Chasing You (Niall Horan)

995 53 1
                                    

This story comes from NaomiAverell! Hope she enjoyed it! xx



"Look, Ave. He's totally flirting with you." Rebecca dan teman-temanku yang lain menertawakan Niall yang jelas-jelas bertindak bodoh—untuk yang kesekian kalinya—hanya untuk menarik perhatianku.

"Sudahlah, Ave. Terimalah Niall. Buat ia menjadi pacarmu walau hanya sehari saja." Luna tertawa setelahnya.

"That's not funny, Lun. Aku bukan gadis yang suka mempermainkan perasaan." Kataku padanya.

I barely know him. Mungkin Becca dan Luna yang selalu menggodaku saat mereka memergoki Niall sedang memperhatikanku. Mereka berdua berasumsi bahwa Niall menyukaiku. Tetapi aku sama sekali tidak! Kenal saja tidak, kenapa aku harus menyukainya?

Well, he's cute. But he's freak, FYI. Ia selalu bertingkah bodoh untuk menarik perhatianku. And it annoys me, FYI.

"Earth to, Ms. Averell!" Luna menjentikkan jarinya sehingga membuatku tersadar dari lamunanku. "Tell me, did you just dream about you and Niall?" Godanya.

"What?! No. There's no possible way that I would dream about that freaky-blonde, Ms. Mcknight." Balasku.

"Oh really?" Aku hanya mendengus kesal dan meninggalkan mereka berdua yang menertawakanku di kafetaria.

Kau tahu? Aku kadang meragukan mereka adalah sahabatku atau bukan karena mereka terlalu sering menggodaku dengan hal-hal bodoh barusan. They knrw it annoys me but they just won't stop!

And the point is, he knew it annoys me but he just won't stop looking at me and do all the stupid-plus-freaky-things.

**

"Ave, ada temanmu yang mencari." Sontak aku meninggalkan konsentrasi pada tugas matematika tentang limits saat ibuku membuka pintu kamarku, kemudian aku mengalihkan pandanganku pada jam dinding.

Pukul 9. Teman yang mana yang berani mencariku ke rumah pada pukul 9 malam?

"Baiklah, bu. I'll be downstairs in a few sec." Aku menutup catatan matematikaku dan membereskan meja belajarku terlebih dahulu.

Tetapi betapa tercengangnya aku ketika melihat pria berambut blonde duduk manis di teras depan rumah. Daimana ia tahu rumahku?

"Oh hai." Ia tersenyum lebar layaknya bocah berusia 5 tahun.

"Hi..?" Sapaan itu lebih terdengar seperti pertanyaan. Aku benar-benar tidak mengerti bagaimana ia bisa mengetahui letak rumahku.

"Oh maaf, aku kesini untuk menanyakan tugas matematika."

Oh?

"Seingatku kita tidak sekelas dan kau berada di program science bersama Becca." Jawabku kemudian.

"Tidak. Um, maksudku, iya itu benar. Tetapi aku bisa membantumu jika kau mau."

Membantu?

"Thanks but I guess no." Ujarku, ia mengangguk lalu menggaruk tengkuknya yang kuyakini 100% tidak gatal.

Hening.

"Okay, then if you don't have anything else to say—"

"I like you."

He what?

"A lot."

"Is that supposed to impress me? By saying you like me?" Tanyaku kemudian.

"No, I mean it. I like you. Like a lot."

Well in this case Becca and Luna was right. But then I still barely know him! And he such a freaking guy, and also annoying!

One ShotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang