Vio sengaja datang sepuluh menit lebih awal. Dia tidak ingin telat. Apalagi, mengingat ancaman Bagas yang katanya tidak akan mengembalikan bukunya jika ia telat.
Gadis itu melirik ke sekitar café--setelah memesan dan mendapatkan pesanannya tentunya--, mencari spot yang sekiranya dapat terlihat ketika orang masuk.
Ia melangkah menuju meja yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Menyimpan minumannya, kemudian mengambil ponsel memberi tahu Bagas bahwa ia telah sampai.
Sekitar lima belas menit menunggu, akhirnya Bagas sampai juga.
"Siapa yang ngaret, nih." Lontar Vio ketika cowok itu baru mendudukan dirinya.
Bagas menyengir tak bersalah. "Sori, tadi agak macet soalnya."
Tak ingin basa-basi, Vio menjulurkan tangannya. "Mana buku gue."
"Santai, Mbak. Gue baru sampe udah ditagih."
"Cepetan siniin," paksa Vio.
Bagas mengambil buku yang dimaksud Vio dari dalam tas. Entah habis dari mana sampai Bagas harus mengenakan tas sebesar itu.
"Nih." Belum benar-benar menyodorkannya, namun buku itu langsung ditarik cepat oleh Vio.
Vio membuka-buka halaman bukunya sekilas, apakah ada yang bertambah atau berkurang.
Vio rasa tidak ada.
Tapi, tunggu. Seperti ada yang ganjil. Ia kembali memeriksa bukunya lagi, kali ini dengan perlahan.
Matanya terbelalak melihat catatan terakhir yang ada di bukunya. Jelas itu bukan tulisannya. Ia membacanya dengan tak karuan.
"Gas." Nadanya ragu, tapi ia coba melanjutkan, "Lo ... baca semuanya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Elegi dalam Rumah ✔
Short StoryOh! Aku menyesal telah menulis di tempat umum dan teledor meninggalkan buku di tempat itu. Jadi aku harus bertemu dia lagi. Iya, dia, Gaizka Bagaskara. Mantan gebetanku. Copyright ©2017 by snh-tata