Dua peserta yang semula duduk di sebelah Ify kini sudah berpindah kembali di tempat duduknya semula.
Keputusan yang membuat Ify harus menceritakan keseluruhan kisahnya. Bukankah tadi masih awal yang belum menunjukkan bagaimana bodohnya dia? Apakah kisah itu mengatakan bahwa ia bodoh?
Penulis yang memintanya maju ke depan itu memintanya untuk melanjutkan cerita.
Sedikit perih di hati Ify terasa. Ketika luka lama yang sudah mulai mengering di gores lagi.
"Bagaimana dengan masa SMA kamu? Apakah kisah itu berakhir di malam perpisahan?"
Ify lagi-lagi menghela nafas berat. Entah ke berapa kalinya ia lakukan. Sunggingan di wajahnya mengembang. Jika ini bisa membuat kemelut hatinya hilang, Ify akan mencobanya.
"Haruskah aku menceritakan dengan detail? Apakah tidak apa-apa?" tanya Ify kepada bintang tamu tersebut, terlebih kepada ratusan orang yang duduk di hadapannya. Ia merasa ceritanya tadi sangat membosankan.
Tetapi jauh dari ekspektasi Ify, semua orang itu mengangguk. menyerbu untuk melanjutkannya.
"Kalian akan tahu betapa bodohnya aku jika mendengar ini" ucap Ify.
"Sebodoh apapun kamu dalam mencintai, jika itu tidak saling melukai. Itu bukanlah suatu kebodohan"
"Aku bodoh, dan semakin bodohnya aku membagikan kebodohan ini kepada kalian" ujar Ify dengan tersenyum miris.
ÿÿÿ
Dunia ini seperti panggung sandiwara yang juga penuh dengan lelucon. Iya sandiwara sesungguhnya, apa namanya jika bukan panggung sandiwara? Ketika apa yang direncanakan seperti dipermainkan.
Ify tertawa. Menertawai dirinya sendiri. Seperti halnya angin yang bertiup kencang serta hujan yang mengguyur membasahi tubuhnya. Belum lagi suara kodok yang terdengar menyambut hujan. Ah bukan, menyambut penderitaan Ify yang lebih lagi untuk kali ini.
Bahkan semut-semut di dinding yang menjadi saksi kebodohannya turut menertawakannya. Sungguh lucu takdir yang harus di terimanya.
Dirinya kini berada di sebuah gedung bertingkat. Sebuah gedung yang bahkan tidak pernah ia inginkan muncul di dalam mimpinya.
Plakk! Aww! Tamparan tangan di pipinya tidak menyadarkannya dari mimpi. Karena ini memang bukan mimpi. Ini nyata, ia berdiri di depan bangunan SMA Bangsa ini nyata. Jangan dikira ia ingin melebih-lebihkan kebodohannya. Tapi ini benar-benar ia berada di bangunan SMA Bangsa. Menjadi salah satu siswa di sana untuk tiga tahun ke depan.
Tiga tahun yang tidak tahu apa yang harus ia berbuat. Kembali ke tiga tahun silam kah? Semakin buruk kah? Atau ada perubahan nantinya?
Yang jelas, semakin kau mencoba lari dari perasaanmu. Perasaan itu semakin mengejarmu. Dimanapun kau berada dan seberusaha apapun kau melupakannya. Sejatinya, cinta dalam hati takkan sepenuhnya pergi.
Dan inilah panggung sandiwara yang akan dimulai lagi. Lagi dan lagi. Mendapat peran apakah dirinya nanti. Jadi figuran kah? Pasti! Jadi pemeran utamakah? Tidak akan mungkin!
****
Mos selama seminggu itu berjalan begitu saja. Tidak ada yang spesial. Karena Ify berusaha menghindar, untuk tetap diam dan sembunyi. Sembunyi dari siapa saja yang mengenalnya, karena sesungguhnya mereka akan tertawa ketika melihat Ify. Menertawakannya lebih tepat.
Hari pertama sekolah, Ify sengaja berangkat pagi. Entah kenapa, ia sendiri tidak tahu. Setelah mengikuti tes yang menentukan masuk kelas mana, Ify memang sengaja tidak melihat keseluruhan siswa yang sekelas dengannya. Takut-takut laki-laki itu satu kelas dengannya. Bisa mati Ify!
KAMU SEDANG MEMBACA
Pemeran Utama
FanfictionIni lebih menyakitkan dari sekedar backstreet. Saling mencintai namun sembunyi. Sedangkan aku, semua ini nyata, rasaku tidak sembunyi, aku memiliki raganya, tapi tidak dengan hatinya. Membisu tanpa tahu dimana hatinya terbelenggu. Ini lebih gila dar...