Bagian 3 - Diamond

178 14 0
                                    

Satu persatu peserta Workshop sudah meninggalkan tempat duduknya. Meninggalkan ruangan yang menjadi bisu beberapa waktu lalu.

Ify masih berada di samping penulis terkenal itu dengan tatapan mata kesedihan. Baginya, tak ada lagi yang harus diceritakan. Awal hidupnya di SMA yang seharusnya menjadi awal yang baru menjadi suatu kebodohan sendiri untuknya.

Ternyata ia masih saja bodoh, seperti tiga tahun ia di SMP. Menjalani sendiri rasa suka yang tak pernah ada artinya bagi Rio. Menjalani rasa sakit hatinya melihat orang yang ia suka bersama dengan wanita lain.

Betapa ia harus menahan atas segala gejolak dan perih itu sendiri, bahkan saat masa SMP dan SMA itu berlalu. Saat ia sudah tidak lagi bertemu, saat haitnya masih terpaut dengan satu nama. Ia lagi-lagi melakukan kebodohan.

Tiga tahun saat ini, kebodohan itu sudah menghantuinya. Membuat ia tidak bisa apa-apa, karena cinta mengalahkan segalanya.

"Mbak, meskipun Isult hanyalah pemeran pembantu. Di akhir cerita ialah tetap pemeran utama, meski tak berakhir bersama dengan Tristan. Tapi ialah yang memiliki sisa waktu Tristan. Mbak, kamulah pemeran utamanya." gadis berambut pirang terlihat lebih muda dari Ify itu tersenyum kemudian melenggang pergi.

Ia adalah penonton yang hingga akhir acara selesai, baru ia keluar ruangan. Membisikkan kalimat yang membuat Ify lagi-lagi goyah.

Akukah pemeran utama itu? meski luka selalu menghiasi dan menemani.

Ify melangkah pergi keluar dari gedung ITS yang menjadi tempat acara workshop tersebut. Ia menuruni tangga satu persatu. Hatinya turut menghitung. Satu...dua.. tiga.. bahkan hingga tangga terakhir ia tetap menghitung. Kemudian ia menghentikan langkahnya, mengamati anak tangga terakhir itu dengan senyuman tak dapat diartikan

"Kau yang terakhir. Menjadi pijakan terakhir seseorang untuk menemui hidupnya selanjutnya. Jika kau mampu membawaku kepada kehidupan yang lebih baik setelah ini, bukankah kau pemeran utamanya? Meskipun orang selalu mengabaikanmu, lebih memilih duduk di antara tangga di atasmu. Kemudian memijakkan kaki kepadamu dan meninggalkanmu sendiri. Kaulah pemeran utamanya." Gumam Ify terhadap anak tangga terakhir itu. kemudian kakinya melangkah, dengan segenap keyakinan yang ada. Ify harus kuat.

"Ify!!" seruan itu menghentikan langkah Ify. Seorang wanita muda nan cantik yang sehari tadi duduk di sampingnya. Mengusap penuh kelembutan pada bahu untuk memberi sebuah ketenangan. Memberikan senyuman ketulusan hanya untuk menguatkannya.

"Langsung balik ke Jogja?" tanyanya.

Ify menatap sebentar wanita itu, kemudian mengangguk. "Banyak kerjaan yang harus saya kerjakan, Mbak."

Penulis itu mengangguk, melangkah lebih dekat dengan Ify. "Apapun yang terjadi pada kamu, seberusaha apapun orang untuk menyakiti kamu. Kamu adalah permata yang kuat, tidak hanya memancarkan keindahan yang membuat semua orang iri, melainkan memiliki kekuatan untuk tetap bertahan. Kamu sudah memilih berpijak, maka selesaikan pijakan itu hingga akhir,"

"Permata tidak cocok untuk diri saya, Mbak. Permata membuat orang berusaha untuk memilikinya. Sedangkan saya, hanyalah tempat di mana permata itu diletakkan. Orang akan mengagumi permata itu, tapi tidak dengan saya,"

"Karena itulah. Kamu membuat permata itu semakin menjadi menarik. Jagalah permata itu baik-baik, jangan biarkan orang merusaknya, menghancurkannya berkeping-keping hanya karna tidak boleh ada yang memilikinya. Permata itu untuk seorang pemeran utama, jika seorang pemeran utama tidak memilikinya, bukan dialah orang yang terpilih,"

Penulis itu tersenyum manis, mengusap lembut bahu Ify lagi. Setelah itu ia melangkahkan kakinya pergi. Meninggalkan Ify dengan senyuman yang turut mengembang.

Pemeran UtamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang