Anak

1.1K 52 21
                                    

*Ricky Pov*

Malam ini, aku sedang menunggu busway di sebuah halte. Jalanan di malam hari masih cukup ramai. Banyak sekali orang berlalu lalang.

Sedangkan di hadapanku saat ini, ada seorang nenek-nenek pengemis yang membawa seorang bayi yang kurang lebih berusia satu atau dua tahun. Anak kecil yang berkelamin laki-laki itu sedang tidur di sebelah pengemis tua yang kemungkinan adalah neneknya. Ia tidur tanpa mengenakan alas apapun untuk melindungi tubuhnya. Dan kedua tangannya terlihat banyak sekali luka.

Oh tidak, ini bukan hanya di tangannya. Tapi di seluruh tubuhnya! Aku tak melihat begitu jelas itu luka apa. Tapi jika dilihat sekilas, luka-luka di tangannya itu lebih mirip seperti luka memar karena bekas pukulan.

Jika melihat hal-hal seperti ini, aku jadi teringat tentang fenomena yang ada di jaman sekarang. Orang tua yang tega memotong tangan anaknya agar mendapatkan belas kasihan dari banyak orang, orang dewasa yang tega memukuli anak kecil, dan lain sebagainya. Namun aku tak ingin berpikiran buruk. Aku kasihan terhadap anak laki-laki yang tertidur itu. Karena itulah aku memberikan uangku kepada nenek-nenek tersebut.

"Permisi nek, ini ada sedikit rezeki untuk adik kecil ini. InsyaAllah ini cukup untuk membeli susu," ucapku sambil tersenyum. Nenek itu pun menerimanya dengan senang hati.

"Wah, terima kasih cu. Semoga Allah membalas kebaikanmu, dilimpahkan rezekinya, dan juga diberi umur yang panjang," nenek itu mendoakanku dengan mata yang berbinar-binar.

"Amin… sama-sama nek…" Ucapku. Tak lama kemudian, busway pun datang. Aku lalu berpamitan kepada nenek itu dan langsung masuk ke dalam busway.

Di dalam busway, aku masih memikirkan bayi tersebut. Sejujurnya aku sedikit tak percaya dengan nenek itu. Entah apa alasannya. Aku hanya kasihan terhadap anak itu. Ah, sebaiknya aku menghapus pikiran itu.

"Ayolah Ricky, janganlah kau berpikiran buruk terhadap nenek-nenek itu…" ucapku dalam hati. Aku merasa miris dengan adanya kejadian ini.

Begitu banyak orang-orang seperti ini. Para penguasa semakin kaya karena mereka memungut uang dari para rakyatnya. Sementara rakyat yang sudah miskin semakin susah hidupnya karena mahalnya persediaan bahan pangan saat ini. Kapan kota kelahiranku ini bisa menjadi kota yang diinginkan oleh masyarakatnya?

*****

Di malam hari, aku berjalan menuju halte. Tak begitu jauh, aku melihat nenek-nenek pengemis itu lagi bersama dengan bayi laki-laki yang kali ini sedang duduk menemani nenek itu.

Aku lebih memilih untuk menunggu mereka dari kejauhan agar aku bisa mengikuti mereka. Aku hanya merasa kasihan saja jika melihat anak itu. Dan nenek itu, jujur saja sampai saat ini aku masih tak bisa mempercayainya. Aku hanya berpikir, seharusnya anak sekecil itu tak dibolehkan untuk ikut mengemis agar ia bisa tidur dengan nyaman di rumahnya.

Tapi, sekali lagi aku hanya berpikiran buruk tanpa mengetahui alasannya dengan jelas. Dan untuk membuktikan prasangkaku, maka aku memilih untuk membuntuti mereka berdua.

Di tengah malam, mereka beranjak pergi. Nenek-nenek itu menggendong bayi laki-laki yang tengah tertidur itu. Pelan-pelan aku membuntuti mereka. Sepertinya mereka tak menyadari jika aku tengah membuntuti mereka.

Beberapa saat kemudian, nenek-nenek itu berhenti di sebuah tempat. Tempat yang menurutku lebih mirip seperti sebuah markas. Nenek-nenek itu sepertinya tengah menunggu seseorang. Aku tak tahu nenek-nenek itu menunggu siapa. Aku menanti nenek itu sambil bersembunyi di balik tumpukan barang yang ada disitu. Tak lama kemudian, beberapa orang yang juga mengenakan pakaian lusuh seperti nenek itu juga berdatangan. Aku berpikir jika orang-orang itu juga pengemis seperti nenek-nenek itu.

The Most Beautiful MomentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang