[1] 17. I Already Know

1K 43 2
                                    


Budayakan klik tombol bintang sebelum membaca dan beri komentar setelah membaca part ini.
Happy reading.

Jika kamu pernah tahu rasanya hujan turun di saat langit tidak mendung, berarti kamu pernah tahu rasanya air mata turun di saat bibir tersenyum. -Anindita, 2017

☔☔☔

Sorry for typos.

•••

Pagi ini Anin dikejutkan dengan kedatangan Rafa dan Abel ke apartemennya. Bukan apartemen Anin sih, tapi lebih tepatnya apartemen Rafa.

Anin takut, gugup, ingin menangis, dan pastinya rindu terhadap Rafa. Hanya satu hal yang membuat Anin ketakutan seperti ini, yaitu Rafa akan menceraikan Anin, dan langsung menikahi Abel. Anin sedikit tak rela, apalagi ia saja baru mengecap sedikit kebahagiaan bersama Rafa.

Mata Anin menatap sendu lurus ke depan, menatap kedua insan yang mungkin sedang mabuk cinta.

"Kenapa dateng kesini Om?" tanya Anin, sedikit bergetar. Sudah hampir dua minggu tidak bertemu Rafa membuatnya takut bertemu Rafa lagi.
"Aku cuma ingin ketemu kamu Nin, aku kangen sama istriku. Apa itu gak boleh?" dengan santai Rafa menjawab seperti itu, tanpa mengetahui efeknya bagi Anin.

Anin tertawa hambar, Anin seperti sedang diintrogasi oleh sepasang kekasih, dan Anin sebagai PHO atau wanita penggodanya. "Om Rafa kan ada Abel," singkat, padat, jelas namun banyak maksud tersirat di dalam kalimatnya.

Abel sedari tadi diam, ia tau ini kesalahannya. Kesalahan bermain dengan lelaki yang sudah beristri. Abel merasa dirinya murahan.

"Anin gue minta maaf, gue tau ini emang gak berlaku. Gue salah, gue gak seharusnya main sama lelaki yang udah beristri. Tapi percaya deh, lo gak bisa nahan nafsu lo kalau sama Rafa." Abel tersenyum penuh arti, sedangkan Anin melotot. Dalam situasi seperti ini, Abel masih bisa berkata seperti itu? Sungguh gila. Wanita macam apa Abel itu?

"Aku udah maafin Abel kok, aku tau mungkin ini emang kesalahan Om Rafa. Tapi setelah aku pikir-pikir lagi, Om Rafa juga gak akan mungkin ngelakuin kalau Abelnya nggak ngebolehin, jadi ya. Yaudah lah gapapa, lagian udah ada hasilnya. Selamat ya Abel." Anin tersenyum perih, Anin tau dirinya hanya sedang menutupi jerit tangis di hatinya. Anin sangat ingin menertawakan dirinya, karena dirinya bisa sok bijak seperti ini. Tapi Anin tidak mau terlihat lemah, dan itu membuat Rafa kasihan terhadapnya. Ia hanya ingin disayangi, bukan dikasihani.

"Oh iya, buat Om Rafa, aku juga mau ngucapin selamat ya. Mungkin ini kegeeran, tapi aku cuma mau bilang gak usah urusin aku. Aku mau coba cari kerja biar aku bisa hidup sendiri. Aku juga mau cari kerja biar bisa bayar apartemen ini, hehe. Tapi untuk sementara aku nebeng di sini dulu ya? Soalnya aku belum dapet kostan Om. Jangan lupa kalau kalian nikah undang aku. Makasih banyak." lagi-lagi Anin tersenyum penuh luka. Rafa tau, Anin terluka namun Rafa tak banyak bicara selain mengikuti apa yang Anin mau. Rafa percaya, itu adalah keputusan terbaik Anin.

"Anin, denger ya. Jangan potong omongan aku, gimana pun juga kamu tanggung jawab aku. Kamu masih istri sah aku. Tapi untuk beberapa minggu atau bulan ke depan, maaf aku gak bisa temenin kamu di sini. Aku juga punya tanggung jawab, sebagai ayah. Dan tenang aja, aku gak bakal cerain kamu. Poligami gak dosa menurut islam." penuh ketenangan. Tanpa tau Anin sedang menahan kuat air matanya yang nyaris turun.

Reaksi Anin hanya menggigit bibir, menahan isak tangisnya. Reaksi Anin sangat berbeda dengan reaksi Abel. Abel melotot, bola matanya hampir loncat.

RafninditaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang