Chapter 25

4.4K 681 92
                                    

Semenjak pulang dari kampus Taehyung mengurung diri di kamar. Bahkan untuk makan rasanya tak bernafsu sama sekali—terakhir kali makan siang, tanpa sarapan. Yang ia lakukan hanya terbaring di kamar, mencoba untuk tertidur—usaha yang tak berhasil karena pikirannya masih melayang memikirkan seseorang.

Hatinya berdenyut nyeri. Kenapa ... rasanya lebih menyakitkan dibandingkan dengan sakit yang dialaminya secara fisik?

Taehyung menutup wajah dengan kedua tangannya. Ia menahan diri untuk tak menangis. Kim Taehyung bukan lelaki cengeng yang menghabiskan waktu semalaman untuk menangisi seseorang. Ia juga harusnya tak menyesali keputusannya sendiri yang telah mengakhiri hubungan.

Tetap saja, tidak menangis membuat dadanya terasa sesak.

Apa keputusan yang telah diambilnya ini salah?

Apa seharusnya Taehyung tetap mempertahankan hubungan mereka, sampai Jungkook sendiri yang mengakhirinya?

Jika seandainya waktu bisa diulang kembali, apakah Taehyung akan mengubah kedaan, membuat semuanya seolah baik-baik saja?

Berhenti. Jangan memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang tak akan pernah terjadi. Semua telah berlalu dan Taehyung yang harus menghadapi konsekuensinya; seberat apapun, ia tetap harus menjalaninya.

Taehyung menenangkan diri dengan mengambil napas dalam-dalam. Walaupun hatinya terasa nyeri paling tidak deru napasnya teratur. Ia mengambil ponsel yang cukup lama ia tak memeriksanya. Refleks ia mengecek pemberitahuan. Banyak pemberitahuan masuk. Banyak yang mengiriminya pesan. Namun tak ada nama yang biasa muncul di sana.

Tak ada nama yang biasa ia tunggu-tunggu sapaan, balasan, candaan, maupun kekhawatiran darinya. Tangan Taehyung bergerak untuk mengecek kontak favoritnya. Tak ada lagi header yang menampakkan wajahnya—hanya hitam. Tak ada lagi namanya tertulis di sana.

Sakit, sungguh.

Taehyung menekan cukup lama nama Jungkook di daftar ruang obrolan. Terpampang option delete di layar, namun tak lama kemudian ia menekan tombol back. Ia mengurungkan niatnya; tak ingin menghapus obrolan mereka—ia masih belum siap untuk melakukannya.

Apa lagi yang diharapkan, Kim Taehyung? Semua sudah berakhir. Bahkan dengan jelas ia sendiri yang meminta Jungkook untuk tak menghubunginya lagi. Tapi kenapa jauh di lubuk hatinya ia ingin Jungkook menghentikan kemauannya dan tetap berusaha menghubunginya?

Bodoh. Sudah berkali-kali ia mengingatkan diri untuk tidak berharap lebih. Jangan memikirkan dia lagi.

Taehyung memejamkan mata sesaat. Ketika ia kembali membuka mata pandangannya teralih pada pesan lain.

Bobby

Woy tae
Dipanggil2 di grup kls lo gk nyaut
Ini abis evaluasi yg lain pada mau ngerayain festival kemaren
Lo dimana?
Ikut ke club ga?

Jam brp?
Bisa jemput gw?
Males bawa motor

½ jam lagi lah
Siap2 dulu ae sono
Gue kabarin lg klo udh otw

Siipp


Biasanya Taehyung menolak ajakan teman-temannya untuk minum. Bukan sekali dua kali anak seni pergi ke club atau minum-minum sekedar untuk mencari inspirasi—berkarya dalam keadaan setengah sadar. Tapi kali ini, hatinya sedang kacau. Bahkan untuk berpikir rasional saja tak bisa.

Bukankah dengan meminum alkohol ia akan melupakan rasa sakitnya? Sekali ini saja, Taehyung ingin terbebas memikirkan Jungkook—walau hanya sesaat. Itu lebih dari cukup.

Klinik Mantan [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang