Cinta Yang Telah Pergi... (Bagian Akhir)

777 52 2
                                    

"Semalam, sebelum ia kembali ke Malaysia, ia menitipkan ini untukmu. Dia menyuruhku untuk menyerahkannya padamu sebelum ijab kabul dimulai," ucap wanita itu. Aku lantas melihat ke arah amplop itu.

"Apa ini kak?” tanyaku sambil menerima amplopnya.

"Buka saja, dan bacalah Jannah," sahut kak Meylanie. Aku pun membuka amplop putih itu. Rupanya, itu adalah selembar surat yang ditulis oleh Ricky. Aku lantas membaca surat itu di dalam hatiku.

Dear Jannah.

Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh,
Jannah. Bagaimana kabarmu? Semoga Allah selalu memberikan kebahagiaan yang berlimpah untukmu.

Pasti hari ini jantungmu berdebar dengan sangat kencang. Benar kan? karena kau akan memulai lembaran baru dalam hidupmu yang pasti selalu kau dambakan.

Maaf, hari ini aku tak bisa memenuhi undanganmu. Karena aku ingin sekali menyelesaikan segala pekerjaanku disini.

Dan, aku juga minta maaf sedalam-dalamnya karena penghinaan yang kau alami itu. Aku sangat menyesali semuanya.

Namun apa boleh buat? Aku hanya bisa meminta maaf dan terus meminta maaf. Aku ingin sekali menemuimu dan mengatakan semua yang ingin ku katakan.

Namun aku yakin seratus persen, kau takkan mau menemuiku, karena kau sangat membenciku. Namun, tidak apa-apa. Aku sangat memahaminya. Dari kejadian itu, aku jadi mengerti betapa pentingnya untuk menjaga lisan agar kita bisa menjaga perasaan orang yang kita sayangi. Meski penghinaan itu terucap bukan melalui mulutku, tapi aku tetap merasa bersalah. Dan, aku harus tetap meminta maaf...

Melalui surat ini, aku hanya ingin menyampaikan sesuatu. Aku ingin menyampaikan perasaanku kepadamu selama ini.

Aku bukan orang yang pandai merangkai kata-kata. Jujur, sejak awal aku melihatmu, aku langsung jatuh cinta kepadamu. Aku tidak tahu apa alasannya, tapi perasaan itu mengalir begitu saja.

Jantungku tidak bisa aku kontrol. Selalu berdegup dengan sangat kencang ketika aku sedang bersamamu. Pelan-pelan, perasaan itu semakin hari semakin bertambah. Setiap detik, menit, jam, aku lalui dengan memikirkanmu. Di setiap do’aku, aku selalu menyematkan namamu agar Allah selalu melindungimu dan melimpahkan segala berkah untukmu.

Aku sangat mencintaimu, Jannah. Aku tidak tahu sebesar apa rasa cintaku padamu. Aku tidak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata. Bahkan aku jamin, takkan ada pria yang mencintaimu sebesar aku mencintaimu. Karena cintaku terhadapmu takkan cukup jika dibandingkan dengan apapun yang ada di dunia ini.

Seandainya aku bisa memutar waktu, aku pasti tidak akan pernah membiarkan kau tersakiti. Aku berharap, aku bisa melindungimu. Bahkan meskipun aku yang harus tersakiti, aku rela. Aku bahkan rela mengorbankan jantungku untuk melindungimu.

Namun takdir justru berkata lain. Kau justru tersakiti karena aku. Aku tahu, luka itu tidak akan pernah hilang begitu saja, bahkan jika aku meminta maaf sebanyak ribuan kali dan bertekuk lutut di hadapanmu. Mungkin kita memang tidak berjodoh…

Aku menuliskan ini bukan karena aku mengharapkan balasanmu. Tapi, aku hanya tak ingin jika seumur hidup, aku harus menyesali semua ini, karena aku tak bisa menyatakan perasaan ini padamu.

Aku hanya ingin kau mengerti betapa dalamnya aku mencintaimu bahkan meskipun kau tak membalas perasaanku. Meski kau tak mencintaiku, perasaan ini takkan pernah berubah. Aku tak tahu sampai kapan perasaan dalam hatiku terus seperti ini.

Kau bagaikan seekor kupu-kupu. Kau begitu indah. Namun aku takkan bisa mendekatimu, apalagi menyentuhmu. Karena aku takut jika aku mendekatimu, maka kau akan lari dariku. Begitulah kita saat ini…

Baiklah, sekarang aku akan berdo’a untukmu. Aku mendo’akan agar pernikahanmu dengan calon suamimu berjalan dengan lancar. Kalian menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah, dan juga keluarga kalian selalu dilimpahkan kebahagiaan oleh Allah S.W.T

Amin… Amin… Amin ya robbal’alamin….

Tertanda: Ricky.

Aku selesai membaca surat itu. Tanpa terasa air mataku begitu deras mengalir di pipi. Aku menghapus pelan air mataku. Aku tak tahu harus berbuat apa saat ini. Aku hanya bisa diam termenung sambil memegang surat itu.

Kak Meylanie yang sedaritadi diam di hadapanku, tiba-tiba ia bersimpuh, lalu menangis di hadapanku.

"Aku mewakili seluruh keluargaku untuk meminta maaf kepadamu Jannah…" seru kak Meylanie yang masih bersimpuh kepadaku sambil menangis.

"Kak… kau tak perlu seperti ini…” ujarku sambil mencoba untuk membuat kak Meylanie kembali berdiri. Aku menghapus air matanya, padahal air mataku sendiri masih terus mengalir.

"Aku memang tak ada di tempat saat kejadian itu. Aku hanya mendengarnya dari Ricky. Tapi aku bisa merasakannya. Perkataan ayahku, pasti sangat menyakitimu. Kami menyesali kejadian itu. Maafkan kami semua, Jannah. Dari lubuk hati yang paling dalam, maafkan kami…” lanjut kak Meylanie yang masih terus menangis. Aku pun kambali menghapus air mataku sambil tersenyum.

"Kak, aku sudah memaafkan kalian. Semua itu tak perlu disesali kak. Kakak jangan menangis lagi. Karena kami semua sudah melupakan kejadian itu," sahutku. Kak Meylanie lantas tersenyum sambil menghapus air matanya.

"Terima kasih, Jannah… Aku rasa tak salah jika Ricky begitu mencintaimu,"

"Ah, tapi aku rasa aku tak pantas untuk membicarakan ini sekarang karena kau akan menikah," lanjutnya. Aku tersenyum tipis. Tak lama kemudian, ibu pun memanggilku.

"Jannah, semuanya sudah siap. Kau harus cepat sekarang," seru ibu.

"Ya sudah, kalau begitu aku pulang dulu. Dan aku ingin mengucapkan, selamat menempuh hidup baru, Jannah," ucap kak Meylanie. Aku pun mengangguk.

Kak Meylanie telah pulang. Sementara aku berjalan menuju ke ruangan ijab kabul sambil memikirkan surat dari Ricky.

Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Aku akan menikah dengan laki-laki yang tak pernah aku cintai.

Bagaimana aku bisa memulai kehidupan rumah tangga dengan orang yang tak ku cintai? Aku ingin sekali membatalkan pernikahan ini, namun aku tak ingin membuat ayah dan ibuku malu….

***** TBC *****

The Most Beautiful MomentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang