"Put, habis mandi mending lo istirahat aja hari ini di kost gue," kataku sebelum Putri beranjak ke kamar mandi.
"Gue ada kuis hari ini, Dee," balasnya. Aku menatap Putri yang sejak tadi menundukkan kepala, menutupi wajah pucatnya. Tadi sebelum dia bangun aku sempat memeriksa suhu tubuhnya. Dia demam.
"Tapi lo lagi nggak enak badan, Put." Aku masih mencoba membujuknya.
Putri menggeleng pelan. "Gue nggak apa-apa."
"Yaudah, deh. Gue nyerah. Sebanyak apapun gue ngelarang lo, hasilnya tetap nihil. Kan lo keras kepala," ledekku.
"Kayak lo nggak aja," sindirnya. Bibirku berhasil mengerucut dan Putri menggerakkan bibirnya, tertawa kecil. Syukurlah, Putri bisa tertawa pagi ini. Sepertinya aku harus mengundang mahasiswa tingkat akhir untuk makan siang di kantin hari ini.
"Dee," panggilnya.
"Hm," Putri mengambil salah satu tanganku dan matanya menatapku penuh permohonan.
"Jangan pernah kasih tahu hal ini sama mama dan papa gue ya!"
Aku menatapnya tak mengerti. "Gue nggak ada hak buat kasih tahu itu ke mama dan papa lo. Tapi, apa maksudnya lo nyuruh gue jangan kasih tahu? Lo mau ngerahasiain ini dari mama dan papa lo, terus tetap nikah sama laki-laki bejat itu?"
"Nggak. Gue nggak akan nikah sama dia."
"Terus, alasan lo nolak lamaran dia nanti apa, Put?" tanyaku, menggenggam tangannya erat. Jujur aja, aku nggak nyangka kejadiannya bakalan seperti ini. Sudah berapa kali aku bertanya, kenapa ada laki-laki sebejat itu di dunia ini? Aku cuma masih tidak habis pikir, apa sih yang dipikirin si Aji bangsat itu sampai tega memperkosa tunangannya sendiri? Hm.
"Aku yang bakal tanganin ini sendiri, Dee. Yang penting jangan pernah kasih tahu ke siapapun, terlebih lagi sama mama dan papa gue."
"Iya." Aku nggak mau janjiin hal ini sama Putri. Aku takut kalau dia malah bertindak bodoh karena tidak berani cerita ke orang tuanya dan malah jadi menikah sama laki-laki bejat itu.
**
Aku sudah mengundang Praska makan siang bersama di kantin tadi pagi. Kebetulan aku dan Putri sampai duluan, jadi kami langsung memesan makanan tanpa menunggu Praska. Rupanya dia panjang umur, baru saja kami akan memesan dia sudah datang menghampiri kami.
"Yeee, dasar. Yang ngundang makan siang bareng siapa, eh, malah ngeloyor duluan pesennya. Kalau gitu, pesenin gue sekalian ajalah, pelus dibayarin ya!" omelnya, tapi ujungnya minta jatah traktiran. Enak aja.
"Ogah, yeee. Pesen dan bayar sendiri, dong! Penulis komik kok kere, sih. Ih," ledekku.
"Lah, kan neng yang ngundang ane makan siang. Ini bukan makan siang gretongan, ya?" tanyanya sok polos.
Aku menoyornya. "Mimpi dari mana lo dapat makan siang gretongan?"
"Lah, ya kan gue pikirnya gitu, Beb. Makanya gue langsung cepet-cepet ke sini nyamperin kamyuh," katanya manja. Pengen aku getok lagi anak satu ini, sayangnya aku kasihan sama yang mengantri di belakang kami. Wajahnya sudah tampak ingin meledak.
"Bab-beb kampretmu. Dasar manusia lebay. Sana pesen, nggak usah sok manjah harus di pesenin!" Aku langsung menarik Putri yang daritadi menunduk ke tempat duduk yang kosong dan membiarkan Praska memesan pesanannya.
Beberapa menit kemudian, Praska datang bersama dengan pesanannya. Kami bertiga mulai memakan makanan kami, hanya saja baru beberapa kali suapan yang masuk ke dalam mulutnya, Putri malah mengaduk-ngaduk nasinya dengan wajah menunduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Stay With Me
Teen FictionMungkin status jomblo akan terus meratu dalam dirinya. Hingga sampai pada tahap yang mengkhawatirkan, suatu ketika membawanya terjun ke dalam dunia akun pencari jodoh, karena ada melaporkan bahwa hasil karangan-novelnya telah diplagiat. Tanpa sadar...