam dan menunggu di barisan laki-laki.

Aku memperhatikan pria tua itu berdiri sendiri paling depan atau yang biasa disebut imam dalam shalat. Aku perhatikan pria tua itu membaca ayat demi ayat. Jujur saja, hatiku saat ini merinding sekali mendengar itu.

Sebelum ini, aku tak pernah merasakan getaran yang seperti ini. Aku tahu ini bukan nyanyian, tapi ayat-ayat ini jadi begitu indah ketika dilantunkan. Lantunan ini jauh lebih indah jika dibandingkan dengan nyanyian manapun.

Aku memang tak pernah mendengarkan orang adzan, mengaji, dan lain sebagainya. Itu karena sejak kecil hingga dewasa aku selalu masuk di sekolah kristen dan aku juga tinggal di lingkungan orang-orang kristen. Bahkan rumahku juga jauh dari masjid.

Tarawih pun selesai, dan kini pria tua itu berceramah. Pria itu berceramah tentang bulan ramadhan. Aku tertarik untuk mendengarkannya. Aku ingin berpuasa juga seperti orang muslim, namun aku tak tahu caranya. Di agamaku juga ada kegiatan puasa, namun itu pasti sangatlah berbeda dengan puasa ramadhan bagi umat muslim...

*****

Di siang hari, aku sedang berjalan menuju kamar mandi. Di depan kamar mandi, aku sedang melihat ada seseorang bersembunyi dibalik pot. Aku lalu menghampiri orang itu. Ternyata orang itu adalah Dian. Ia tengah makan dibalik pot itu.

"Dian, kau sedang apa disini? Kenapa harus makan disini?" tanyaku yang keheranan melihatnya. Dian tampak kaget karena kusapa.

"Aku tidak enak jika aku makan di depan orang-orang yang sedang berpuasa. Makanya aku makan disini," sahut Dian.

"Lalu kenapa kau tidak puasa? Bukannya kau seorang muslim?" tanyaku lagi.

"Aku memang seorang muslim, tapi aku tidak mau menjalankan perintah Allah. Dulu aku sudah menjalankan perintah-Nya, namun sebaliknya Allah justru tak mengabulkan pintaku. Jadi untuk apa aku berpuasa," sungguh jawaban Dian yang menurutku sedikit menyakitkan untuk didengar ini membuatku tak mengerti dengan semua ini.

Aku yang seorang non muslim saja ingin melakukan puasa, tapi sebaliknya orang muslim justru menganggap Tuhan mereka tidak adil terhadap mereka.

"Lantas kenapa semalam kau mengajakku ke masjid?" tanyaku yang masih tak mengerti dengan Dian.

"Itu karena semua rekan-rekan kita pergi ke masjid. Daripada mereka berpikir negatif tentangku, maka lebih baik aku ikut. Dan alasan kenapa aku mengajakmu, itu karena aku tak ingin kau sendirian di kantor," sahut Dian. Dian pun membuang bungkus makanannya ke tong sampah dan meninggalkanku. Sementara aku, aku masuk ke kamar mandi dan memikirkan kata-kata Dian.

Sungguh ironis, mengaku muslim namun mereka bukanlah penganut agama yang baik. Bagaimana tidak, mereka hanya menjalankan perintah Tuhan jika permintaan mereka dikabulkan.

"Hm... aku sendiri tak bisa menjalankan perintah agama dengan sepenuh hati. Kenapa aku harus merendahkan orang-orang dari agama lain yang tak mau menjalankan perintah agama mereka?" pikirku. Lantas aku segera meminta pengampunan kepada Tuhan Yesus dan membuang jauh-jauh prasangka burukku.

*****

Beberapa jam kemudian, waktu maghrib telah tiba. Pimpinan perusahaan bilang, di kantor kami memang selalu mengadakan buka puasa bersama-sama selama bulan ramadhan. Awalnya aku pikir aku takkan dibolehkan untuk bergabung dengan mereka, tapi ternyata justru pimpinan lah yang mengajakku untuk ikut bergabung dengan mereka.

Aku tersenyum dan ikut makan bersama dengan mereka. Kami bercanda tawa, sama sekali kami tak membahas masalah pekerjaan. Tak ada perbedaan antara pimpinan serta pegawai. Semua sama. Disinilah aku merasakan keindahan sebuah kebersamaan. Mereka tak pernah memandang kita dari ras, suku, bahkan agama dari manapun. Semuanya adalah saudara bagi mereka, saudara antar sesama umat manusia.

Tadinya aku berpikir bahwa aku akan dikucilkan di lingkungan orang muslim. Namun ternyata aku salah besar. Mereka justru menganggapku sebagai bagian keluarga dari mereka. Mereka justru menyambutku dengan tangan terbuka. Kebersamaan dan tali hubungan persaudaraan antar sesama umat manusia adalah yang terpenting bagi mereka. Hal inilah yang tak pernah aku dapatkan dari agamaku sendiri. Namun aku yakin, semua agama mengajarkan kebaikan. Termasuk agama yang ku anut sekarang. Dan sepertinya kebersamaan ini adalah salah satu momen terindah dalam hidupku...

***** TBC *****

The Most Beautiful MomentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang