PROLOG

10.1K 570 39
                                    

"Put, gue di tembak!"

Putri yang duduk di sebelahku, mendongak. "Serius lo? Sama siapa? Perasaan gue, selama jadi pengangguran, lo nggak ada deket ama siapa-siapa, deh. Kok bisa?" sosornya dengan banyak pertanyaan tak tahu diri.

Saat ini aku sedang berada di KFC bersama dengan Putri yang sengaja kuundang datang dengan alasan untuk sekedar menghabiskan masa-masa senggang yang sebentar lagi akan kami tinggalkan dengan rutinitas perkuliahan.

Putri adalah temanku dan juga sahabatku sejak awal masuk SMA. Meski kami berbeda keyakinan, tiga tahun kami bersahabat, menghadapi suka-duka bersama, mengisi waktu dengan tarik ulur karena bercekcok ria, tapi hal itu tidak lantas merenggangkan eratnya persahabatan kami. Tidak selamanya berteman dekat harus dengan orang yang memiliki keyakinan yang sama, kan? Terkadang tidak selamanya yang sama akan menaburkan benih yang lebih baik. Semua tentu saja tergantung kepada pribadi masing-masing. Jadi, tidak ada yang salah kan berteman dengan seseorang yang berbeda keyakinan?

Aku berdecak, sementara Putri menyinyir dengan wajahnya yang cantik. Ya, satu lagi. Tidak bisa kupungkiri bahwa Putri sangat cantik. Bentuk wajahnya yang oval sempurna dengan mata bulat, serta rambutnya lurus dan halus, yang di sembunyikan dalam jilbab yang dikenakannya. Jadi, siapa laki-laki yang tidak terpesona kepadanya? Bahkan beberapa laki-laki senang mendekatiku untuk mengetahui apa yang disukai oleh seorang Putri. Hello!

"Jangan ngejek, deh! Gue serius, nih. Gue di tembak beneran!" dengusku, sebal.

"Ya, lo di tembak sama siapa, baby?" tanyanya, kali ini dengan wajah serius.

"Lo tahu kan kalau gue pakai akun pencari jodoh itu buat nulis doang di forum?" Putri mengangguk. "Nah, gue masuk tuh di satu grup diskusi. Ya gue enjoy aja nyerocos di sana, eh nggak tahunya ada cowok yang add gue dari grup itu."

"Terus, terus," tanyanya antusias.

"Ya gue acc, lah. Ngobrol lama-lama sama dia, tahunya kemarin dia nembak gue." Putri tersedak ketika dia meminum float-nya. Aku menepuk-nepuk punggungnya. "Makanya minum itu pelan-pelan!"

"Gue kaget kali, Dee. Lo kan nggak pasang foto profil, lah, ngapa doi bisa kepincut ama lo? Lo pakai pelet, ya?"

"Dih najis, ngapain gue pakai pelet buat cowok sosmed? Bagusan nih ya, gue pelet bang Essa kalau begitu. Nggak rugi. Nyata pula," cecarku.

"Lah, terus jadinya lo jawab apa?"

"Gue nggak jawab. Tapi, pas beberapa menit kemudian, dia chat gue lagi."

"Hah?"

"Dia bilang ... nggak mau jawab ya, kalau gitu berarti jawabannya iya. Dan gue resmi punya pacar online, Put!"

"Terus lo yakin?" tanya Putri ragu. "Kali aja tuh cowok cuma modus. Nah, terus dia ajak lo ketemuan dan bawa lo ke club-club malam gitu, terus-- "

"Woi, waras dikit mikirnya, dong, Put. Yakali gue mau secepat itu ketemuan sama dia. Gue mikir dua kali, dong. Secara, gue juga nggak tahu wajahnya dan gue nggak baper sama hasil chat dan love story di sosmed. Jadi kami pacaran tanpa wajah."

"What?" Putri memasang wajah terkejut. "Terus kalau lo udah nyaman dan wajah dia buruk rupa, gimana Dee? Emangnya lo mau?"

"Ya, kalau emang udah takdir mau diapain lagi?"

"Gue doain, deh, semoga itu cowok sama kayak tokoh-tokoh fiksi di novel yang lo tulis. Amin." Doanya. Ah, emang sahabatku ini paling pengertian dan baik hati. Meski tak terpungkiri juga, terkadang dia sangat menyebalkan sampai pengen aku jitak.

"Amiiiinn."

***

300617

Please, Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang