Keresahan Hati (Bagian 2)

2.3K 102 4
                                    

Aku sudah berada di dalam pesawat, namun pesawat masih belum berangkat.

"Hm... baiklah. Sambil menunggu, aku akan membacanya," pikirku. Aku pun mengambil alkitab dari dalam tasku dan membacanya. Lalu ada seorang Gadis yang tiba-tiba menepuk pundakku.

"Permisi, boleh saya duduk disini?" tanya Gadis itu.

"Ah tentu saja boleh. Silakan," aku mempersilakan Gadis itu duduk di sebelahku. Lalu gadis itu pun segera duduk.
Tanpa aku sadari, Gadis itu terus melihatku, sementara aku masih membaca alkitab.

"Kau sedang membaca apa?" tanya Gadis itu.

"Ah.... em... ini, ini alkitab," kataku sambil tersenyum.

"Oh begitu...." ucap gadis itu. Beberapa menit kemudian, aku pun selesai membacanya.

"Oh iya, siapa namamu?" tanyaku kepada Gadis itu. Gadis itu tersenyum dan mengulurkan tangannya.

"Namaku Dian. Dian Pratiwi. Kau sendiri, siapa namamu?" tanyanya. aku pun menyambut uluran tangannya sambil tersenyum.

"Ricky. Ricky Soedibjo," jawabku. Gadis berpenampilan tomboy dan berparas ayu itu tersenyum.

"Senang berkenalan denganmu," katanya.

"Begitu juga aku," sahutku. Lalu tiba-tiba gadis bernama Dian itu berkata padaku seperti ini.

"Ah.... aku salut sekali denganmu, kau begitu taat terhadap agamamu. Aku yang seorang muslim saja tidak bisa taat terhadap agamaku sendiri," kata Dian.

"Kenapa begitu?" tanyaku.

"Hm.... entahlah, rasanya hidup itu tidak asyik jika kita terlalu taat dengan peraturan. Termasuk peraturan agama," jawab gadis itu sambil menghela napasnya yang panjang. Aku mendengarkan cerita gadis itu dengan seksama.

"Tapi justru peraturan-peraturan itulah yang dapat menyelamatkan dirimu Dian. Agamamu akan menyelamatkanmu jika kau mentaatinya, begitu juga dengan agamaku," jawabku sambil tersenyum. Lalu gadis itu pun berkata padaku.

"Tapi bagiku itu sangatlah sulit..." ucap gadis itu. Aku mencoba untuk melanjutkan mendengarkannya.

"Aku ini adalah anak yang tidak beruntung. Keluargaku setiap hari sibuk bekerja. Dan jika mereka bertemu, mereka selalu bertengkar. Aku tidak punya teman untuk mencurahkan segala isi hatiku. Aku merasa Tuhan tidak adil padaku. Kenapa aku dilahirkan dari keluarga yang tidak harmonis? Aku marah terhadap Tuhan. Itu sebabnya aku tak mentaati perintah-Nya," ujar gadis itu sambil menahan tangisnya. Aku pun diam untuk sejenak. Lalu aku tersenyum untuk menghibur gadis itu dan berkata padanya.

"Bersyukurlah Dian, kau cobalah untuk melihat diluar sana. Diluar sana banyak anak yang tidak memiliki orang tua. Banyak diantara mereka yang orang tuanya sudah meninggal dan menyebabkan anak-anak itu hidup di jalanan. Mereka tidak bisa melihat orang tua mereka lagi di dunia ini. Sedangkan kau, kau masih beruntung, Dian. Kau masih bisa melihat mereka..." jawabku. Namun aku tidak tahu apakah kata-kataku ini bisa menenangkannya atau tidak. Tapi setidaknya aku sudah mencoba untuk mendengarkan keluh kesahnya dan menghiburnya dengan kata-kata. Tangisan yang semula tertahan, kini akhirnya tumpah juga. Dian, gadis yang baru saja aku kenal ini menangis di hadapanku.

Sebenarnya aku juga merasakan hal yang sama dengan gadis ini. Mudah bagiku untuk mengatakan padanya, namun sulit bagiku untuk menjalankannya.

Selama ini aku menjalankan perintah agamaku bukan karena kemauanku sendiri. Melainkan karena ayahku adalah seorang pendeta. Dan keluargaku juga adalah keluarga yang taat dalam menjalankan perintah agama. Selain itu, ayahku adalah seorang calon gubernur yang sangat aktif dalam berkampanye. Aku tak ingin mempermalukan keluargaku dengan cara tidak menjalankan perintah agamaku atau mungkin mempermalukannya dengan hal lainnya. Itulah sebabnya aku menuruti segala kemauan mereka. Termasuk menjalankan perintah agama yang sebenarnya aku sendiri ragu untuk menjalankannya. Bukannya aku ragu akan kasih sayang Yesus yang diberikan padaku, namun ada beberapa hal yang sangat mengganjal di pikiranku selama aku berada dalam agamaku ini.
Begitu banyak pertanyaan tentang dunia ini yang menghampiriku namun tidak bisa aku jawab. Jujur saja, jauh di dalam hatiku aku menyimpan keraguan besar yang aku sendiri tidak tahu, keraguan macam apa ini? Keraguan inilah yang membuatku merasa kurang nyaman dengan kehidupanku saat ini.
Kicauan Dian membuat lamunanku buyar begitu saja.

The Most Beautiful MomentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang