Budayakan klik tombol bintang sebelum membaca dan beri komentar setelah membaca part ini.
Happy reading.Sorry for typos.
•••
Anin memasuki sebuah kafe yang sudah menjadi favoritnya sejak dulu. Setelah memesan matcha latte, Anin memilih kursi yang berada di sudut ruangan, menghadap ke jendela besar. Ini adalah spot favorit Anin, karena ia bisa melihat riuh-riuh jalanan kota Bandung.
Gadis itu tersenyum tipis saat secangkir matcha latte yang ia nanti-nanti datang di hadapannya. Untuk saat ini, Anin bisa sedikit melupakan beban hidupnya karena secangkir minuman teh hijau itu.
Anin menyesapnya sedikit karena kepulan asap masih bisa terlihat jelas. Ia menyandarkan punggungnya ke kursi, membiarkan matcha latte itu menjadi sedikit lebih dingin.
Lagi, pikirannya melayang kepada kejadian semalam. Kejadian dimana dirinya disiksa, diperkosa, dan dilecehkan oleh suami nya sendiri. Anin bukannya tidak mau memberi haknya sebagai istri, hanya saja Anin belum siap. Anin masih takut.
Suara dentingan bel menandakan ada orang yang memasuki kafe. Anin melirik ke arah pintu. Merasa tidak asing dengan lelaki yang memasuki kafe.
"Aldifan!" panggil Anin membuat lelaki itu menoleh, lalu tersenyum mendapati Anin. Setelah Aldifan memesan, Aldifan berjalan menghampiri Anin.
"Hai, Nin. Gue duduk di sini boleh?" izin Aldifan, kemudian diangguki oleh Anin. Aldifan pun duduk di hadapan Anin. Lelaki itu tampak tampan dengan celana jeans berwarna biru belel, yang dipadukan dengan kaos hitam dan dibalut oleh kemeja kotak-kotak berwarna biru.
"Kok lo di sini, Nin?"
"Hm, gue tadi abis ke makam orang tua, kebetulan gak jauh dari sini. Karena gue haus, ya udah mampir ke sini dulu. Kalau lo? Gak sekolah?"
Aldifan cengengesan, "Hehe, enggak. Gue males sekolah mulu, udah pinter juga." pede Aldifan.
"Kepedean lo, dapet jeblok aja ntar nangis,"
"Eh, gue gak cengeng kayak lo ya!" ejek Aldifan membuat Anin memberenggut.
Tak lama, seorang pelayan datang membawa pesanan milik Aldifan. Lelaki itu memesan capucino latte dan cheese cake. Setelah berterima kasih pada pelayan itu, Aldifan memotong kue yang terbuat dari krim keju tersebut. Aldifan menawarkan kepada Anin, yang dijawab oleh gelengan kepala.
"Eh Nin, kok lo gak bareng Pak Rafa sih?"
Anin terkejut mendengar pertanyaan Aldifan, tapi detik selanjutnya Anin menormalkan kembali raut wajah nya. "Dia kerja, Al. Biasa lah sibuk." Aldifan manggut-manggut mengerti.
"Eh iya, kenapa lo ngundurin diri dari sekolah Nin?" tanya Aldifan polos. Duh dia kepo banget! Batin Anin.
Anin tersedak minuman berwarna hijau, terbatuk sebentar. Lalu menormalkan nya kembali. "Gue disuruh home schooling sama Rafa." Anin memberikan cengiran lebar setelah berkata bohong.
Tapi Aldifan hanya manggut-manggut sambil menikmati setiap potong cheese cake yang masuk ke dalam mulutnya. Ponsel Anin bergetar, menandakan ada sebuah pesan masuk.
From :08xxxxxxxxxx
Cepat pulang, aku tunggu di apartemen.
Anin mengernyit saat nomor tak ia kenal mengiriminya pesan, tapi ia yakin bahwa nomor itu adalah milik Rafa. Karena menyuruhnya pulang ke apartemen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rafnindita
ChickLitWhy the dream feels like real? Highest Rank : #174 in Chicklit, 28th of December 2017 ⚫⚫⚫ Copyright © by Deane Almira