[1] Extra Part : Fazriella

1.6K 33 9
                                    

Budayakan klik tombol bintang sebelum membaca dan beri komentar setelah membaca part ini.
Happy reading.

Sorry for typos.

•••

Aku berlari menuruni tangga, sweater oversizedku yang dipadu-padankan dengan hotpants memudahkan untuk berlari. Aku sedang kesal.

Bagaimana tidak? Mami dan papi sedari tadi aku panggil, tidak ada yang menyahut. Padahal aku mau meminta tolong untuk diambilkan sepatu yang aku sengaja simpan di atas lemari berwarna putih.

Mereka memang tidak mendengar atau pura-pura tidak mendengar? Padahal aku yakin tadi mami dan papi sedang menonton televisi di ruang keluarga lantai bawah.

Setelah di lantai bawah, aku tidak melihat mami dan papi di ruang keluarga. Aku melangkahkan kaki ke dapur.

"Mami, papi! Jangan ciuman di depan aku dong! Aku masih kecil!" teriakku pada kedua orang tuaku. Sambil menutup mata, lalu langsung berbalik membelakangi mereka. Entah mengapa, mereka seperti tidak ingat umur.

Jika sedang di dapur, kerjaannya berciuman. Aku tau papi mesum, tapi masa mami ikut-ikutan sih?

Oh iya, aku kini sudah menginjak kelas delapan Sekolah Menengah Pertama. Tetapi tetap saja, aku belum cukup umur untuk melihat adegan dewasa ini.

Aku menjauhi dapur, melirik jam berwarna peach yang melingkari pergelangan tanganku. Ini sudah jam empat lebih enam belas menit, tapi aku belum siap? Oh my God! Fazriel bisa ngambek ntar!

Ngomong-ngomong, Fazriel itu sahabatku. Dia anak dari temannya mami. Biasa, ibu-ibu sosialita.

Aku duduk di sofa depan televisi, mukaku ditekuk. Aku sebal, moodku terjun ke jurang.

Tak lama, papi menghampiriku, rambutnya acak-acakan. Memang sih, aku sangat dekat dengan papi. Papi kalau ngomong, lembut banget. Jarang pakai emosi. Nggak kayak mami.

"Kenapa hm?" tanyanya penuh dengan kesabaran. Papi berlutut di hadapanku.

Aku mengalihkan pandangan, sejujurnya ini hanya trik. Agar papi membujukku.

Papi menyubit pipiku, lalu terkekeh. "Anak papi ngambek, kenapa sayang?" tanyanya lagi, kali ini lebih lembut.

"Papi gak dengerin aku, daritadi aku manggil malah asyik berduaan sama mami. Aku dikacangin!"

Ia tertawa lagi, "Maaf sayang, mami kamu menggoda sih." matanya mengerling nakal, aku melotot. Papi apa-apaan sih?

"Papi, ambilin sepatu putih aku di atas lemari. Aku nggak sampai, lemarinya ketinggian!" rengekku, sebaiknya aku langsung saja menyampaikan tujuan awalku. Daripada papi semakin aneh.

"Udah itu doang?" tanyanya, alisnya naik sebelah. Aku mengangguk mengiyakan pertanyaannya.

Papi langsung berdiri, dan kakinya melangkah untuk menaiki tangga. Aku tersenyum, papi memang terbaik!

"Jadi, kenapa kamu teriak-teriak gitu, El?" tanya mami yang sudah terduduk di sampingku. Tangannya memegang remot sedangkan jarinya sibuk memencet tombol pada remot untuk mengganti saluran televisi.

RafninditaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang