Part 14. Kecerian yang semu

218 13 3
                                    

Airin pov

Seperti biasa bangun pagi langsung menuju dapur untuk membantu ibuku memasak.
"Ibu lagi masak apa?" Tanyaku.
"Lagi masak tumis." Jawabnya sambil mengiris bawang.
"Biar Airin bantu." Tawarku pada Ibu.
"Sudah sana mandi. Jangan sampai terlambat ke sekolah." Ucap Ibu halus.
"Masih jam setengah enam Bu. Masih ada waktu."
"Ya sudah. Kalo gitu Ibu ke depan dulu ya nak."
"Iya Bu."
Ibupun pergi dari hadapanku.
Aku melanjutkan pekerjaan Ibu. Berharap semoga masakan ku enak dan diterima sama ibu dan Bapak.
Dengan telaten aku masukan bumbu kedalam wajan.
Setelah selesai aku taruh di mangkuk.
Karena udah selesai aku bergegas mandi untuk siap-siap ke sekolah.
Tidak butuh waktu lama untuk membersihkan diri. Diambilnya handuk untuk membersihkan tubuhku yang basah Lalu menuju kamarku untuk memakai baju.
"Airin?" Terdengar suara ibu memanggilku.
"Iya Bu. Sebentar Airin lagi pake seragam."
"Cepet ya. Ada yang temen kamu di depan."
Aku menyernyit bingung.
Teman? Siapa yang datang pagi-pagi begini? Dan siapa yang tau rumahku, yang tau hanya Jasmine. Apa Jasmine yang datang.
Segera ku bergegas menuju ruang tamu, untuk melihat siapa yang datang.
Dugaan ku ternyata benar.
"Selamat pagi Airin." Sapa Jasmine saat sudah melihatku.
"Hmm pagi." Akupun duduk disebelahnya.
"Kamu ko baru pake baju seragam. Ayo cepet siap-siap. Kita berangkat bareng." Ucapnya sambil memerhatikan ku.
"Iya Jas. Tunggu sebentar ya."
"Oh ada temennya Airin ya?" Tanya Bapakku yang baru datang.
"Iya om." Ucap Jasmine sopan sambil menyalami tangan Bapakku.
"Loh ko gak dikasih minum si Nak". Tanya Bapakku padaku.
"Iya sebentar pak."
"Eh-eh gak usah Airin. Gak perlu repot-repot tadi aku sudah minum banyak sebelum kesini." Ucap nya membuatku mengurungkan niatku untuk mengambil minum.
"Ya sudah Bapak ke kebun dulu ya." Ucap Bapak berpamitan.
"Iya Pak." Jawabku serempak dengan Jasmine.
"Orang tuamu baik ya Rin." Ucap nya sesudah Bapak pergi.
"Iya Jas",
"Loh bukannya kamu tadi mau siap-siap." Ucap Jasmine menyadarkanku.
Ku tepuk jidatku. "Oh iya ya. Aku Lupa." Ucapku dengan cengiran kuda. Akupun langsung pergi menuju kamarku.
Dengan kecepatan maksimal ku masukan buku-buku yang akan dipelajari hari ini kedalam tas.
Lalu merapikan ikatan rambut dan seragam.
Setelah selesai ku gendong tasku lalu kembali menuju ruang tamu untuk menemui Jasmine.
"Maaf ya lama." Ucapku sambil mengambil sepatu lalu memakainya.
"Ah enggak ko. Biasa aja."
"Ya udah yuk. Aku udah siap."
Kamipun berjalan menuju pintu dan terlihat Ibu yang sedang membantu Bapak di kebun.
Lalu aku menghampiri orang tuaku.
"Ibu." Panggilku dan ia menoleh lalu menghentikan kegiatannya.
"Udah mau berangkat." Tanya Ibu yang sudah mencuci tangan.
"Iya Bu." Akupun menyalami tangan Ibuku diikuti oleh Jasmine.
"Pak. Airin mau berangkat."
Bapak pun menghentikan mencangkulnya lalu melepaskan sarung tangan yang membungkus tangannya.
"Iya. Yang rajin ya belajarnya." Ucap Bapak.
Aku dan Jasmine langsung menyalami tangan kanan Bapakku.
"Assalamu'alaikum."
"Walaikum salam."
Jasmine berjalan di depanku. Ada rasa senang di hati. Karena ini kali pertama ada temanku yang mau dan rela menjemput. Semoga Jasmine benar-benar orang baik dan tidak meminta pamrih.
Senyum terus mengembang di bibirku. Bahkan aku tidak sadar jika sudah sampai didepan mobil Jasmine yang terparkir diluar gang rumahku.
Dikarenakan gangnya kecil sehingga mobil tidak bisa masuk.
"Airin mau sampai kapan berdiri didepan mobil. Kita bisa-bisa terlambat." Ucap Jasmine mengagetkanku.
Aku langsung membuka pintu mobil dengan wajah memerah karena malu.
Bagaimana tidak malu, ketahuan melamun seperti orang gila yang berdiri didepan mobil orang.
Sungguh memalukan!
Dengan telaten Jasmine menghidupkan mesin mobil dan langsung menjalankan mobilnya menuju sekolah.
Pergerakannya tidak luput dari pandanganku.
"Airin." Panggil Jasmine.
"Iya jas?"
"Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan padamu." Jelasnya membuatku sedikit penasaran.
"Katakan saja."
"Tidak. Jangan terburu-buru. Ada saatnya kamu tau. Tapi bukan dariku." Ucapnya sambil menoleh sebentar lalu fokus kembali.
"Melainkan dari orang yang kamu cintai." Lanjutnya.
"Dari orang yang aku cintai?" Tanyaku bingung.
Apa maksud dari perkataannya. Tidak bisakah berbicara sekarang. Benar-benar membuatku penasaran.
"Iya dari orang yang kamu cintai."
"Baiklah aku akan menunggu itu." Ucapku jelas.
"Ya."
Hening! Tidak ada yang memulai percakapan lagi.
Jasmine fokus mengendarai dan aku fokus melihat kendaraan berlalu lalang melalui jendela.
Tak terasa perjalanan sudah sampai.
Aku keluar dari mobil Jasmine yang sudah terparkir diarea sekolah.
"Airin. Kamu duluan aja ya ke kelas. Aku mau ketoilet sebentar." Ucapnya kepadaku.
"Oh ya udah aku duluan ya."
Aku terus melangkah di koridor sekolah menuju kelasku.
Langkahku terhenti dikala ada Sonia dan Ririn yang berdiri di depanku.
Mau apa lagi mereka!
Aku mencoba terus berjalan namun tanganku dicekal oleh Sonia dan langsung menarikku kebelakang sekolah.
"Eh anak beasiswa. Lo ngapain tadi bareng sama Jasmine?". Tanya Sonia.
"Tau lo. Mau carmuk didepan orang kaya hah?" Bentak Ririn tidak kalah keras dari Sonia.
"Aku tidak pernah cari muka kepada siapapun." Jelasku dengan lantang.
"Oh  udah mulai berani nih anak." Ucap Ririn.
"Eh denger ya. Lo itu cuma anak miskin yang dapat sekolah disini karena lo dapat beasiswa. Jadi jangan so." Ucap Sonia sambil menunjuk wajahku.
"PAHAM LO." bentaknya lagi.
Ingin rasanya aku berteriak. Entah sampai kapan semuanya akan berakhir. Sungguh aku sudah tidak kuat.
"Udah lah Sonia gak usah di bawa emosi. Orang kaya dia itu memang harus di jauhi, jangan sampai kita terkena rabies." Ucap Ririn sambil menarik tangan Sonia untuk pergi.
Tess..
Satu teteh air mata keluar dari pelupuk mataku.
Kenapa ini semua tidak adil. Apa semua orang seperti diriku selalu dibully.
Siapa yang menginginkan terlahir dalam keluarga tidak mampu?
Mereka hanya bisa membully tanpa tau bagaimana rasanya dibully.
Ku usap pipiku dengan kasar lalu melangkah pergi menuju kelas.
Kelas sudah terlihat rame. Sonia dan Ririn sudah duduk ditempatnya masing-masing dengan mata melotot ke arahku.
Tidak ku perdulikan. Aku langsung duduk di tempatku.
Ku taruh tas di meja lalu menenggelamkan wajahku dimeja.
Kenapa hidupku seperti ini.
Kenapa aku harus menjalani ini sendirian.
Kenapa hanya aku yang dibully.
Kenapa kenapa dan kenapa. Itulah pertanyaan yang ada di kepalaku.
Kurasakan ada yang menepuk pundak ku.
Ku tolehkan wajahku untuk melihat siapa yang menepuk pundak ku.
Hanya senyuman yang kuberikan kepada Jasmine.
"Ada apa Rin. Kenapa baru datang kekelas? Bukannya kamu duluan yang datang." Tanya Jasmine yang duduk di sebelahku.
Bangku di sebelahku memang kosong. Karena tidak ada yang mau duduk di sebelahku.
"Tidak papa ko." Jawabku sambil tersenyum yang dipaksakan.
"Kuharap bukan Sonia dan Ririn yang ada di balik kesedihanmu."
Lagi-lagi hanya senyuman yang kuberikan.
"Ya sudah. Aku kembali kemejaku ya."
"Iya."

Kring kring kring ...

Bel masuk sudah berbunyi tanda pelajaran akan segera dimulai.
Tak lama waktu berselang guru pun datang dengan membawa setumpuk buku-buku tebal
Dengan lesu aku mencoba duduk dengan tegap.
"Selamat pagi anak-anak." Sapa Pak Agus, guru sejarah.
"Pagi pak." Ucap kami serempak.
Pelajaran pun di mulai.
Pelajaran pertama ini cukup menyenangkan karena gurunya pun humoris. Membuatku kembali ceria dan melupakan masalah pagi tadi.
Tak terasa pelajaran sejarah telah selesai dan di ganti dengan pelajaran kedua.

***

Airin Dan Tio (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang