CHAPTER 10

35 4 0
                                    

NICHOLAS POV

  Setelah kejadian tadi malam, gue nelpon dokter keluarga buat periksa kondisi Matt. Sumpah, dia bikin gue panik sekaligus takut pas 'Bangkitan'nya timbul lagi. Pagi ini dia bukannya istirahat, eh malah ngajakkin gue Olahraga lagi. Huuu, gak sayang diri. -_- Tapi, kalo soal debat, dia pasti kalah dari gue. Ya gue langsung larang dia buat Olahraga. Dia agak kecewa, tapi itu yang terbaik.

  Dokter Carlina sudah memeriksa kesehatan Matt, dan hasil analisisnya, ya, Matt butuh istirahat yang cukup dan tidak boleh lelah. Dia juga sedang terkena Influenza, jadi dia harus banyak istirahat dikamar gue. Nah Gue? Gue jadi 'Perawat' tak resmi selama dia sakit. Gue harus kontrol semua yang akan dimakan Matt, termasuk waktu istirahatnya. Kedengaran seperti Emak- Emak ya? Emang iya. Gue hanya begini kalo dia sakit. Karena gue gak mau kehilangan dia dengan percuma.

  Dia abis muntah-muntah tadi pas kelar pakai bajunya. Untung dia muntah dikamar mandi bawah, jadi gampang gue nyiram muntahnya dikamar mandi. Nah sekarang dia balik lagi ke kamar buat nyari baju ganti. "Matt? Udah ganti bajunya?" gue panggil dia dari bawah. Gak nyahut. Okey gue panik lagi. Gue langsung lari ke atas. Syukurlah dia tidak apa-apa, dia hanya lagi sibuk mencari bajunya dilemari gue. Gue samperin dia dan duduk dikursi belajar gue yang dekat dengannya. "Kalo gue panggil nyahut dong....". Dia nyengir melihat ke arah gue. "Ye... Maaf... Maaf. Gue lagi sibuk nyari baju Oranye pake kerah gue... Dimana lagi itu...." katanya lalu sibuk ke dalam lemari. Gue maju buat bantu dia. "Udah. Gue udah dapat..." kata gue lalu mengambil Baju Oranyenya dan gue kasih ke dia. "Makasih ya!" ucapnya. 

  Gue dan dia keluar dan turun ke bawah, dan terus ke dapur. Disana sudah ada Ibu dan Ayah dan makanan hangat yang dihidangkan untuk kami makan. "Selamat Pagi, Ibu, Ayah." sapa gue pada Ibu dan Ayah. "Pagi Nak..." jawab mereka balik. Gue sayang sama mereka. Mereka tetap menerima Matt apa adanya, walau mereka tahu Matt punya penyakit yang sukar untuk sembuh. "Pagi Om, Tante..." sapa Matt. "Pagi juga untukmu, Matt..." sapa Ibu. "...Mari duduk..." kata Ayah. Gue dan Matt duduk bersebelahan menghadap Ibu dan Ayah. Kami Berdoa dahulu sebelum makan. Ya, salah satu ajaran Agama yang tak boleh dilalaikan adalah Berdoa sebelum memulai sesuatu. Mohon Berkat Tuhan agar segala sesuatu berjalan dengan lancar. 

  Selesai Berdoa, Ibu langsung memberikan Nasi ke piring gue dan Matt. Gue melirik ke wajah Matt. Dia tampak pucat tak seperti biasanya. Ini mungkin pengaruh 'Bangkitan'nya semalam atau apa, yang jelas dia kelihatan tidak begitu bersemangat pagi ini. Padahal sudah gue kasih obat buat dia minum, tapi tetap saja, dia belum bersemangat. "Nak... Dimakan Makanannya... Kasihan nanti mubazir..." ingat Ibu gue. "Iya, Tante. Nanti Matt makan... Matt hanya kepikiran Mama..." terangnya. "Sudahlah... Mamamu sudah tenang disana, dia pasti lebih sedih jika kamu tidak makan dan penyakitmu lebih parah... Ini Tante tambah lagi oke?" bujuk Ibu. "Makasih Tante... Udah... Ini cukup kok." ucap Matt. Sungguh, Ibu gue sangat sayang pada Matt sama seperti beliau sayang pada gue. Bukan berarti gue iri kasih sayang Ibu terbagi untuk Matt, tapi gue lebih bersyukur karena dimata Ibu, Matt sudah seperti saudara gue sendiri.

AUTHOR POV

  Sarapan pagi mereka cukup berkesan. Kesan hangat menaungi mereka yang duduk makan bersama. Cukup mengobati Matt yang terkena Influenza dari malam tadi. 

"Oh, ya Matt. Om mau tanya... Kalian sebenarnya semalam mau kemana sih? TV nggak dimatikan, pintu kebuka lebar, Piring kotor tidak dicuci.... Sampai-sampai Lampu rumah nggak dinyalakan semua...." tanya Om Sammy. Matt tersedak. "Ini minum dulu..." Nicholas menyodorkan Segelas Penuh Air pada Matt. Dia pun meneguk segelas penuh air itu. "...sebenarnya Om.... Kita mau Dinner di Pinggiran Sungai Thames, rencananya jam setengah tujuh kita berangkat kesana biar nggak kena macet... Tapi...." terang Matt tapi belum semuanya. "... tapi saya keburu 'Bangkitan' tadi malam... ya Nicholas ngebatalin rencananya." sambungnya. Ayah hanya mengangguk. "Dia bikin aku panik Yah tadi malam..." sela Nicholas. "Untung aku cepat ke atas, kalau kelamaan, bahaya nanti...." ucapnya sok Pahlawan. Matt hanya menyengir. 

"Kan Ibu sudah bilang Nicholas... Telepon Ibu kalau ada apa-apa..." kata Tante Rahell. "Habis aku panik Bu... Aku takut Matt keburu...." kicau Nicholas. "Hush!" sergah Matt. Matt menjitak kepala Nicholas. Dia hanya meringis sakit walau sebenarnya jitakkan kepala dari Matt hanya pelan. Om Sammy dan Tante Rahell hanya geleng-geleng melihat tingkah kenak-kanakkan mereka berdua. "Ya sudah... Sekarang... Nicholas kamu antar Matt untuk istirahat. Jangan lupa kasih dia obat biar cepat sembuh..." Ingat Tante Rahell. "Siap Bu..." kata Nicholas dengan mantap. "Yuk!" ajak Nicholas dan membimbing Matt keluar dari dapur menuju kamar.

Sampai dikamar....

"Nih... minum obatnya...." seru Nicholas dan menyodorkan 4 macam kapsul ke mulut Matt. "Iya Iya... Lo kira gue bayi-bayi ngapa disuapin begini, hm?" cekal Matt ketika Nicholas mulai memasukkan kapsul itu. "Lo kan lagi sakit... Harusnya gue sebagai 'Perawat' lo yang layanin... Bukannya elo" bantah Nicholas. Begini lah mereka kalau ada yang sakit. Kenak-kanakkan sekali. Matt akhirnya menelan obatnya sendiri, tapi tetap dalam pengawasan Nicholas. Lucu juga Matt diperlakukan seperti anak kecil oleh Nicholas.

"Minum cepat!" perintah Nicholas. "Iya bawel...." Matt agak jenuh dengan Nicholas yang overprotektif terhadap dirinya, tapi dia bersyukur juga masih ada yang memperhatikan kesehatannya setelah Papanya tentunya. Dia mengambil gelas air hangat itu dan meminum isinya. "Sekarang lo istirahat..." pintahnya lagi. "Ishhh... Iya iya..." kata Matt. Nicholas hanya tertawa. "Jangan bosan sama gue dong... Gue cuma mau buktiin kalo gue bisa merawat elo... jadi ya... gue begini deh..." ucap Nicholas dengan lugu. "Gue nggak pernah bosan sama Sahabat kayak lu... Lu yang the best lah buat gue..." ujar Matt sedikit tertawa. "Udah... Tidur sana..." saran Nicholas. Matt langsung meringsek ke dalam selimut dan tidur. Wajah polosnya ketika tidur seakan tak pernah bosan dipandangi Nicholas. 

  Nicholas sekarang tengah duduk dikursi meja belajarnya. Dia mengambil bingkai foto berisi foto dirinya bersama Matt kala di Bali. "Selama hidup gue, gue nggak pernah bosan sama lu, tahu. Lo itu udah seperti adek gua tahu gak..." ucapnya pelan. "Gue akan tetap selalu jadi Sahabat terbaik lo... Nggak akan terganti..." katanya. Dia mengusap Bingkai itu dan menaruhnya lagi. Karena dia nggak punya kerjaan apa-apa hari ini, apalagi tidak ada tugas dari Kampus, dia memilih tidur dengan Matt. Dia masuk kedalam selimut satunya lagi dan mulai terpejam. Sebelum tidur, sempat-sempatnya dia mengecup dahi Matt dan cepat-cepat tidur. Tante Rahell tersenyum melihat kasih sayang Nicholas terhadap Matt. Nak, Ibu bangga padamu..., ucap Tante Rahell pelan dan kemudian pergi dari pintu kamar anaknya itu.

Bersambung

22.06.2017

21:50 

ChrisCley

The BromanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang