Laki-laki itu begitu lihai menangkis Volly yang mendarat hampir mengenai wajahnya.
Namanya Gerio Rahardian, si jago volly, jago sains, dan digandrongi banyak cewek-cewek di sekolah.
Saat jam olahraganya seperti ini, banyak siswi yang berpura-pura izin ke toilet hanya untuk bisa keluar kelas dan melihatnya olahraga.
Sedangkan di sisi lain, di sebuah kelas yang tak jauh dari lapangan, Ify hanya perlu menoleh dan dapat melihatnya dengan jelas tanpa melakukan kebohongan seperti itu.
Kelas yang strategis itu memang menguntungkan. Kelas Ify berhadapan langsung dengan lapangan. Jauh dari ruang guru, dekat dengan kantin yang membuat uang saku selalu habis, dekat UKS yang juga sering digunakan teman-temannya tidur saat jam kosong, dan lumayan dekat dari toilet sebagai tempat kabur saat penat dengan pelajaran di kelas.
Dan saat-saat seperti ini, ia bisa menatap rio tanpa ada yang tahu. Kecuali sih emang Shilla, ia tahu bahwa Ify naksir Gerio.
Dan masa itu adalah masa pertama kalinya ia merasakan jatuh cinta. Jatuh yang sejatuh-jatuhnya hingga ia sadar bahwa cinta itu tidak untuk dirinya.
Lihat saja sekarang, dia berlari keluar lapangan untuk menemui kekasihnya yang berdiri membawa minum.
Gara-gara hal ini, membuat Ify keliyengan. Syndrom galaupun akhirnya menyerang. Benar-benar menjadikannya gadis yang melankolis. Ify yang rese dan periang menjadi Ify yang pendiam dan penyimpan rasa.
Ia lebih sering melamun di dalam kelas. Entah apa yang dipikirkannya, tiba-tiba sering nulis puisi dan lagu yang ujung-ujungnya membuat dia galau. Ikut-ikutan setor puisi ke majalah sekolah yang entah apa tujuannya, tapi puisi itu mampu menyedot perhatian seantreo sekolah.
Dan ujung-ujungnya satu kelasnya memaksa karena penasaran, kabar ia menyukai si jago Volly itu menyebar begitu saja ke seisi sekolah yang entah siapa melaporkannya. Hal itu tentunya membuat Ify malu untuk datang ke sekolah, siapa pula Ify yang berani-beraninya menyukai Gerio si atlet Volly yang pacarnya Siska si jago dance?
Hari-hari Ify penuh penekanan dan pergelokan batin. Membuat ia tidak fokus sekolah, bahkan saat berjalan ia tersandung dan kakinya terluka.
Di saat itulah takdir kembali mempermainkannya. Saat maksud hati untuk melupakan perasaan dan melupakan cinta monyetnya, laki-laki itu tiba-tiba datang bak malaikat penyelamat yang menopang tubuhnya dari ciuman lantai lapangan meski terlambat dan satu lututnya berhasil bercumbu dengan lapangan.
Dan rasa sakit itu tidak terasa ketika dua pasang mata itu beradu. Senyuman di wajah itu meluluhkannya.
"Hati-hati kalau jalan," suara bariton itu menyadarkan Ify.
Ia bergegas menegakkan tubuhnya dengan gugup.
"Lutut kamu berdarah," ucap Gerio menuntun Ify ke tepi lapangan. Ia jongkok memeriksa lutut Ify.
Tanpa banyak bicara, Gerio membuka ranselnya mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna putih. Mengambil sedikit kapas dan dituangkannya betadine serta ditempelkannya sebuah plester bening. Saat hendak menempelkan ke lutut yang luka, Ify berjingkat. Merapatkan roknya.
Gerio hanya tersenyum kemudian menempelkan plester itu di luka Ify.
"Sudah," ucapnya seraya berdiri "mungkin ini hanya sementara untuk menahan sakit. Setidaknya, ia tidak akan semakin sakit jika dibiarkan terbuka."
Setelah mengucapkan itu Gerio pergi meninggalkan senyum yang takkan pernah dilupakan Ify sampai sekarang. Senyuman yang menghangatkan dan membuatnya masih terpaku dengan apa yang terjadi barusan.
Jantungnya semakin berdetak cepat dan cepat. Hingga rasanya terhuyung ke belakang. Ia masih shock dan masih tidak percaya.
Benarkah itu Rio? Gerio yang menolongnya?
Dan seketika Ify berteriak kegirangan hingga lututnya yang terluka kembali teratuk kakinya sendiri.
Ify meringis kemudian tersenyum senang lagi.
Ini tidak akan sementara, tapi akan menyembuhkan untuk selamanya. Batin Ify mengelus lembut plester itu.
****
"Ify!!" seruan Shilla dari belakang itu membuat langkah kakinya terhenti.
Shilla merangkul pundaknya dengan nyengir kuda seperti kebiasaannya.
"Kaki kamu kenapa?" tanya Shilla saat menyadari bahwa Ify berjalan dengan sedikit pincang.
Shilla hendak menyentuh lutut Ify tapi ia nyaris berteriak menghentikannya.
"Jangan!"
Shilla melongo dibuatnya.
"Apa'an sih, Fy? Cuma mau mastiin aja ini parah apa enggak"
Ify memundurkan kakinya saat Shilla hendak menyentuhnya lagi. Shilla yang gemas akhirnya berhasil menyentuh plester itu.
"Shilla!" Ify terpekik. Tidak peduli mata lalu lalang siswa yang hendak pulang sekolah.
"Sesakit itu kah?" Shilla tertawa dibuatnya.
Ah Shilla! kenapa juga dipegang sih. Kan jadi hilang bekas RIo-nya. Gerutu Ify mulai alay.
Kemudian mereka melangkah keluar gerbang sekolah.
Tidak sengaja, mata Ify kembali bertubrukkan dengan mata rio. Ify langsung menciut.
"Ciyee ciyeee yang salah tingkah," goda Shilla
Ify memerah "Apaan sih, Shil. Nanti jadi omongan lagi."
"Haha kamu beneran suka sama dia ya? Sampai segitunya,"
Ify menggeleng cepat "Siapa bilang, itu cuma spekulasi dari berbagai pihak,"
"Fy, lagian dia udah punya pacar ini. Lupain lah cari yang lain, ah biasanya cinta monyet itu akan cepat berakhir kan?"
Ify terdiam. Ini benar cinta monyet kah? Jika iya, ia berharap akan cepat berlalu.
"Udah ah ayo pulang!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pemeran Utama
FanfictionIni lebih menyakitkan dari sekedar backstreet. Saling mencintai namun sembunyi. Sedangkan aku, semua ini nyata, rasaku tidak sembunyi, aku memiliki raganya, tapi tidak dengan hatinya. Membisu tanpa tahu dimana hatinya terbelenggu. Ini lebih gila dar...