Budayakan klik tombol bintang sebelum membaca dan beri komentar setelah membaca part ini.
Happy reading.Sorry for typos.
•••
Rafa melajukan mobilnya dengan malas. Jelas ia malas. Anin malah mengajak Aldifan bermain ke apartemennya.
Aldifan dengan watadosnya meng-iya-kan ajakan Anin untuk bermain. Ia dengan niat menyimpan mobilnya di cafe tersebut lalu menitipkan kepada karyawan yang bekerja di cafe. Dengan ancaman jika mobilnya hilang, mereka akan dipecat oleh Rafa. Ya, Aldifan menyalah-gunakan posisi Rafa sejak Anin memberi tahunya bahwa Rafa adalah pemilik cafe tersebut.
Saat ini Rafa sedang menyetir, sedangkan Anin dan Aldifan duduk di kursi penumpang sambil mengobrol yang sekali-kali dihiasi tawa. Rafa sudah seperti supir pribadi dan mereka adalah tuannya. Hal itu membuat mood Rafa jatuh ke jurang bersama dirinya, oke itu terlalu lebay. Tapi Rafa kesal setengah modar.
Setiap Rafa menganggu pembicaraan Anin dengan Aldifan, Anin ngambek pada Rafa. Ia mengancam jika ia akan menangis seharian dan melaporkannya pada Mami. Rafa kali ini kalah. Rafa akui dirinya sudah jatuh kepada gadis tersebut. Rafa pikir, Anin ngidam ngobrol sama Aldifan. Ia tidak ingin bayinya ngiler jika ia tidak memenuhi ngidamnya tersebut.
"HAHAHAHAHA NGAKAK BANGET SIH AL!" Anin tertawa kencang karena Aldifan memberinya lelucon yang padahal garing. Rafa melirik sekilas melalui spion lalu mendengus.
"Serius anjir, Nin. Gue aja ngakak pas itu." Aldifan ikut tertawa, sedangkan Anin sudah menghapus air mata yang turun di ujung kedua matanya. Ini kebiasaan Anin jika dirinya ngakak.
"Turun woy, gaakan turun?" tanya Rafa dengan nada sinisnya. Seketika tawa Anin dan Aldifan reda. Anin dan Aldifan turun dari mobil mendahului Rafa.
Setelah membuka pintu apartemen, Anin dan Aldifan masuk ke dalam disusul oleh Rafa dengan muka yang asam.
Anin mempersilahkan Aldifan duduk, sedangkan Anin akan mengganti pakaiannya. Rafa duduk di hadapan Aldifan. Menatap tajam Aldifan. Aldifan yang ditatap seperti itu hanya nyengir.
"Kenapa Pak?" tanya Aldifan dengan tingkat kepolosan yang tinggi. Rafa hanya mendengus dan menyusul Anin ke kamarnya.
"AAAA!!" Anin berteriak saat Rafa masuk ke kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.
"Kenapa teriak?" tanya Rafa datar. Anin mendengus sebal, sudah tahu Rafa salah, masih nanya segala.
"Kamu tuh, kalau mau masuk kamar orang ketuk ketuk dulu!" Anin jadi sensi. Rafa menaikkan sebelah alisnya. Lalu matanya terpaku melihat Anin yang tidak pakai baju. Hanya pakai bra saja.
Anin mengikuti arah pandangan Rafa, seketika Anin menabok dada Rafa. "Dasar om-om mesum! Keluar lo!" Anin mendorong tubuh besar Rafa dengan susah payah. Rafa pun akhirnya keluar dari kamar Anin.
Saat Anin akan menutup pintu, Rafa menahannya. "Anin, ternyata dada kamu besar ya. Mau jatah dong," bisik Rafa pelan dengan nada manja khasnya, lalu mengedipkan sebelah matanya dengan nakal. Membuat Anin melotot lalu menutup pintu dengan cepat.
Anin bersandar di balik pintu berwarna putih itu, ia menarik nafas sedalam-dalamnya. Dadanya bergemuruh, jantungnya berdetak cepat. Pipinya bersemu merah. Anin malu. Jelas.
Anin memegang dadanya, "Gue gila."
•••
Setelah mengganti pakaian dengan yang lebih santai, Anin duduk di hadapan Aldifan. Kepala nya bergerak ke kanan dan ke kiri mencari keberadaannya suaminya.
"Rafa kemana Al?"
Aldifan yang sedari tadi memainkan ponselnya lantas mendongak, "Kayaknya di dapur deh. Dari tadi dia sinis terus ke gue. Untuk dia pemilik yayasan, jadi gue harus sopan. Kalau kagak sopan, bisa bisa gue di skors dah." cerocos Aldifan. Anin mengangguk.
"Rafa sayang." panggil Anin dengan nada manja, Anin yakin Rafa ampuh dengan cara seperti ini. Dan dugaan Anin tepat 100%, Rafa datang menghampiri Anin dengan wajah super btnya.
"Apa Nin?" Rafa lembut kepada Anin di hadapan Aldifan, bukan hanya karena pencitraan yang ia lakukan. Tapi Rafa ingin dapat jatah untuk nanti malam. Rafa sanga tergoda melihat dada Anin yang ternyata besar.
"Rafa bikinin aku sama Aldifan minum dong, please." Anin mengeluarkan jurus puppy eyesnya, itu membuat Rafa mengangguk. Anin tersenyum penuh kemenangan.
"Al, gimana sekolah lo?"
"Ya baik aja Nin, gue mah udah pinter sih, gak sekolah juga gak apa-apa." Aldifan berkata seperti itu dengan sombong.
"Halah sombong lo!" mereka berdua pun tertawa.
"Eh, Nin. Lo hamil ya? Berapa bulan?"
Anin tersenyum, "Iya Al, jalan empat."
Wajah Aldifan berubah menjadi cerah, "Wah selamat ya, Nin! Bakal jadi mama muda dong," goda Aldifan.
"Haha, iya nih. Ga kebayang gue."
Aldifan terkekeh, "Bayangin aja kali. Eh iya Nin, gue lagi deket sama sahabat lo."
Kening Anin mengkerut, "Siapa?"
"Araline." jawaban Aldifan membuat wajah Anin murung, Anin kangen berat dengan sahabatnya itu. Meski Ara sudah tidak mau menganggap Anin sahabatnya, Anin tetap menganggap Ara sahabat terbaiknya. Mungkin Ara lagi banyak masalah waktu itu, jadi dia bisa ngomong gitu. Pikir Anin.
"Oh ya? Dia apa kabar Al? Udah lama gue gak hubungin dia." wajah Anin dipaksakan untung ceria seperti biasanya.
"Baik kok, dia cantik ya Anin. Jadi suka gue."
Anin senang jika Ara banyak yang suka. Setidaknya Anin tahu, jika Aldifan suka kepada Ara, Ara disukai oleh lelaki yang baik. Tidak seperti mantannya dulu.
"Aduh Rafa mana sih, lama banget bikin minuman doang." gerutu Anin yang terdengar oleh Aldifan. Aldifan terkekeh melihat Anin kesal.
"Rafa cepetan dong! Lama banget ih!" usai Anin berteriak, Rafa datang membawa nampan berisi dua cangkir teh manis dingin. Masih dengan wajah sebal nya, Rafa menyodorkan cangkir tersebut kepada mereka.
"Makasih Rafa sayang," ucap Anin dengan nada dibuat-buat so imut. Rafa membalasnya dengan senyuman manis yang penuh paksaan.
Aldifan hanya nyengir kepada Rafa, "Makasih Pak." Rafa mendengus. Rafa berjalan ke arah ruang keluarga, meninggalkan mereka.
"Diminum, Al." titah Anin.
Aldifan tersenyum, lantas meminum teh tersebut. Baru memasukkan satu teguk ke dalam mulutnya, Aldifan langsung menyemburkan teh tersebut.
"Anjir asin!" Aldifan berteriak reflek. Rasain lo. Sinis Rafa dalam hati.
Anin kebingungan, "Kok asin sih Al?"
Aldifan mengedikkan bahu, "Gak tau, Pak Rafa yang bikin. Dendam kali sama gue jadi dibikin asin."
"RAFA!"
Rafa hanya cengengesan, "Maaf Nin, aku gak bisa bedain mana gula mana garam." Anin hanya melotot, seolah matanya akan keluar saat itu juga.
"Gak ada jatah."
Poor you, Rafa.
•••
Sedikit ya emang, tp yg penting apdet lah:'
Give ur vomment pls 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Rafnindita
ChickLitWhy the dream feels like real? Highest Rank : #174 in Chicklit, 28th of December 2017 ⚫⚫⚫ Copyright © by Deane Almira