Part 17. Pencerahan

180 9 0
                                    

Tio memarkirkan motornya didepan rumah Raka. Tidak perlu meminta izin terlebih dahulu pada satpam. karena ia sudah sering mengunjungi rumah ini hingga satpam pun sudah hapal kepada dirinya.
"Hallo Nak Tio." Sapa Bi Caci, asisten rumah tangga di rumah Raka saat melihat Tio membuka pintu.
"Assalamu'alaikum Bi." Salam Tio kepada Bi Caci.
"Walaikum salam."
"Rakan nya ada?"
"Ada. Masuk aja ke kamarnya."
"Iya."
Tio pun pergi menuju kamar Raka.
Sesampainya dikamar. Nampak Rama dan Raka sedang asik main game.
"Asik banget kayanya." Rupanya mereka belum sadar kedatangan Tio. Sangking asiknya main game.
"Wooy." Teriak Tio sambil menepuk meja.
"Aaahhhhhh." Jerit Rama kesal saat permainnya over karena dikagetkan oleh Tio.
"Hahaha akhirnya gue menang." Seru Raka bangga.
"Kagak sah nih. Gue kalah juga karena Tio ngagetin gue." Cecar Rama tak terima permainannya kalah.
"Ya elah. Lo nya aja yang gampang kaget." Cecar balik Tio yang tidak terima dirinya disalahkan.
"Lah ngapa jadi ribut lo berdua." Ucap Raka ditengah-tengah mereka.
"Mending kita mainnya bertiga. Pasti seru tuh." Ajak Raka dan langsung dianggukin oleh mereka berdua.
Permainanpun berlanjut. Ada yang mendesah kesal ada pula yang bersorak senang. Itu lah sebuah permainan. Dikala kita menang akan bersorak bagaikan mendapatkan hadiah berlian. Begitu pun jika kalah, akan merengut kesal seperti anak kecil yang di rebut mainannya.
Mereka larut dalam permainan itu hingga suara adzan dzuhur terdengar.
Tio langsung menghentikan kegiatannya.
"Udah adzan nih. Ke mesjid yu." Ajak Tio kepada Rama dan Raka.
Ajakan Tio langsung dianggukin oleh Rama namun tidak dengan Raka. Raka nampak enggan menjawab ajakan Tio.
"Raka lo mau ikut gak?" Ujar Tio saat Raka tidak kunjung menjawab.
"Lo berdua aja deh sana. Nanti gue nyusul."
Tio dan Rama saling pandang.
Tidak biasanya Raka menolak. Biasanya Rakalah yang sering mengajak Tio dan Rama ke mesjid. Kenapa sekarang ia menolak?
"Lo ada masalah?" Ucap Rama kepada Raka.
"Gak ada. Udah sana lo berdua ke mesjid."
Akhirnya Tio dan Rama pergi dari rumah Raka dengan perasaan tanda tanya.
Rama ikut ngebonceng kepada Tio. Karena memang Rama kesini bersama Raka.  Rama beralasan sangat malas membawa kendaraan.
Sesampainya di mesjid Al-ikhlas Rama dan Tio langsung menuju tempat wudhu.
"Kaya ada yang gak beres nih sama Raka." Ujar Rama memulai pembicaraan.
"Bener. Kagak biasanya dia menolak."
"Kita harus selidiki ini Tio."
"Betul tuh."
"Hey anak muda segera bergegaslah berwudhu. Allah sudah menunggu kalian. Jangan biasakan bergibah di tempat suci." Ujar kakek-kakek mengingatkan mereka.
Merekapun langsung berwudhu.
Seusai berwudhu mereka masuk mesjid lewat jalan samping, karena lebih dekat jika dari pintu depan.
Mereka langsung mengambil barisan kedua untuk menjadi makmum karena barisan pertama sudah penuh dengan jama'ah yang lain.
Setelah shalat Tio berdoa. Didalam doanya ia meminta ampun pada sang maha kuasa. Sudah terlalu banyak dosa yang ia telah perbuat. Jika saja dosa bisa terlihat mungkin sudah sebesar gunung dan lautan.
Sebelum pulang mereka terlebih dahulu mendengarkan pencerahan dari kakek-kakek tadi yang menegurnya di tempat berwudhu. Ternya ia adalah kiai Hasan. Iman di mesjid
"Dan jangan lah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu  adalah suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk."

"Pacaran adalah gerbong keburukan. Pacaran adalah awal mula zina terbentuk."

"Jadi jangan berpacaran. Jika sudah tidak kuat maka menikahlah, jika belum mampu menikah maka berpuasalah."

Pacaran adalah gerbong dalam semua keburukan. Itu artinya ia sudah berzina dengan memacari Airin? Sungguh ia tidak ingin masuk kedalam golongan penzina.

***

Titik titik peluh menggenangi pelipis Airin. Terik matahari yang sangat panas membuat tubuh Airin berkeringat. Setelah shalat dzuhur Airin ikut membantu Bapaknya menanam kacang kacangan.
"Nak kamu buatkan Bapak minum saja, tidak usah membantu Bapak." Ujar Surya tak tega melihat anaknya kepanasan.
"Tidak papa Pak. Airin senang bisa membantu Bapak. Sebentar Airin buatkan minuman dulu." Airin segera bergegas mencuci tangannya yang kotor oleh tanah. Lalu segera masuk kerumah untuk membuat minuman yang segar.
"Ibu lagi goreng apa?" Tanya Airin saat melihat ibu nya tengah memasak di dapur.
"Ibu lagi membuat ubi goreng." Jawab Nina kepada anaknya dan  masih fokus membulak-balikan ubi dengan sepatula.
"Airin mau buat minuman buat Bapak." Ujar Airin sambil mengambil gelas untuk di isi air.
"Hey tidak usah. Ibu sudah membuatnya. Lihatlah di tempat saji." Jelasnya.
Ditempat saji sudah tersedia minuman berwarna hijau muda. Itu pasti marjan yang sudah di seduh dengan air dan es batu.
Benar-benar terlihat segar dan manis!!
"Oh iya. Ya sudah Airin langsung bawa aja ya ke kebun." Ujar Airin berjalan untuk mengambil minuman itu.
"Tunggu dulu. Sekalian bawa ubi gorengnya."
Airin pun membawa air beserta makanannya ke kebun.
Disepanjang jalan ia tak henti-hentinya memandang minuman itu dengan penuh nafsu. Rasa haus seperti membakar tenggorokannya. Ingin rasanya ia cepat-cepat meleguk minuman ini, agar rasa hausnya hilang tak tersisa.
Sesampainya di kebun. Airin menaruh makanan terlebih dahulu dimeja lalu menghampiri Bapaknya yang masih mencangkul.
"Pak. Ayo istirahat dulu. Ibu udah masak ubi goreng."
Surya pun menghentikan kegiatannya. Lalu menghampiri anaknya. "Ayo. Kita makan sama-sama."
Sebelum makan mereka mencuci tangan terlebih dahulu. Meski mereka keluarga tak berada, setidaknya kesehatan adalah hal yang penting.
"Ibumu mana?." Tanya Surya yang sudah duduk di kursi bale sambil menuangkan minuman kedalam gelas.
"Masih masak pak." Airin pun menuangkan minumannya ke gelasnya.
Tak lama Nina pun datang sambil membawa ubi goreng yang masih mengepul.
Mereka pun menikmati menu siang hari dengan wajah yang cerah.

***

Airin Dan Tio (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang