[1] 18. Aldifan

1.1K 40 0
                                    


Budayakan klik tombol bintang sebelum membaca dan beri komentar setelah membaca part ini.
Happy reading.

Sorry for typos.

•••

Anin melangkah gontai menuju pintu apartemen, ia mengucek matanya lalu mengerjapkan beberapa kali. Itu hanya ritual agar Anin tidak terlihat seperti habis menangis.

Anin membuka pintu apartemen, di hadapannya terlihat Aldifan yang menggunakan kemeja berwarna biru dengan corak kotak-kotak. Aldifan mengeluarkan senyum pepsode*tnya kepada Anin, yang hanya dibalas senyum simpul.

"Masuk, Al."

Aldifan pun masuk diikuti Anin sehabis menutup pintu. Aldifan celingak-celinguk menatap seisi ruang. Keningnya berkerut saat hanya melihat satu foto berbingkai besar yang berisi Anin dan Rafa.

"Kok cuma satu, Nin?" tanya Aldifan keheranan.

Anin duduk di sofa, diikuti oleh Aldifan. Alisnya naik sebelah, "Apanya?"

"Itu foto lo yang berdua sama Pak Rafa, kok cuma satu?"

Raut wajah Anin berubah, kalau Aldifan masuk ke kamar Rafa pasti lebih kaget. "Ngapain dipajang-pajang." jawabnya cuek, tetapi sebenarnya bukan itu yang ingin Anin ucapkan.

"Eh, btw kamu mau minum apa? Tapi cuma ada jus kemasan, gak apa-apa?"

Aldifan mengangguk, "Iya, itu aja."

Anin meninggalkan Aldifan menuju dapur. Sedangkan Aldifan masih menatap seisi ruangan ini. Apartemen yang lumayan rapi, pikir Aldifan.

Kaki Aldifan melangkah ke arah perpustakaan kecil milik Rafa, ia tersenyum melihat banyak buku matematika di atas karpet yang berantakan. Itu adalah bekas Anin belajar. Aldifan tau itu.

Tak lama, terdengar suara langkah kaki mendekat. Anin datang membawa beberapa jus buah dalam kemasan. Aldifan nyengir.

"Makasih, cantik!" Anin hanya bisa tersenyum.

Aldifan duduk di karpet berwarna abu tua, diikuti oleh Anin.

"Lo sering belajar di sini, Nin?" mata Aldifan masih kelayapan melihat-lihat seisi perpustakaan kecil ini.

Anin mengangguk, "Aku gabut, Al. Jadinya suka belajar di sini, apalagi kan aku gak sekolah." wajah Anin seketika murung.

"Yah yah Nin, jangan gitu dong. Kan gak sekolah juga kemauan suami lo, eh Pak Rafa maksudnya. Mungkin niat dia baik, Nin."

Anin mengangguk, "Tapi kamu gak tau yang sebenernya, Al."

Alis Aldifan menyatu, keningnya berkerut membentuk gelombang. "Emang kenapa?"

Mata Anin menyipit, lalu menjulurkan lidahnya. "Aldifan kamu kepo ya!"

Aldifan memberenggut, lidahnya berdecak tanda tak suka. "Anin, ih malah bercanda, gue kepo tau!"

Anin tertawa, matanya menyipit, pipinya berubah jadi merah. Kebiasaan Anin jika tertawa. "Muka kamu lucu banget sih,"

"Anin.." Aldifan merengek, membuat Anin menghentikan tawanya. Anin sedikit berdeham untuk menetralkan tawanya.

"Oke, oke. Jadi sebenernya, aku gak homeschooling, Al. Om Rafa gak ngizinin gitu eh gak tau deh pokoknya aku gak sekolah. Ya, jadinya aku belajar sendiri."

Aldifan mengangkat sebelah alisnya, sedikit tidak mengerti. "Lah?"

"Iya Al, eh eh kamu tau gak?"

"Apa?" Aldifan makin penasaran.

Anin mendekatkan bibirnya ke telinga Aldifan. "Aku kemarin hamil." bisiknya pelan, sangat pelan. Tetapi mampu membuat Aldifan membulatkan matanya tak percaya.

"Nin?" Aldifan langsung memposisikan telapak tangannya di perut Anin. "Are you pregnant?"

Anin langsung tertawa sembari menepis tangan Aldifan, "Tapi udah enggak."

Aldifan semakin terkejut, lalu memberenggut. "Kenapa lo gak kasih tau gue ih? Gue kan belum sempet say hi sama baby."

"Udah ah, Al. Telat. Aku keguguran, dan Om Rafa balikan sama si mantan yang lagi hamil." ucapnya enteng, tetapi menekankan kata hamil.

"ANJIR! ANIN LO SERIUS?!" Aldifan histeris. Bagaimana bisa Anin mengucapkan itu dengan entengnya seolah keguguran dan suaminya balikan dengan mantan yang tengah mengandung bukan masalah besar dalam hidupnya?

Anin mengangguk mantap, "Yap, and here i am, alone with a lot of misery. Haha." Anin tertawa miris, tanpa terasa air matanya turun tanpa ia izinkan. Aldifan iba, tapi ia tak tau harus bagaimana. Aldifan pun berinisiatif untuk memeluk Anin. Memberikan sedikit kenyamanan.

Anin memberi respon positif, ia melingkarkan tangannya ke punggung Aldifan.

"Sst, lo punya gue sekarang Nin." ucap Aldifan menenangkan.

Anin melepaskan pelukannya, pipinya bersemu merah karena malu menangis di depan Aldifan.

"Kenapa?"

"Kamu bau, Al. Belum mandi ya?" tuhkan, bisa-bisanya Anin merusak suasana seperti ini.

•••

Aldifan.

Setelah pulang dari Apartemen Anin, gue langsung pergi ke makam orang tua Anin.

Setelah ngasihin bingkisan untuk penjaga makam, gue langsung berjalan menghampiri makam Bunda dan Ayah Anin yang bersebelahan. Setelah nyimpen bunga tepat di batu nisannya, gue langsung curhat aja.

"Om, Tante, maaf Aldi baru kesini. Tadi Aldi ke apartemen Anin dulu. Tante, kalau boleh jujur, Aldi sedih ngeliat Anin kayak gitu. Waktu kecil Anin ceria banget, gak kayak sekarang. Tante, Aldi boleh minta izin gak?"

Gue mengambil nafas dalam-dalam, "Aldi pengen minta izin mau nikahin Dita." gue merengek, gak peduli ini di makam. Gue kangen Dita yang dulu, jujur aja. Bahkan gimana pun caranya, gue pengen jadi suami Dita, gak peduli harus kena amukan Pak Rafa.

•••

Makin ga bener dan makin pendek, maafkan ya😅

#TEAMRAFNINDITA

OR

#TEAMALDITA

😂😂😂

RafninditaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang