5 | Eh, Gara?

3.6K 445 17
                                    

Aku tidak paham kesalahan apa yang kulakukan selama aku duduk di bangku kuliah hingga aku menerima kesialan tak masuk akal seperti beberapa waktu belakangan ini. Kenapa aku kembali dipertemukan dengan senior triplek ini untuk kesekian kalinya, coba? Apa salahku? Ada yang bisa memberitahuku! Oh, atau ini hanya kebetulan? Tapi, kebetulan macam apa ini?

Saat ini, kami sudah berada di dalam food court. Bang Essa dan bang Davi mengobrol dengan kak Via, sementara si wajah triplek itu tidak mengeluarkan suara sejak tadi. Sama sepertiku, hanya diam dan sibuk memandangi sepatu sport-ku yang saling beradu di bawah meja demi menghindari si wajah triplek yang duduknya tepat berhadapan denganku.

"Tumben kamu diem aja, Dee? Sakit gigi?" tanya bang Essa. Aku menoleh sambil mengulas senyum tipis kepadanya yang duduk di sampingku.

"Kalo sakit gigi, aku nggak bakal pesen seporsi batagor kali, Bang." Aku melirik Anggara dari ekor mataku. Kurasakan dia memperhatikanku. Saat aku menoleh ke arahnya, dia langsung membuang muka. Dih, aneh banget kan ini orang.

"Terus kenapa diem aja?" tanya bang Essa lagi. "Tumben nggak krasak-krusuk kayak kopdar kemarin?"

"Yah, nggak apa-apa," jawabku seadanya. Gimana aku nggak milih diam, sih? Mood-ku sudah rusak gara-gara ketemu sama si senior triplek ini. Lagian kok bisa si triplek ini sepupuan sama kak Via? Dan lagi, kenapa harus sama dia dan dia lagi, coba? Masa iya stok cowok ganteng di dunia ini cuma sedikit? Entah kenapa, aku jadi sedikit percaya sama pepatah yang mengatakan bahwa dunia ini hanya sebesar daun kelor? Apa benar? Padahal dunia ini kan luas. Bumi ini besar. Tapi, kenapa dia dan dia aja orang yang terus kutemukan secara tidak sengaja?

"Oh, atau karena senior kamu ini, ya?" goda bang Essa. "Kamu naksir sama dia, ya, makanya jaim kayak begini?" Aku mencubit perutnya bang Essa. Dia mengaduh. "Aduduh, kamu kenapa sih, Dee? Main nyubit-nyubit aja itu tangan."

"Bang Essa ngeselin, mah. Siapa juga yang mau jaim sama ini orang?" Aku menunjuk Anggara dengan tatapan tajam mataku. "Ogah, amit-amit. Mending aku jaim sama Giorgino Abraham kalee. Lebih keren."

"Jiahh, emangnya Giorgino Abraham mau sama kamu, Dee?" tanya bang Davi dengan nada mengejek. Aku langsung mendelik sebal.

Kak Via yang hanya tertawa sedari tadi, akhirnya angkat suara. "Hati-hati, Dee. Amit-amit bisa berubah jadi imut-imut, loh."

Belum sempat membalas, pesanan kami semua tiba. Aku menerima sepiring batagor dengan es teh manis di hadapanku. Nikmat mana lagi yang kamu dustakan hari ini, Dee? Oh tunggu-tunggu, ada kok nikmat yang patut kamu dustakan hari ini! Yah, yang bagian ini nih, bertemu dengan senior triplek. Tapi peduli apa, yang penting makananku sudah datang dan siap di santap. Setelah kenyang, tinggal pulang. Urusan ketemu wajah triplek ini, tinggal ucapin good bye, deh! Yeah.

"Tapi, kok kelihatannya kamu nggak suka gitu sama Anggara sih, Dee? Kalian ada masalah?" tanya kak Via, membuat aku tersedak saat aku mengunyah batagor pertamaku. Si triplek mengulurkan gelasku yang berisi es tes manis, aku lantas langsung menerimanya dengan sedikit sentakan kasar. Aku mendelik sebal, saat melihatnya malah tersenyum mengejek. "Nah, kan. Ada yang nggak beres, nih. Kalian pacaran, kan? Terus kelakuan permusuhan kalian kayak gini gegara habis putus, kan, kan?"

"Apaan sih, Kak? Aku tuh nggak pernah pacaran sama dia. Ih, ogah!" balasku, sebal.

"Ogah, ogah, tapi entar nagih, Dee!" celetuk bang Davi tiba-tiba sambil tertawa.

"Kelelawar nggak usah berisik siang-siang, deh! Ngeselin, ah." balesku, jengah.

"Gara, kamu nggak mau ngomong apa-apa sama pacar kamu ini?" tanya kak Via kepada ... ehh? Siapa?

Please, Stay With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang