Part 4. Kekasih bayangan

575 47 4
                                    

Tio pov

"Kenapa lagi tuh muka dari tadi ditekuk mulu?" Tanya Rama yang sudah bosan dengan tingkahku.
"Gagal lagi." Ucapku tak jelas.
"Apanya yang gagal?" Tanya Rama mulai penasaran.
"Setiap gue mau mengutarakan perasaan gue kepada Airin tapi selalu saja ada halangan." Ucapku kesal.
"Mungkin yang di atas belum berkehendak." Ucap Rama ngasal.
"Santai bro." Ucap Rama lagi saat aku memasang wajah sangar.
Ini sudah kedua kalinya aku gagal dalam mengutarakan perasaanku.
Namun aku tidak akan menyerah untuk mengutarakan perasaanku padanya dan akan membuat dia jatuh cinta padaku.
Airin bagaikan tantangan yang harus aku taklukan.
Pelajaran sudah dimulai dari tiga puluh menit yang lalu tapi aku sama sekali tidak fokus. Yang ada di benakku saat ini hanyalah Airin.
Kekasih bayanganku.
Namun suatu saat nanti kau akan menjadi kekasih nyataku Airin.
Bagaimanapun caranya aku harus bisa mendapatnya. Tidak perduli dengan penilaian orang lain yang menilaiku terlalu terburu-buru.
Jam pelajaran pertamapun sudah selesai dan diganti dengan pelajaran kedua.
"Tio!!!" Teriakan Bu Widi kepadaku.
"I-iya Bu ada apa?" Tanyaku kaget.
"Dari tadi saya perhatikan, kamu hanya melamun tidak memperhatikan saya yang sedang bicara didepan." Tegurnya sambil berteriak.
Heran kenapa perempuan sangat suka berteriak.
Tidak bisakah berbicara dengan normal tanpa memakai toa.
"Iya bu maaf."
"Memangnya apa yang dengan kamu pikirkan hah?" Teriaknya lagi.
"Tidak ada Bu." Jawabku bohong.
"Ya sudah sekarang perhatikan saya." Ucap Bu Widi.
"Iya bu."
Dengan sangat bosan aku harus mendengarkan dongengannya selama satu jam.
"Sampai sini ada yang mau ditanyakan?" Tanya Bu Widi kepada kami.
"Tidak Bu." Jawab kami dan suaraku yang paling kencang.
"Ya sudah Ibu akhiri sampai sini. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
Akhirnya selesai juga.
Dia benar-benar hebat dalam mendongeng hingga aku ingin tertidur dengan nyenyak.
"Ke kantin gak lo bro?" Tanya Rama.
"Duluan aja nanti gue nyusul." Jawabku.
Setelah mendengar jawabanku Rama langsung pergi ke kantin tanpa bertanya lagi.
"Kira-kira siapa ya yang punya Nomer Airin?" Tanyaku pada diriku sendiri.
Mulai dari sekarang aku harus lebih gencar dalam mengejar cinta Airin.
Akupun berniat untuk menemui Airin dikelasnya.
Sesampainya dikelas Airin akupun langsung masuk dan duduk di bangku sebelah Airin yang sudah kosong, mungkin sudah di kantin.
"Hai." Sapaku basa-basi.
"Tio! Sedang apa kamu disini?" Tanyanya sedikit panik.
"Bertemu dengan calon pacar." Jawabku lantang.
"Hah? Memang disini siapa calon pacar kamu?" Tanyanya penasaran.
"Yang sekarang ada di hadapanku." Jawabku.
"A-aku?" Tanyanya tak percaya sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Ya. Siapa lagi, orang dikelas ini hanya ada kamu dan aku."
"Mana mungkin aku?" Tanyanya lagi.
Sepertinya Airin tidak percaya jika aku menyukainya.
"Mungkin saja."
"Jangan becanda Tio?" Lagi-lagi dia tidak percaya.
"Aku memang menyukaimu Airin. Kenapa kamu tidak percaya?" Bukannya menjawab pertanyaan Airin aku malah balik bertanya.
"Itu sungguh tidak mungkin."
"Apanya yang tidak mungkin? Aku serius. Aku suka sama kamu Airin." Ucapku berusaha meyakininya sambil menggenggam tangannya.
Hening! Airin tidak merespon ucapanku.
"Airin aku serius. Aku suka sama kamu." Ucapku jujur.
"Tidak Tio. Aku yakin bukan rasa suka yang kamu punya untukku tapi hanya rasa kasihan." Ucapnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca sambil melepaskan genggamanku.
"Sungguh Airin. Aku menyukaimu bukan kasihan-
"Aku ngerti pasti kamu kaget akan ucapanku tapi aku sungguh-sungguh menyukaimu." Lanjutku.
"Tio! Aku sama sekali tidak mengerti dengan semua ini, aku-
"Aku mengerti akan ke bingunganmu. Maaf apabila aku terlalu cepat mengutarakan isi hatiku." Potongku.
"Tio aku-
"Aku mengerti. Aku terlalu tergesa-gesa. Maafkan aku-
"Tidak Tio. Kamu tidak salah. Tolong berikan aku waktu. Aku perlu memikirkan ini semua." Ucapnya.
"Baiklah jika itu maumu."
"Iya." Ucapnya sambil tersenyum, akupun membalas senyumannya.
"Ya sudah kalau gitu, aku balik kekelas dulu ya." Pamitku.

📚📚📚

Airin pov

Setelah kepergian Tio aku sama sekali tidak bisa fokus.
Guru yang sedang menerangkan materi karena pelajaran sudah dimulai, aku sama sekali tidak fokus mesti sudah berulang-ulang kucoba untuk fokus tapi hasilnya tetap nihil.
Yang ada di benakku sekarang adalah pernyataan Tio yang sungguh membuatku terkejut sekaligus bingung.
Bagaimana bisa seorang Tio Aditya Pratama bisa menyukaiku.
Sungguh demi apapun aku merasa bingung.
Langkah apa yang akan aku putuskan.
Apakah aku akan menerimanya ataukah justru aku akan menolaknya.
Memikirkan itu membuat kepalaku pusing.
Setelah sekian lama akhirnya waktu pulang pun telah tiba.
Ku bereskan buku-buku kedalam tas dan langsung keluar dari kelas.
Saat sedang berjalan menuju gerbang tiba-tiba ada sebuah motor berhenti di depanku.
"Bareng yuk pulangnya." Ucap Tio sesudah menarik keatas kaca helmnya.
"Hmmm. Memangnya tidak merepotkan?" Tanyaku gugup.
"Tentu saja tidak." Jawabnya dengan senyuman.
Kenapa jantung jadi berdetak tak menentu.batinku bertanya.
"Ayo."
"I-iya."
"Nih helmnya." Ucapnya sambil memberikan helm kepadaku.
"Iya makasih."
"Bisa makenya?" Tanyanya saat aku sedikit kesusahan memakai helm.
"Mmm bisa." Ucapku sambil menaik keatas motor.
"Berangkat." Ucapnya dengan nada yang menirukan serial tv.
Diperjalanan hanya ada keheningan.
Kami sama fokus pada jalan pikirkan kami.
Aku masih memikirkan langkah apa yang harus ku ambil.
Menerimanya atau menolaknya.

***

Airin Dan Tio (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang