[1] 7. Session

1.2K 54 12
                                    


Budayakan klik tombol bintang sebelum membaca dan beri komentar setelah membaca part ini.
Happy reading.

Sorry for typos.

•••

Rafa.

Ini masih jam tujuh pagi, tapi Kak Dara sudah datang merusuh di apartemenku. Ia menggedor pintu kamarku yang sengaja aku kunci. Mengganggu tidurku yang baru berlangsung empat jam.

"Apa sih?!" aku menyerah. Aku membukakan pintu kamarku. Kak Dara langsung masuk dan mendorongku ke kamar mandi. Apa-apaan sih?!

Aku terpaksa masuk, untuk mencuci muka. Niatku hanya mencuci muka, sampai Kak Dara berteriak kencang, merusakkan gendang telinga. "MANDI, JANGAN CUCI MUKA DOANG! INGET LO DI SIDANG HARI INI DEK!! DATANG LO!" aku menghela napas, aku akan mandi tanpa membalas teriakkannya.

Setelah dia mendengar suara gemercikan air, dia berhenti mengoceh, mungkin dia pergi ke kamar Anin atau entah lah aku tidak tau. Tidak ingin tahu.

Setelah aku rasa selesai membersihkan diri, aku keluar kamar mandi dengan melilitkan handuk di pinggang. Rambutku masih basah.

Aku memilih pakaian yang santai, hanya jeans pendek selutut yang dipadukan dengan kaus berkerah berwarna abu-abu terang. Untuk apa memakai pakaian bagus kalau nantinya aku akan disidang?

Selesai dengan penampilanku, aku mengecek keluar kamar. Ternyata Kak Dara sedang berada di kamar Anin.

Aku masuk ke kamar Anin, mendapati Kak Dara sedang duduk di tepi kasur berbalutkan sprei dengan warna pink. Entah lah mungkin warna favorit Anin.

Suara gemercik air berasal dari dalam kamar mandi yang membuatku yakin ia sedang mandi.

"Lo bener-bener keterlaluan dek, gue gak nyangka." ucapnya seperti lelah dengan sikapku yang memang kurasa sedikit keterlaluan. Menurutku, lebih keterlaluan Anin. Dia secara tidak langsung merusak hubunganku dengan Abel. Keterlaluan bukan?

Aku hanya terdiam, memandang keluar gorden. Tidak berniat membalas perkataan Kak Dara.

"Lo tau? Anin kayak gitu kemaren itu nunjukin kalau dia trauma sama sikap lo, dek. Gue gak ngerti lagi sama lo. Kalau emang lo sakit hati karena Abel mutusin lo, harusnya lo jangan lampiasin ke Anin. Kasian dia, dia masih kecil. Masih ingin punya masa depan, dan lo dengan seenak nya bikin surat pengunduran diri dia? Otak lo dimana sih dek? Lo gak mikir mau jadi apa dia? Lo punya hati gak sih?" aku gak tau dia lagi ngomel atau berceramah di depanku.

"Gue punya hati Kak, tapi cuma buat Abel." aku membuat pembelaan untuk diriku. Kak Dara mentang-mentang jadi Kakak dengan seenaknya menyudutkan adiknya. Kakak macam apa itu?

"Tapi lo gak seharus nya berhubungan sama dia lagi. Lo udah punya istri, sadar gak sih? Gimana kalau karma lo malah ke gue? Anin cewek dan gue cewek. Gimana kalau misal nya sikap buruk lo terhadap Anin malah imbas nya ke gue? Gimana kalau nanti suami gue ngelakuin gue kayak gitu? Hah?!" kak Dara berteriak frustasi. Oh aku tau kenapa dia marah-marah gak jelas kepadaku. Padahal, itu mustahil, aku tau Kak Nino itu baik orangnya, gak bejat kayak aku. Tapi aku gak bejat sih.

Aku gak ada niat untuk membalas perkataannya yang merusak gendang telinga, aku lebih baik keluar kamar Anin. Aku tidak ingin perang dunia ketiga berakhir di kamar ini. Aku malas membereskannya, lebih baik di rumah Mami, jadi aku tidak usah membereskan apapun jika ada barang-barang yang melayang lalu pecah.

Aku menyandarkan punggungku di sofa yang empuk, memikirkan apa yang akan Mami dan Papi menyidang aku. Ah memikirkannya saja sudah membuatku sakit kepala, apalagi nanti disidang beneran. Huh.

RafninditaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang