Part 10. Baikan

265 19 2
                                    

***

Airin pov

bel pulang sekolah telah berbunyi dari lima menit yang lalu.
Rasa bersalah menyelimuti hatiku. Bagaimana tidak, aku tidak mengakuinya sebagai pacar, tapi aku malah mengakuinya sebagai teman.
Aku memang lemah. Terlalu banyak rasa takut yang aku rasakan, aku merasa seperti pengecut.
"Airin aku masuk kelompok kamu ya?" Permintaan Jasmine dan langsung ku anggukin.
Aku tersenyum kearah Jasmine dan dia pun membalas senyumku.
"Makasih ya kamu udah mau jadi temen aku, walaupun harus sembunyi-sembunyi." Ucapku tulus.
"Airin! menurut aku, kamu itu orang yang sangat baik. Jadi kenapa harus menjauhi mu." Ucap Jasmine membuat terkesima.
"Oh iya Rin. Sekarang pulangnya sama aku ya? Aku mau main kerumah kamu sambil kerja kelompok." Ucapnya lagi meminta persetujuanku.
"Boleh tapi rumahku jelek. Aku takut kamu jijik." Ucapku jujur.
"Kamu gak perlu takut, aku tidak akan merasa jijik."
"Hmm iya."
"Airin?"
"Apa."
"Kenapa kamu tadi gak terus terang aja, kalau Tio itu pacar kamu."
Keningku berkerut. apakah begitu ketara nya aku dan Tio pacaran. Tanpa aku bilang pun Jasmine sudah mengetahuinya.
Lagi-lagi pertanyaan itu yang muncul.
Rasa bersalah kembali muncul dalam hatiku.
"Apa aku sudah seperti pengecut?" Bukan menjawab pertanyaan Jasmine namun aku malah balik tanya.
"Ya. Kamu memang pengecut. Kenapa tadi kamu tidak mengatakan iya, menurutku Tio pantas untuk diakui." Jawabnya.
"Jujur aku iri padamu. Disaat ada lelaki yang suka padamu malah di cuekkin. Sedangkan aku pacar aja aku gak punya." Ucapnya lagi dengan nada sedih.
Aku tersenyum miris.
"Apa yang membuatmu iri Jasmine? Aku sama sekali tidak punya apa-apa untuk dijadikan tempat iri." Jawabku jujur.
Jasmine tidak merespon. Yang dia lakukan hanya diam.
"Ya sudah ayo. Katanya mau kerumah aku." Ucapku mencairkan suasana.
"Eh Iya." ujar Jasmine.
"Yo semangat yo." Ucapku.
"Ayo."

Kamipun tertawa bersama.

***

Ditengah perjalanan menuju parkiran sekolah. Aku melihat Tio sedang bersandar di motornya dengan tangan yang di masukan kedalam kantung celananya.
Akupun langsung menghampirinya bersama Jasmine.
"Hai Tio." Ujar ku sambil tersenyum dengan wajah so santai, namun yang sebenarnya ada rasa takut dan juga cemas. Takut Tio marah.
Tidak ada balasan dari sang empu.
"belum pulang?" Tanyaku berusaha mencairkan suasana.
Dan masih belum ada balasan. Tio masih dalam posisi yang sama sambil menatapku.
"Eh  Airin aku nunggu di depan ya." Ujar Jasmine merasa tidak enak karena melihat pertengkaran ku dengan Tio.
"I-iya."
Jasmine pun pergi menuju mobilnya.
Setelah kepergian jasmine tidak ada yang memulai pembicaraan. Kami sama-sama diam dengan Tio yang terus menatapku serius sedangkan aku memilih memandang kearah sepatu yang kupakai.
Sesekali aku meliriknya, dan dia masih menatapku intens.
Sepertinya Tio tidak akan memulai pembicaraan karena tidak ada tanda-tanda dia mau memulai obrolan.
"Mmm Tio a-aku-
"Kenapa?" Potongnya dengan ketus.
Aku memberengut kesal. Seenak jidatnya aja main potong ucapanku.
"Gak."
Aku malah jadi kesel sendiri.
Akupun memilih diam dengan bibir ditarik maju beberapa senti.
Kudengar Tio menghela napas gusar.
Tio melangkah satu langkah menghampiriku.
"Sebetulnya yang harus marah di siapa? Kenapa kamu malah jadi ikut kesal?" Tanyanya serius.
"Siapa yang kesel?" Tanyaku sedikit merajuk.
"Kamu." Jawabannya menuduh.
"Dih enggak tuh." Ucapku sambil memalingkan wajah kesamping.
"Iya juga. Buktinya tadi bibir kamu maju." Ucapnya bercanda. Sama sekali tidak lucu, tapi menurutku itu lucu. Dapat merubah moodku yang sempat hancur.
"Apa si gajelas deh." Ucapku pura-pura kesel.
"Diiiih gak jelas, tapi pipinya merah." Ucapnya sambil tertawa.
"Ih."
"Ih ih ko gitu si, kalo marah jangan gitu sayang, jangan gitu sayang."
Lah kenapa malah nyanyi. Batinku bertanya.
"Udah ah. Kasian Jasmine udah nunggu lama." Ucapku menyudahi.
"Ya sudah." Ucapnya yang kembali ketus.
"Jangan marah dong." Bujuk ku agar dia tidak marah.
"Dih enggak tuh." Jawabnya mengfotokopi ucapan ku tadi sambil memalingkan wajahnya kesamping.
"Maaf." Inilah waktunya aku meminta maaf perihal  tadi.
"Untuk?" Tanyanya sambil menatapku.
Ku beranikan menatap matanya.
"Soal tadi aku minta maaf." Jelasku lagi.
"Untuk apa kata maaf itu?" Tanyanya lagi.
"Untuk- ya aku akui aku terlalu penakut. Tapi jujur aku sangat mencintaimu." ucapku malu-malu. Ini kali pertama aku mengutarakan isi hatiku apalagi mengutarakannya langsung didepannya.
Kulihat dia masih tercengang, mungkin masih gak percaya kalau aku berani mengatakannya.
"Benarkah?" Tanyanya.
"Aku gak salah dengarkan?" Tanyanya lagi seakan belum percaya.
"Iya." Ucapku sambil menunduk.
"Wuhuu." Teriaknya dengan kedua tangannya diangkat keatas.
Ku dongakkan kepalaku menatapnya karena terkejut.
"Akhirnya gak sia-sia aku menunggu." Ucapnya lagi
Bagaimana bisa dia berteriak sekencang itu.
"Aku sangat senang Airin." Ucapnya dengan senyum yang masih tercetak di bibirnya.
Akupun ikut tersenyum.
Tiiit  ... tiiit ...
Suara klakson mobil mengagetkanku dan Tio
Kami menengok melihat kearah mobil.
"Ya ampun. Aku lupa." Ucapku sambil menepuk jidat.
"Lupa apa?" Tanyanya dengan raut wajah heran.
"Aku ada janji sama Jasmine, mau kerja kelompok di rumahku." Ucapku menjelaskan.
"Oh gitu."
"Iya. Ya sudah aku duluan ya. Bye." Ucapku pamit.
"Bye juga cantik." Ucapnya sambil berjalan kearah motornya dan aku menghampiri mobil Jasmine.
Saat aku baru masuk tiba-tiba terdengar suara klakson motor.
Tiiitt ...
Ternyata itu suara klakson motor Tio.
"Jagain pacar gue. Jangan sampai lecet." Ucap Tio usil.
"Oke boss." Jawab Jasmine.
Aku hanya tertawa mendengarnya.
Syukurlah Tio tidak marah perihal tadi dikelas dan tidak mengungkitnya lagi.
Setelah motor Tio tidak terlihat lagi. Baru Mobil Jasmine berjalan membelah ibu kota.

***

Sesampainya di rumah. Aku langsung menyuruh Jasmine untuk duduk di kursi kayu.
"Jasmine mau minum teh gak?" Tanyaku padanya.
"Mmm boleh deh. Tapi aku boleh minta air putih gak?! Aku haus banget." Ucap jujur. Aku tersenyum atas permintaannya. Dia benar-benar lucu. Walaupun dia anak orang berada tapi dia tidak milih-milih dalam mencari teman.
"Tentu boleh. Tunggu ya aku ambil dulu." Ucapku sambil pamit.
Sesampainya di dapur aku melihat Ibuku sedang masak.
"Assalamu'alaikum Bu". Salamku sambil mencium tangannya.
"Walaikum salam." Jawabnya lembut sambil tersenyum.
"Oh iya bapak belum pulang?" tanyaku.
"Udah. Tapi berangkat lagi." Jawab Ibu.
"Aku bikin teh ya bu. Ada teman yang datang." Ucapku.
"Iya boleh. Emang siapa?" Tanyanya.
"Jasmine! Teman sekelas."
"Ya sudah Ibu saja yang buat. Sekarang kamu ganti baju aja." Suruhnya.
"Iya Bu."

***

Tio pov

Setelah sampai rumah. langsungku lemparkan tas ke sofa lalu tiduran di sofa ruang tamu.
"Huuh cape juga ya. padahal cuma nunggu 10 menit Airin keluar kelas." ucapku pada diriku sendiri.
"Baru pulang nak?" Tanya Bundaku.
"Iya Bun." Aku langsung berdiri dari tidurku lalu menyalami tangannya.
"Ya udah sana makan dulu." ujarnya.
"Nanti aja Bun, bareng sama Ayah dan Tina."
"Ayah kamu pulangnya malam." ucapnya memberi tahu.
"Tumben Bun?" Tanyaku. Tidak biasanya Ayah pulang telat. Biasanya paling anti pulang telat.
"Lagi banyak kerjaan katanya." ucapnya.
"Oh gitu! Tina mana belum pulang bun?" tanyaku sambil mencari keberadaan Tina.
"Ada di kamar lagi telepon." ujar bundaku. "Bunda ke depan dulu ya. jangan ngajak Tina ribut, dia lagi asyik sama temen bicaranya." ujar Bunda memberitahu.
"siap Bun." ucapku hormat dengan tangan di angkat ke kepala.
Walaupun tidak yakin. tidak menjaili adik tersayangku adalah kerugian bagiku
"Iya." setelah itu bunda pergi keluar rumah dan aku langsung pergi menuju kamar Tina, yang bersebelahan dengan kamarku.
Sebelum membuka pintu kamar Tina. Aku menguping dulu di balik pintu. memastikan apakah Tina masih teleponan atau tidak.
Dan ternyata iya. masih teleponan.
"Haha. waktunya beraksi." dengan semangat 45. Langsung kubuka pintu dan terlihat lah adikku yang cantik itu sedang tidur tengkurep dan pastinya sedang asyik bercengkrama lewat telepon.
Berjalan sangat pelan supaya dia tidak menyadari kehadiranku.
satu langkah
dua langkah
tiga langkah
"Apa sih ka?" ucapnya.
Aku mematung di tempat, rupanya aku sudah tertangkap.
"ih ka Rama mah gitu." ucap Tina dengan nada manja.
Oh ternyata itu bukan kepadaku. akupun melanjutkan langkahku yang sempat tertunda.
Empat langkah
lima langkah
Enam langkah
Dan taaaraaa. Aku mulai bisa mendengar suara Rama si kutu kupret yang berani memacari adikku walau suaranya samar-samar.
Oh rupanya mereka sedang membahas awal mula mereka bertemu dan akhirnya saling suka. Cih benar-benar menggelikan menurutku.
"kyaaaaaa." teriak Tina menggelegar. Mungkin kaget melihat aku yang sudah ada di belakangnya,  aku langsung menutup telinga rapat-rapat.
"Abang ngapain disini?" tanyanya dengan menggunakan toa.
"Gak ngapain-ngapain." Jawabku dengan tidak merasa bersalah. lalu di buka lagi telingaku yang di tutup oleh tanganku.
"Ih keluar sana." ucapnya dengan melemparkan bantal ke arahku dan langsung ku hindari. lalu dia menghampiriku.
"Cepetan keluar." ucapnya lagi dengan mendorong-dorong tubuhku agar keluar dari kamarnya.
"Gak seru banget si lo."ucapku kesal.
"Bodo. wleee." ucapnya sambil menjulurkan lidah ke arahku dan langsung di tutup pintu kamarnya setelah aku berhasil di keluarkan secara paksa.

***

Airin Dan Tio (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang