Epilog (1) ~

10.9K 690 6
                                    

Tolong jangan bahas Short Story ya... Masih dalam penulisan dan ga tau kapan selesainya, agak kurang mood melihat kondisi sosmed yang geger, ide bahagiaku lama-lama menghilang dan harus aku bangun kembali moodnya tapi belum sempat.. 😂😂😂 #apadah ah..

~~~~~~^^^^~~~~~~~~

Prilly menggerutu di dalam kamar, airmatanya kembali mengalir membasahi wajahnya, langsung ia hapus dari wajahnya. ia mengambil foto yang diabadikan Bagas dulu saat mereka berfoto di Korea. Hasil foto polarpid berada di Ali. Hampir Prilly melempar foto tersebut, tapi ia akhirnya tak sanggup melemparnya tapi ia peluk kembali.

 Hampir Prilly melempar foto tersebut, tapi ia akhirnya tak sanggup melemparnya tapi ia peluk kembali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Prilly terduduk kembali, mendorong foto tersebut menjauh darinya. "Ih, cowo nyebelin!!" teriakan Prilly membuat orang tuanya yang mau masuk ke kamar kaget.

Prilly terkejut ketika pintu kamarnya dibuka. "Prilly kamu kenapa?" Misha bingung melihat Prilly.

"Kamu teriak gitu kenapa?" Petra juga bertanya bingung.

Prilly menangis melihat kedua orang tuanya. "Mamaaaaa, Paaapaaa, Ali mana, udah dua minggu dia ga ke sini, masa nyiapin pernikahan Prilly sendiri?"

Keduanya menggelengkan kepalanya bingung. Tak bisa mengatakan kerjaan sang calon menantu karena dilarang. "Yang penting dia tetap telepon kamu kan?"

"Apanya, dia sering banget handphonenya ga aktif," Prilly masih menggerutu marah.

Deringan handphone yang terdengar membuat Prilly menoleh melihat handphonenya. Disitu terpampang nama 'Mas Putra'. Nomor yang dulu sering meneleponnya kembali digunakan. Nomor ketika ia kenal sebagai Ali tak pernah digunakan lagi karena digunakan ojek online yang sudah dilarang keras oleh Andra.

"Sudah, sekarang kamu angkat, jangan nangis ga jelas kayak gitu!" kedua orangtuanya menutup pintu membuat Prilly mengambil handphone tersebut kasar.

"Siapa kamu?" Prilly bernada ketus mengangkat telepon tersebut.

Ali menjauhkan telepon saat mendengar suara melengking Prilly. "Kenapa lagi, Pril?"

"Apa, apa, kenapa kamu bilang?" Ali meringgis mendengar suara Prilly.

"Tiap telepon, kamu marah, aku ga telepon, kamu marah, aku bingung harus gimana," Ali melembutkan suaranya, jika sama-sama keras akan berakhir lebih runyam baginya.

"Kamu peka donk, kita ketemu, aku capek, aku persiapin semua sendiri, emang kamu kira enak apa ngecek gedung, catering, ga ada yang bisa bantu aku," Ali kembali menghela nafas.

"Aku ga bisa!"

"Nggak bisa terus, ih, kamu... aku.... benci sama kamu, kamu... hiks.. kamu.. ga usah ke sini lagi," suara Prilly terputus putus menahan sesak di dadanya.

Prilly menenggelamkan wajahnya dibantal. Ia tidak perduli siapa yang membuka pintu, ia tetap memasang aksi marahnya pada Ali. Semenjak di mana hari mereka bertemu dan saling tahu mereka adalah calon tunangan. Ali tak pernah datang menemuinya, hanya sesekali menelepon, tiap ia yang menelepon selalu tidak aktif sedangkan ia di berondong oleh mamanya dan Ali untuk mempersiapkan pernikahan. Ia hanya butuh perhatian seperti pasangan lain.

Supir, I Love You (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang