Budayakan klik tombol bintang sebelum membaca dan beri komentar setelah membaca part ini.
Happy reading.I'm in the corner, watching you kiss her. But i just came to say goodbye.
-Anindita💧💧💧
Sorry for typos.
•••
Rafa.
Delapan bulan kemudian..
Empat bulan lagi tepat satu tahun aku berpisah dengan Anin, aku tidak tahu keadaan Anin. Aku sebenarnya sudah mencari tahu melalui Mami, tetapi Mami tidak peduli padaku.
Jujur aku sedikit khawatir kepadanya. Kalian tahu sendiri bahwa dia ceroboh, tidak bisa memasak, dan yang paling penting adalah dia tidak bisa tidur sendiri.
Aku sangat ingin menghubunginya, tapi dia mengganti nomor ponselnya. Aku sedikit frustasi karena itu. Aku tahu Anin seringkali dekat dengan Aldifan, yang sudah lulus dari sekolahnya.
Aku beberapa kali mencoba menghubungi Aldifan, dan sialannya dia sama dengan Anin, mengganti nomor ponselnya.
Benda pipih berwarna hitam di genggamanku bergetar panjang, menandakan ada panggilan masuk. Aku melirik siapa yang menelfonku, ternyata Mami. Langsung aku geser tanda hijau ke kanan, panggilan pun tersambung.
"Halo Mi, ada apa? Tumben ngehubungin Rafa." aku berbicara sarkartis, karena memang begitu adanya. Semenjak aku pindah ke Bali bersama Abel, Mami nyaris tidak pernah menghubungiku. Pernah beberapa kali, bahkan bisa dihitung dengan jari.
"Kamu gimana kabar nya Raf? Ini Kak Dara nanyain, sebenernya kalau bukan perintah Kakak kamu itu, Mami gak mau nelfon kamu."
"Baik."
Mami terdiam lama, seperti ingin mengatakan sesuatu tetapi tak kunjung mengatakannya. Ku jauhkan ponsel dari telingaku, aku memencet tombol berwarna merah. Dan panggilan terputus.
Aku mengalihkan pandanganku keluar jendela. Hujan masih mengguyur kota Bali.
"Rafa," suara lembut itu memanggilku. Aku menolehkan kepala, aku melihat Abel mendekat dengan menggunakan piyama besarnya, khusus untuk ibu hamil.
"Kenapa sayang?"
"Engga kenapa-kenapa. Ini hasil USG kan anak kita cewek Raf, mau kita kasih nama siapa?"
"Aku belum kepikiran sampai situ Bel," jujur saja aku belum memikirkan nama anak kami, anak kami lahir selamat saja aku belum kepikiran. Aku masih takut kejadian Anin menimpa Abel. "Perkiraan USG juga belum tentu bener, sayang." lanjutku.
"Hm, aku udah dapet nama nih. Mau tau enggak?"
"Apa sayang?"
"Kalau anak kita cewek, aku mau kasih nama Fazriella Avarelia. Kalau anak kita cowok aku mau kasih nama Fazriel Avarel. How?" tanyanya, begitu bersemangat, berkebalikan dengan aku yang hanya mengangguk malas.
"Boleh Bel, aku suka namanya." balasku sekenanya.
Abel mengetahui raut wajahku yang tidak bersemangat, "Kamu kenapa? Kangen sama si bocah yang keguguran itu?"
Mataku melotot, kenapa Abel jadi seperti ini?
"Siapa yang kamu maksud bocah keguguran itu Abel?!" nada bicaraku berubah menjadi naik satu oktaf. Jelas, aku tidak terima.
Abel terlihat santai, tangannya mengibas di udara. "Ya jelas, Anin lah! Siapa lagi Raf?!"
Aku tak percaya Abel jadi seperti ini, "Kenapa Bel?" tanyaku lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rafnindita
ChickLitWhy the dream feels like real? Highest Rank : #174 in Chicklit, 28th of December 2017 ⚫⚫⚫ Copyright © by Deane Almira