Kebenaran yang Lain

319 21 6
                                    

Terkadang, Tuhan itu mempertemukan kita dengan seseorang bukan sekadar untuk saling memiliki. Namun, untuk belajar akan pengalaman hidupnya.

****

"Dia sudah bilang padamu?"

Mendengar reaksi Sivia yang tidak terkejut dan malah bertanya, membuat Ify mengeryitkan dahi.

"Maksud kamu? Jangan bilang kalau..." ucapan Ify menggantung.

Sivia mengangguk. "Aku sudah tahu, Fy. Baru beberapa hari yang lalu,"

Mendengar hal itu Ify tidak percaya. Bagaimana bisa? Jadi, selama ini benar-benar hanya dia yang tidak tahu akan hal itu?

Kantin yang masih lenggang karena belum waktunya istirahat itu hanya berpenghuni Ify, Sivia, juga beberapa siswa yang sekadar membeli minum.

"Dan kamu nggak ngasih tau aku?" nada suara Ify tercekat.

"Aku nggak ada hak buat ngasih tahu kamu, Fy. Shilla atau Rio lah yang berhak melakukan itu,"

Ify tak tahu lagi harus berkata apa. Ia merasa dibodohi selama ini, oleh semuanya bahkan Sivia.

"Itu pun, sebenarnya mereka tidak mau bilang kepadamu. Kalau bukan Kak Gabriel yang memaksa, sampai sekarang mungkin kamu masih belum tahu" ujar Sivia.

Gabriel? Bahkan seorang Gabriel pun tahu. Ingin sekali rasanya bumi merekah saat ini dan Ify di telan hidup-hidup ke dalamnya. Menyembunyikan malu yang tiada tara.

"Don't cry again baby. Ini yang terbaik untukmu"

Gadis di hadapan Sivia itu hanya terdiam, menatap kosong ke arah lain. Entah kalimat Sivia terdengar olehnya atau tidak. Gadis itu, kini bergelut dengan pikirannya.

(^_^)

Semenjak dari kantin tadi, Ify masih saja diam. Langkah kakinya terasa berat ketika harus memasuki kelas, di mana ada Shilla di dalamnya. Ify bingung untuk bersikap. Jika ia marah, ia tak punya hak akan hal itu. toh Shilla tidak merebut Rio darinya. Namun, jika ia bersikap biasa saja, akan terlihat semakin bodohnya Ify. Itu akan jelas-jelas terlihat bahwa Ify terpaksa bersikap baik-baik saja di depan teman-temannya. Andai Ify punya pintu Doraemon, ia akan pergi ke kutub utara menenangkan diri.

Selama pelajaran Ify tidak seaktif biasa, kejadian yang menimpanya membungkam gadis itu. bahkan, ia tidak menanggapi pertanyaan Sivia. Ada terbesit rasa marah di dalam hatinya, rasa kesal karena Sivia tidak memberitahunya dan membiarkannya semakin dalam merasakan perasaan terhadap Rio. Membiarkannya semakin terlihat bodoh di mata Rio juga yang lain.

Hingga bel pulang sekolah berbunyi, tak ada hal lain yang dilakukan Ify kecuali diam. Sesekali ia hanya tersenyum kala Shilla menyapanya, mengajaknya berbicara. Tidak seaktif biasanya. Hari yang cerah itu, seakan runtuh menjadi mendung di hati Ify.

"Kamu pulang bareng aku, Fy?" tawar Sivia.

Ify menggeleng. Tidak menjawab dan terus berjalan menuju gerbang.

"Kamu marah sama kau, Fy?" telak Sivia akhirnya.

Langkah Ify terhenti. Lalu menoleh menatap Sivia dengan tatapn yang sulit diartikan. Mata itu menyimpan kekecewan dan luka.

"Aku pulang sendiri, ada hal yang harus ku urus. Terimakasih untuk tawarannya" ucap Ify dna berlalu membiarkan Sivia terdiam di tempat.

"Jangan sampai hal ini membuatmu lemah, Fy!" teriak Sivia.

Ify tetap melanjutkan langkahnya tanpa lagi menoleh ke belakang. Ya seharusnya memang begitu, ia harus tetap menatap ke depan tanpa harus menoleh lagi ke belakang. Tidak ada hal yang ia dapatkan jika ia kembali menoleh ke belakang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 26, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pemeran UtamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang