[1] 12. Pretend

1K 46 6
                                    


Budayakan klik tombol bintang sebelum membaca dan beri komentar setelah membaca part ini.
Happy reading.

Sorry for typos.

•••

Anin.

Ini adalah bulan kedua aku mengandung. Tidak ada yang berubah, kecuali berat badanku dan sifat Rafa. Akhir-akhir ini, ah lebih tepatnya sehabis Rafa didatangi oleh Bunda via mimpi, dia berubah. Sifatnya berubah. Tidak ada lagi Rafa yang dingin, cuek, dan kasar. Yang ada Rafa yang begitu perhatian padaku. Aku dan bayiku sangat menyukai perubahan sifat Rafa.

Aku mengepang rambutku asal, entah mengapa, saat hamil aku lebih suka rambutku dikepang dari pada dicepol kayak biasanya. Aku memakai kaos warna abu-abu kebesaran milik Rafa yang dipadukan dengan legging hitam sebatas betis. Entah mengapa, aku lebih suka memakai kaos kebesaran milik Rafa akhir-akhir ini. Mungkin bawaan bayi, ah entah lah aku gak ngerti.

Setelah merasa rambutku terkepang, aku duduk di kursi hadapan Rafa. Memperhatikan Rafa yang sedang serius makan malam menjadi favoritku juga. Aku heran mengapa saat aku hamil aku begitu memfavoritkan Rafa. Padahal asalnya biasa saja. Hamil membawa efek yang besar bagiku.

"Kenapa?" tanya Rafa risih. Aku hanya cengengesan sambil menggeleng.

Rafa mendengus, "Aku ditatap kayak gitu kayak mau disidang tau gak?"

Aku tertawa, "Gak apa-apa, Om." aku masih suka memanggilnya om dari pada Rafa. Kelihatan lebih sopan menurutku. Dia tidak membalas perkataanku, dia melanjutkan acaranya menyuapkan sup krim yang bahkan aku baru tau itu makanan favoritnya setelah oseng-oseng sayuran.

"Om abis ini ke kantor ya?"

Dia mengangguk, aku menghela nafas lesu. "Kenapa emang Nin? Mau aku bawain apa?"

See? Sehabis didatangi Bunda dia sangat berubah. Dia jadi perhatian padaku.

"Aku mau Mc.flurry, Om. Beli tiga ya jangan satu, gak cukup!" aku juga menggunakan aku-kamu, tidak gue-lo lagi. Lebih sopan kan?

Rafa hanya mengangguk, lalu membersihkan sisa sup krim yang ada di mulutnya dengan tisu. Ganteng.

"Aku berangkat dulu, masih ada yang harus aku kerjain. Kamu jangan bandel, jangan keluyuran, jangan bukain pintu untuk siapa pun." Rafa bawel, aku suka!

"Iya iya, sayang!" kulihat pipi Rafa memerah saat aku menyebut nya dengan embel-embel sayang. How cute he is!

Rafa mendekatiku, lalu membungkukkan badan nya. Ia mencium keningku, cukup lama. "Aku pergi ya. Gak akan lembur."

Aku mengangguk dan mendorong Rafa agar keluar apartemen. Bukannya mengusir, tapi lebih baik jika ia lebih cepat pergi ke kantor, agar ia lebih cepat pulang juga.

Sepeninggal Rafa, apartemen kembali sepi. Hanya ada suara jam berdenting yang menunjukkan pukul tujuh kurang lima belas malam. Aku berjalan menuju perpustakaan kecil yang ada di apartemen Rafa. Lalu duduk lesehan, karena tidak ada kursi di sini. Tak apa, ini membuatku nyaman.

Aku mengambil buku yang berisikan angka-angka di dalamnya. Aku ingin belajar matematika sekarang. Walaupun aku dilarang sekolah oleh Rafa, tapi aku tidak boleh patah semangat untuk belajar. Karena menuntut ilmu bukan hanya di sekolah saja bukan?

Aku belajar tentang aljabar, karena jujur aku tidak mengerti bagian ini. Walaupun aljabar adalah pelajaran kelas 7, yang artinya hampir enam tahun lalu, aku masih saja belum fasih dengan bab ini. Salah satu penyebab aku tidak mengerti bab ini adalah karena aku tidak masuk saat guru matematika kelas 7-ku mengajar karena harus menghadiri undangan adiknya Bunda.

"Elah, apa banget sih matematika?! 4 mana bisa di kali x?!" aku ngomel sendiri. Penemu aljabar tidak berfikir logis kali ya? Ya kali 4 bisa di kali x?

Aku kesal, dengan kasar aku menutup buku tebal berisi jutaan angka ini lalu menyimpannya asal. Aku berjalan menuju kamarku, berbaring di kasur yang empuk lalu memejamkan mata. Ada fakta baru, aku bisa tidur sendiri sejak aku mengandung. Bayi ini bawa berkah banget ya?

•••

Rafa.

Aku menutup map berisi belasan dokumen yang sudah aku tanda tangani. Sudah empat map, masih ada satu map yang harus aku tanda tangani. Aku mendapatkan jabatan ini kembali karena Papi tau Anin hamil. Maka dari itu Papi membiarkan aku mencari nafkah untuk Anin dan si jabang bayi melalui pekerjaan ini.

Saat aku datang kembali ke kantor ini, banyak reaksi yang ditimbulkan oleh karyawanku. Ada yang menyambutku dengan ramah dan senang, ada yang mencibir, ada yang memuja bahkan berterima kasih pada Papi, ada juga yang memarahiku karena tau masalah aku dengan Anin.

Orang itu adalah Reza dan Siren. Sepasang kekasih yang menjabat sebagai sekertaris dan asisten pribadiku. Aku hampir gila saat mereka memarahiku dan menasihatiku hampir dua jam penuh. Bayangkan bagaimana panasnya telingaku saat itu. Perasaan mereka belum pernah menikah, tetapi nasihatnya seperti emak-emak yang sudah bau tanah yang sedang menasihati anaknya. Pasangan aneh.

Jika mereka bukan sahabatku, sudahku pecat mereka. Tidak sopan bukan mereka berani memarahi bos mereka sendiri? Ah untungnya mereka sahabatku.

Aku menyimpan map terakhirku, lalu menutupnya setelah memastikan isi nya sudahku tanda tangani semua tanpa ada yang terlewat. Aku menyesap kopi hitam yang sudah Siren sediakan untukku karena Siren yakin aku akan mengantuk jika tidak meminum kopi.

Aku menenggaknya sampai isi cangkir itu tandas. Aku menjambak rambutku lalu mengacaknya. Aku bingung sekarang. Aku bingung dengan sifatku akhir-akhir ini yang begitu baik pada Anin.

Yang ada dalam pikiranku, bagaimana jika Anin kebaperan? Padahal aku hanya berpura-pura.

Oke aku jelaskan alasan mengapa sikapku pada Anin berubah. Pertama, aku disuruh berpura-pura menyayangi Anin sepenuh nya dan menganggap Anin sebagai istriku sepenuhnya oleh wanita kesayanganku, Abel. Kedua, aku berpura-pura bersikap seperti ini agar Papi tidak memberikan jabatanku pada Kak Dara. Dan ketiga, aku tidak mau disidang jika ketauan bersikap seenaknya pada Anin karena hukumannya tidak segan-segan membuatku kapok disidang.

Kalau Anin kebaperan kan ribet masalahnya, nanti dia ungkit-ungkit ini itu kalau aku berubah lagi ke sikapku yang dingin. Ah ribet.

Ponselku bergetar, aku lihat ada notifikasi dari Anin.

Bocah ribet : Om kapan pulang? Mc.flurry kapan sampai? Aku kebangun.

Sebenar nya aku sangat tidak ingin membalas pesan itu. Tapi mau bagaimana lagi?

Me : Wait a minute.

Setelah mengirim pesan tersebut, aku langsung membereskan dokumen-dokumen yang ada di atas mejaku. Mengambil jaket yang aku sampirkan di kursiku, lalu pulang ke apartemen menemui bocah itu. Aku juga membelikan pesanan Anin, malah lebih banyak. Aku beli 10 Mc.flurry, karena jika Anin merasa pesanannya kurang ia akan merengek dan menangis seperti anak yang tidak dikasih eskrim. Tapi memang benar itu kenyataannya.

•••

Hai, iam back gays! sori baru apdet, baru buka laptop ehe.

Give ur vomment pls, lapyu

RafninditaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang