KEHANCURAN

7.8K 288 12
                                    

Sudah 4 hari ini Shilla tak bermain ke rumah Ify, bahkan ia juga tak mendengar kabar sedikitpun mengenai gadis itu. Apa dia baik-baik saja? Bagaimana jika terjadi sesuatu padanya? Bagaimana jika suaminya itu mencelakainya? Dan bagaimana jika Agni juga ikut melakukan hal yang negatif pada Ify?

Pikiran Shilla tidak bisa jernih sekarang, ia mengambil ponselnya yang ada diatas tempat tidur kemudian mengetik pesan yang akan dikirimkan untuk seseorang. Lalu ia mengambil jaket dan menyambar kunci motornya pergi ke rumah Rio.

"Heii.... Mau kemana kau?" Tanya Gabriel yang sedang membaca koran di teras depan.

"Ada urusan sebentar" Jawab Shilla tanpa memandang kakaknya itu.

Shilla menaiki motornya kemudian mengendarainya dengan pelan. Mau ngebut? Dia harus siap menaruhkan telinganya karena ocehan kakaknya itu nanti.

***

Via dan Alvin kini sudah berada di cafe 21, Alvin yang mengajak Via kemari alasannya sih karena dia ingin membicarakan kasusnya yang beberapa hari lagi akan dibicarakan kembali di pengadilan.

"Ehmm Vi, bagaimana kasus ku? Apa kau bisa menanganinya? Kalau kau tidak bisa, aku akan mencari pengacara lain. Karena ku lihat dari tampang mu yang mirip ikan lohan ini, kau tidak mungkin bisa memenangkan kasus ini" ucap Alvin sambil mengaduk jus alpukatnya dengan sedotan.

"Halloo... Saudara Alvin yang terhormat. Jangan remehin seorang Via ya, meskipun muka aku mirip ikan lohan tapi kau harus tahu satu hal..." Via menggantungkan ucapannya.

"Apa?" Tanya Alvin menunggu jawaban Via.

"Kau tahu saudara Alvin, aku sudah lama menjadi seorang pengacara" ucap Via, kemudian memasukkan daging BBQ ke dalam mulutnya.

"Benarkah? Berapa lama? Tiga tahun? Lima tahun?" Tanya Alvin lagi.

"Satu tahun lebih satu hari" kata Via dengan bangganya.

Kini Alvin menatap Via cengo, bahkan daging rawon yang sudah ada di mulutnya kini kembali ke atas meja disertai air liurnya.

"Heh baru setahun saja kau bangga?" Ucap Alvin tak percaya dengan gadis di depannya ini sepertnya dia salah memilih pengacara.

Setelah itu keadaan hening, hanya suara pisau dan garpu yang terdengar. Jaman sekarang sendok jarang digunakan untuk makan di restoran, terutama yang menyediakan menu masakan daging, banyak orang yang memilih pisau dan garpu untuk makan.

"Ah iya, ku dengar-dengar kau pemilik rumah sakit Jotama? Apa itu benar?" Tanya Via, kini mereka sudah selesai makan.

"Aku akan meralat ucapan mu itu. Rumah sakit Jotama adalah rumah sakit milik kakek ku bukan milik ku, aku hanyalah ahli waris saja." Jelas Alvin.

Via mengangkat alisnya sebelah, kenapa pemuda di hadapannya ini lebih memilih menjadi juragan ikan dibanding dokter? Dasar pemuda yang aneh, batinnya.

"Kenapa kau lebih memilih dipanggil juragan ikan daripada dipanggil pak dokter? Bukankah pekerjaan dokter itu sangatlah bagus, memakai jas putih, menyembuhkan penyakit, membantu nyawa banyak orang, bahkan dokter itu terlihat berwibawa meski umur mereka tak lagi muda." Ucap Via, ia bingung apa yang ada dipikiran clientnya ini.

"Ya aku lebih suka saja dipanggil juragan ikan dari pada pak dokter, karena aku lebih senang merawat ikan daripada merawat pasien. Ikan itu sudah seperti keluarga ku sendiri, dan aku sayang sama ikan-ikan ku" kata Alvin, Via lagi-lagi dibuat bingung oleh Alvin. Apa otak pemuda di depannya ini sudah konslet? Atau mungkin sudah rusak?

"Kau ini dasar pemuda an....." Ucapan Via terhenti saat Alvin tiba-tiba berbicara.

"Ahh, aku lupa." Kata Alvin memukul dahinya seperti baru teringat sesuatu.

MENUNGGU [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang