2 | Kopi Darat

4.9K 465 52
                                    

Aku menghembuskan napas lega setelah selesai melewati titik kejenuhan tingkat dewa. Keluar dari kelas, aku langsung menuju ke kantin dan memesan mie ayam beserta es teh manis kesayangan kepada ibu kantin langgananku. Bu Cici.

Seseorang menepuk bahuku. Menoleh, aku mendapati Praska sudah duduk di sampingku dengan cengiran yang tak pernah lepas dari bibir laknatnya. "Ciyeee sendirian aja, Neng. Tukang ojeknya mana?" celetuknya jahil.

Aku mencubit lengannya. "Yang suka peras-peras ternyata juga suka ngayal kalo ngomong," cibirku.

"Kok tahu sih kebiaannya 'aa Pras suka peras-peras? Kamu mau di peras juga yaaaa?" Alisnya bergantian naik-turun, menggodaku. Aku memelototinya, dia menyengir.

Biar kukenalkan satu manusia penuh kenistaan ini. Namanya Praska Abian. Salah satu manusia terdekatku yang paling jahil, yang suka bikin baper anak perawan orang, dan juga manusia menyebalkan setelah Putri. Awalnya, aku sudah berteman dengan Praska sejak bergabung dalam grup sastra di WhatsApp. Ternyatanya, dia adalah seorang mahasiswa tingkat akhir di kampus ini. Juga sudah terkenal menjadi salah satu penulis komik. Ah, kebetulan yang luar biasa, kan? Aku sudah mendapatkan satu teman di kampus ini selain Putri, dan sudah terkenal pula.

Good job!

Dia yang terkenal, Dee, bukannya lo!-- bisik malaikat batinku.

Ya, ya, meskipun bukan aku yang terkenal, setidaknya aku sudah mendapatkan jackpot, karena dekat dengan salah satu artist kampus. Kali aja, ketenarannya bisa menular padaku, lalu mengantarkan satu manusia tampan, ramah, dan kaya raya untukku. 99% itu adalah fiksi yang merupakan imajinasi, dan 1% mungkin bisa jadi kenyataan. Eh, tapi tidak ada hal yang mustahil, kan?

Pesananku datang di bawakan oleh bu Cici. Setelah aku mengucapkan terimakasih, bu Cici langsung melenggang pergi dari hadapan kami. Saat aku menyuapkan mie ayam kemulut, Praska mencolek lenganku. "Eh, hari ini rumah puisi ngadain kopdar nih. Ikutan, yuk!"

"Kayaknya baru minggu lalu deh kopdarnya, ya masa kopdar lagi?" tanyaku. "Nggak ikut dah gue kali ini. Nggak ada motor. Males gue naik kendaraan umum."

"Lah, teyuusss gue ini dianggap apaan, sih, Dee? Makhluk halus?" tanyanya dengan wajah tersinggung.

"Keset banget muka lo!" cibirku.

"Yakali keset, Dee. Es teh manis lo aja kalah sama manisnya gue," jawabnya kalem. Aku tersedak. Dia langsung menyodorkan es teh manisku. "Baru juga gue bilang kalo gue manis kayak es teh manis lo, eh, lo udah tersedak. Gimana ya nasib lo, kalo gue bilang mirip Aliando? Apa mungkin lo bakalan pingsan?" Praska tampak berpikir.

Rasanya, aku ingin berkata kasar!

"Jadi, gimana, nih? Ikut ya, ya, ya?" tanyanya penuh permohonan.

"Jemput gue naik mobil, atau nggak sama sekali."

"Deal!" jawabnya, cepat. Praska kemudian celingak-celinguk melihat kanan-kiri. "Putri mana?"

"Belum keluar kayaknya. Kenapa?"

Dia nyengir kuda. "Mau ngajakin sekalian. Lumayan, dapat 2 bidadari sekaligus. Kesempatan emas nggak boleh dilewatkan!"

"Dasar buaya darat!" cibirku.

"Kalau nggak di darat ya di air buayanya, Dee. Suka-suka buaya. Bebasss!" celetuknya gamblang.

Ini anak butuh diperiksa ke psikiater sepertinya.

Aku melihat Putri berjalan mendekati meja kantin yang kami duduki. "Tuh, panjang umur orangnya."

"Wuih, kesayangannya Aa Praska udah datang. Eh," celetuknya.

Please, Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang