Chapter 13 - A Little Truth

2.1K 193 0
                                    

   "Kenapa kamu baru datang?" Perempuan dengan rambut yang mulai memutih dan bertubuh kurus itu segera menghampiri Hans yang berdiri di ambang pintu dan diapit oleh kedua pengawalnya.

  Hans memberi isyarat agar kedua pengawalnya keluar lalu, Hans memasuki kamar sempit dan pengap itu setelah menutup pintu. "Saya sibuk. Bagaimana kabar kamu?"

  "Saya baik-baik saja." Jawab Thalia lembut. "Bagaimana kabar Bella?"

  Bella tersenyum tipis. Bahkan saat-saat seperti ini pun mamanya masih menanyakan kabarnya. Seandainya Thalia tau kalau Bella sudah mati, mungkin dia akan menangis berhari-hari dan tidak mau menyentuh makanannya.

  Hans mengerang, "Berhenti menanyakan kabar Bella."

  "Kenapa?" Tanya Thalia penasaran. Dia sangat merindukan putrinya satu-satunya. Sudah berbulan-bulan dia tidak bertemu dengan Bella. Thalia sangat merindukan Bella, tapi Hans tidak pernah mengizinkan Thalia bertemu Bella. Sebenarnya dimana Bella? "Bella masih hidup, kan?"

  "Berhenti menanyakan Bella!" Nada suara Hans meninggi dan membuat Thalia mundur satu langkah. Hans tidak bermaksud untuk membentak Thalia. Dia hanya pusing jika Thalia terus menerus menanyakan tentang Bella. "Saya pergi. Saya masih banyak pekerjaan."

  Biasanya, Thalia akan menahan Hans, tapi kali ini Thalia hanya diam sambil menatap laki-laki itu keluar dari pintu. Thalia tidak akan tinggal diam jika sesuatu terjadi kepada putrinya. Dia tidak akan memaafkan Hans selamanya. Thalia rela dikurung di kamar sempit ini selamanya asalkan Bella baik-baik saja. Tapi, Hans tidak pernah memberitahu bagaimana kabar Bella. Thalia tidak pernah lagi melihat wajah cantik putrinya. Thalia sangat merindukan Bella.

  Thalia duduk di pinggir tempat tidur lalu, menutup wajahnya dengan kedua tangan. Air mata mulai mengalir di pipinya. Dia memikirkan masa lalunya. Thalia mulai berpikir dia pernah berbuat dosa apa hingga dia harus mengalami semua ini. Thalia berpikir apa yang membuat laki-laki seperti Hans yang dulu baik hati berubah menjadi kejam dan tidak berperasaan. Jabatan? Harta? Sandra? Atau mungkin ketiganya?

  "Ma, Bella disini." Bisik Bella sambil duduk di samping mamanya. "Bella selalu datang mengunjungi mama setiap hari. Bella sayang mama. Bella ingin menunjukkan diri Bella yang sekarang, tapi nggak bisa. Bella ingin memeluk mama. Bella ingin kita sama-sama lagi seperti dulu. Bella sangat menyayangi mama. Bella juga merindukan mama. Bella janji akan berusaha membebaskan mama dari sini."

  Seandainya Bella bisa menangis, dia yakin pasti air matanya sudah mengalir saat ini. Dia sangat menyayangi mamanya. Hal ini menyiksa dirinya. Sangat menyiksa hingga dadanya terasa sakit ketika melihat Thalia menangis memikirkan anaknya. Bella harus segera membebaskan mamanya. Bastian harus datang kesini. Bella harus membiarkan Bastian masuk dan menjelaskan kalau Bella sudah tidak ada. Kalau Bella sudah mati. Tapi, apa Bella sanggup melihat mamanya menangis? Apa Bella sanggup melihat reaksi mamanya setelah mengetahui kalau putrinya sudah mati?

  Thalia masih menangis dan Bella hanya bisa memandanginya seperti yang biasa dia lakukan. Berusaha menenangkan pun tentu saja sia-sia. Bella tidak terlihat. Thalia tidak bisa melihat putrinya sedang duduk di sampingnya saat ini. Thalia tidak bisa melihat putrinya selalu mengunjunginya setiap hari.

  "Lalu, bagaimana dengan Thalia?" Tiba-tiba Bella mendengar suara pengawal dari balik pintu. Dengan cepat Bella bangkit dan berdiri di samping pengawal itu yang sedang duduk di sofa sambil menelepon seseorang. "Bagaimana kalau dia kabur?"

  Pengawal itu tampak bingung dan menatap pintu kamar Thalia. "Baiklah. Saya akan segera kesana."

  Pengawal bertubuh tinggi tegap itu segera mengunci pintu kamar Thalia. Dia mengeceknya berkali-kali hingga yakin kalau sudah terkunci lalu, keluar dari rumah kumuh dan tidak terawat ini.

I'm In Love with A Shadow [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang