[1] 16. Desperate

1K 38 2
                                    


Budayakan klik tombol bintang sebelum membaca dan beri komentar setelah membaca part ini.
Happy reading.

Sorry for typos.

•••

Anin terdiam. Matanya menatap nyalang sesuatu yang dapat dilihat di luar arah jendela kamarnya. Beberapa jam setelah insiden menyakitkan, Anin memaksa pulang ke apartemen. Tanpa mau ditemani oleh Rafa, tanpa mau ditemani oleh siapapun. Anin ingin sendirian, untuk beberapa hari ke depan.

Hal itu jelas membuat Rafa, Kak Dara, Mami dan Papi cemas. Bagaimana tidak? Anin adalah anak berumur delapan belas tahun yang masih labil. Mentalnya masih tidak jelas. Pikirannya apalagi, setelah mendapat tekanan batin seperti ini, bukan tidak mungkin jika Anin bisa melakukan hal-hal di luar nalar.

Anin mengusap kasar air mata yang tiba-tiba turun tanpa ia komando. Anin mendengus mengingat fakta bahwa dirinya lebih cengeng dibanding sebelum ia keguguran.

Kata-kata Abel masih terngiang jelas di kepala Anin. Rafa aku hamil, anak kamu.

Rafa aku hamil, anak kamu.

Aku hamil,

Anak kamu.

Abel memang hamil anak Rafa, Anin sudah tau karena tak lama dari itu Rafa melakukan tes DNA, hasilnya sudah keluar, dan mengatakan bahwa bayi yang sedang dikandung Abel mengalami 100% kecocokan dengan Rafa.

Anin juga berpikir Abel wanita baik-baik, makanya Rafa sayang. Anin berpikir tidak mungkin Abel type cewek yang suka berganti-ganti pasangan tiap malam demi memuaskan hasratnya. Pasti hanya sperma dari Rafa yang bertemu dengan sel telur Abel. Anin yakin itu.

Anin tidak tahu bagaimana kabar Rafa, apakah dia baik atau tidak. Apakah dia senang atau malah sedih? Tapi pilihan kedua sepertinya tidak mungkin, Rafa pasti senang karena Abel hamil anaknya dan pasti ia akan bertanggung jawab atas itu. Anin juga tidak akan melarang Rafa bertanggung jawab, karena Anin akan sangat bahagia jika Rafa bahagia. Karena Anin akan bahagia jika Rafa mau bertanggung jawab. Itu artinya, Rafa bukan lelaki tidak baik, ia lelaki baik-baik yang ditakdirkan tidak baik dengannya. Ini hanya kesalahan takdir.

Anin lagi lagi menghembuskan nafasnya kasar. Ia mengingat bagaimana ekspresi Rafa saat mengatakan i love you kepada Anin.

Jika kalian menemukan Anin, kalian akan berpendapat bahwa Anin depresi. Dan itu memang benar.

"Shyre* sayang aku kan?" Anin berkata sambil mengelus rambut Shyre. Shyre adalah nama yang Anin beri kepada boneka perempuan yang Rafa berikan kepada Anin pada malam saat Anin tersadar dari pingsannya.

"Aku tahu kamu gak jahat kayak orang lain di luar sana, aku tahu kamu sayang aku." Anin terkekeh menyadari kebodohannya ia berbicara dengan sebuah boneka perempuan. Anin tidak gila hey, Anin hanya butuh teman, Anin hanya butuh pendengar yang baik, Anin hanya butuh seseorang yang dapat menyemangatinya pada saat Anin tertekan seperti ini. Memang, Anin sendiri yang meminta Rafa dan keluarganya tidak menemui Anin, tapi tidak adakah usaha sedikit pun dari mereka untuk menemui Anin?

Anin tahu seharusnya ia bersyukur mendapat mertua sebaik Mami dan Papi, dan memiliki kakak ipar seperti Kak Dara. Tapi apakah ia harus bersyukur mendapat suami seperti Rafa?

Anin mendengus, lalu berdiri dan berjalan menuju kamar mandi. Ia hanya ingin membuat wajahnya segar sedikit. Anin tidak suka berasa dalam keadaan seperti ini. Keadaan seperti ia manusia paling tersakiti dan tidak bisa berkutik.

Tiba-tiba bel apartemen Rafa berbunyi, dengan malas Anin berjalan lalu membuka pintu. Dahi Anin berkerut menjadi beberapa kerutan.

"Dengan Nyonya Avarel?" pipi Anin bersemu saat dirinya dipanggil Nyonya oleh kurir dari salah satu restoran terkenal, tapi tak urung Anin mengangguk.

"Ini ada pesanan dari seseorang, selamat menikmati." setelah memberikan satu bungkus makanan, kurir tersebut langsung meninggalkan Anin yang berdiri dengan terheran-heran.

Kan gue belum bayar, pikir Anin. Tapi Anin tak ambil pusing, ia menutup pintu apartemen. Lalu berjalan ke arah ruang makan. Anin membuka bungkus makanan tersebut, terdapat tiga bungkus ayam krispi lengkap dengan nasi dan floatnya.

Anin berpikir, Rafa lah yang mengiriminya makanan. Rafa sepertinya tahu Anin tidak memiliki uang untuk membeli makanan dan tidak bisa memasak. Pipi Anin memerah memikirkan itu. How sweet Rafa!

Dengan lahap Anin memakan makanan itu, hingga tersisa satu potong ayam dan satu porsi nasi. Katakan lah Anin kelaparan, itu memang benar. Anin belum makan dari dua hari kemarin. Alasan pertama Anin tidak punya uang untuk delivery order, alasan kedua Anin tidak bisa memasak. Anin mendengus, nanti-nanti Anin mau belajar memasak demi kesejahteraan perutnya.

Setelah habis, Anin menyalakan televisi, mencari channel apapun yang bisa ia tonton. Anin sebenarnya tidak mau berlarut-larut dalam kesedihan ini. Dengan seperti ini, Anin merasa dirinya depresi, tetapi memang itu adanya. Anin sedikit depresi. Kejadian itu mengguncang mentalnya.

Di hadapannya menayangkan acara reality show, orang-orang yang menonton langsung tertawa dengan bahagianya seakan tidak ada masalah yang datang.

Anin bosan, tidak ada yang bisa diajak mengobrol, tidak ada yang bisa ia recoki. Anin kangen Rafa, itulah faktanya. Anin berdiri meninggalkan televisi yang masih menyala. Dirinya sibuk mencari Shyre, boneka yang kini jadi favoritnya.

Setelah ketemu, Anin memeluk Shyre dan mengajaknya tiduran di kasur yang empuk dan menggoda untuk ditempati.

Tak lama, ponsel Anin berdenting, menandakan ada pesan masuk. Anin mendengus pelan, "Bentar ya Shyre, ada yang ganggu kita."

Anin mengambil ponselnya di nakas, mengusapnya agar kunci layarnya terbuka. Anin kira pesan itu dari Rafa, ternyata harapan Anin terlalu tinggi untuk terkabul.

Aldifan : Yoyoy, mbabro. How are you baby? Eh. Gimana makanannya habis ga? Jangan cemberut lagi ya mba, tar gue sedih)): eh canda deng. Besok lo kosong ga? Gue mau ngajak lo jalan. Tapi lo harus izin yang bener sama suami lo, gue takut di do dari sekul. Hehe. Eh btw gue kangen baby. Dah ah miss u.

Anin tersenyum miris, kenapa malah Aldifan yang kangen pada dirinya? Kenapa bukan Rafa? Kenapa malah Aldifan yang peduli pada makanan nya? Kenapa bukan Rafa?

Dengan rasa kecewa, Anin menyimpan ponselnya di nakas. Dan kembali memeluk Shyre dengan erat. Anin kembali terisak. Jujur, Anin rindu Rafa bukan Aldifan. Anin menginginkan Rafa yang peduli, bukan Aldifan. Anin menginginkan Rafa yang perhatian, bukan Aldifan. Anin menginginkan Rafa yang rindu Anin, bukan Aldifan. Anin menginginkan Rafa, bukan Aldifan.

"Shyre salah aku apa sama Rafa? Rafa bahagia sekarang bersama Abel?" tanya Anin tersendat. Anin terpukul dengan semua ini. Anin lelah berpura-pura. Anin tidak bisa lagi. Ini sudah cukup menurut Anin.

Beberapa menit Anin menangis sampai membuat Shyre basah, Anin pun terlelap lelah. Rambut nya berantakan, pakaiannya tak pernah Anin ganti sejak Anin menyendiri di apartemen ini. Katakan lah Anin jorok, itu memang faktanya. Anin bahkan tak peduli lagi pada dirinya.

•••

*Shyre : Dibaca shayri. Nama boneka perempuan yang Rafa berikan kepada Anin waktu Anin keguguran. Masih inget kan? 😂

Give ur vomment guys, sorry baru update. Hehe

Love,

Anin.

RafninditaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang