[1] 3. His first lie

1.3K 64 2
                                    


Budayakan klik tombol bintang sebelum membaca dan beri komentar setelah membaca part ini.
Happy reading.

Sorry for typos.

•••

Rafa.

Aku berjalan menuju taksi yang sudah menungguku, supir taksi itu membantuku memasukkan koper ke dalam bagasi, lalu aku duduk di kursi penumpang.

Setelah pesawat yang aku tumpangi lepas landas di Bandara Ngurah Rai, ponselku langsung bergetar panjang menandakan ada panggilan yang masuk.

Supir taksi itu masuk ke dalam taksi, setelah aku menyebutkan alamat yang akan dituju, ia menjalankan taksinya.

Ny. Avarel's calling..

Aku tersenyum tipis, rupa nya wanitaku yang satu ini sudah tidak sabar untuk aku temui. Aku menggeser ikon berwarna hijau.

"Ada apa sayang?" nada bicaraku lembut, dan tidak dingin. Mungkin berbeda dengan nada bicaraku saat mengobrol dengan Anin. Oh iya, bicara soal anak itu, aku memang tidak mau memikirkannya. Bahkan aku menganggap dia sebagai adik perempuanku, bukan sebagai istri. Buktinya, aku mencintai wanita yang sedang menelponku. Yang sedang menungguiku di rumahnya.

"Kamu dimana sayang? Udah landing? Katanya mau kabarin aku, aku tungguin padahal." terdengar dia mencebikkan bibirnya, ah jika aku ada di sampingnya, mungkin aku sudah mencicipi mulutnya, lagi.

Aku tertawa kecil, "Iya sayang, ini di taksi. Tadi aku mau telfon kamu, eh kamu udah telfon aku duluan."

"Hm, iya udah. Hati-hati, aku udah siapin hadiah spesial buat kamu."

Aku tertawa lagi, "Okay, i'll been there in thirty minutes. Wait me, by." aku tau hadiah spesial apa yang dia maksud, mungkin kalian juga akan mengetahuinya.

"Aku kangen, by." ucapnya, terdengar manja tapi aku suka. Aneh memang, jika dia yang bersikap manja aku memang suka, berbeda jika Anin yang bersikap manja. Aku tidak menyukainya.

"Aku juga, tunggu ya."

"Okay by. Love you so much."

"I love me too," aku terkekeh, lalu memutuskan sambungan saat mendengar gerutuan darinya.

•••

Setelah hampir setengah jam, akhirnya aku sampai di rumah wanitaku. Rumahnya terletak di perumahan elit yang baru, dan jauh dari keramaian.

Oh god, sorry i'm forget. Her name is Abelia Effrita. Dia termasuk ke dalam tipe ideal wanitaku.

Aku sengaja tidak mengetuk pintu, aku langsung mendorong pintu besar berwarna putih di hadapanku.

"By, i'm home!" teriakku, entah mengapa sikapku selalu berbeda saat berhadapan dengan Abel.

Kulihat dia berlari menuruni tangga, menghampiriku dan langsung memelukku dengan erat. Aku mengusap rambutnya dengan penuh kasih sayang. Ia mengendus dadaku, aku terkekeh olehnya.

"By, aku kangen!"

"Aku juga, sayang." balasku tenang dan santai.

Dia melepaskan pelukan nya, dan menarikku untuk duduk di sofa berwarna ungu. Abel melepaskan kemejaku, lalu melempar nya sembarangan. Matanya terpaku pada jari manisku. Iya, di jari manisku masih melingkar cincin pernikahanku dengan Anin, sedangkan cincin pemberian Abel aku simpan. Raut wajah nya berubah drastis, menjadi sendu penuh kesedihan. Oh God! Aku tidak tega.

RafninditaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang