sepuluh

23.9K 399 9
                                    

Flashback

Lea menatap buket bunga raksasa dengan warna merah di tangannya, lalu menatap Alvin dengan pandangan kesal. Alvin yang saat ini berlutut di depannya dengan sebuah kotak cincin dalam keadaan terbuka.

"Vin, gue tau kalau gue sahabat terbaik lo. Tapi nggak gini juga!" Lea nyaris melempar buket mawar itu seandainya dia tak memiliki pengendalian diri yang baik. "Gue rasa, lo tinggal ngelamar Devina. Masak harus latihan sama gue sih?!"

Kalo kamu gini, aku ngerasa dilamar, tau! Jerit Lea dalam hati.

Alvin menutup kotak cincin dan menyimpannya dalam sakunya.

"Gue takut gagal, gimana dong? Devina pasti nggak mau lamaran yang heboh-heboh"

"Kurang heboh apalagi ini? Buket mawar, lilin, malam...." Lea mendesah lelah. "Brydan bisa marah, lho, kalau tau acara surprise lo ditempat yang sama kayak ulangtahunnya yang ke 20"

"Habis kalau nggak di sini, kapan lagi? Devina pasti curiga kalo gue bawa dia kemana. Dia yang paling tau kalau gue suka sibuk sama urusan kantor"

Lea menatap Alvin dengan berang. Alvin melupakan keberadaannya. Nyatanya, Lea lebih tau segala hal tentang Alvin. Ini menggelikan.

"Jadi lo nggak bakal nongol dong, di ultah Brydan nanti? Padahal nanti Brydan pasti nyetel lagu mellow biar bisa dansa peluk-pelukan gitu sama Mella"

Alvin hanya tersenyum.

Lea membalas senyumnya, meski hatinya sangat sakit.

*

Beberapa jam telah berlalu. Lea yang duduk di sofa bersama dengan beberapa temannya yang sudah mabuk (dan beberapa diantaranya bahkan udah make out di depan umum tanpa tau malu) menunggu telepon dari Alvin. Biasanya Alvin bakalan telepon Lea kalau ada apa-apa.

Lea tidak mau munafik, sebenarnya dia mengharapkan Alvin menelepon dan mengatakan bahwa Devina belum siap untuk menikah.... Atau hal lain yang pokoknya menunda jalinan hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius.

Bosan, Lea pun menari di dance floor.

Cukup banyak tangan nakal yang berusaha meraba tubuh gadis itu, tapi gadis itu juga sigap mengelak dan menghindar.

Tiba-tiba saja Alvin muncul entah darimana dan langsung meninju pria yang sedaritadi mencoba mengganggu Lea. Nyaris babak belur, Lea akhirnya membawa Alvin ke kamar lelaki itu.

Alvin mabuk, Lea langsung tau ada sesuatu yang tidak beres telah terjadi di sini.

"lo... Kenapa?"

"Devina nggak mau nikah sama gue."

Lea terdiam. Betapa bodohnya Devina, pikirnya.

"Dia minta putus. Dia mainin perasaan gue selama ini."

Ini kabar baik sekaligus buruk, bagi Lea. Di satu sisi, ia senang akhirnya Alvin dan Devina berakhir, tapi di sisi lain.... Dia nggak mau lihat sahabatnya terluka.

"mungkin dia punya alasan," Lea mencoba menghibur Alvin dengan berat hati. "atau mungkin dia belum siap. Lo terlalu buru-buru, mungkin?"

"buru-buru?" Alvin mendorong Lea ke matras double bed itu. "Hari ini tepat 5 tahun kami pacaran sejak SMA!"

Lea menatap Alvin dengan lirih. Aku tau.

"Buru-buru, kata lo? Jangan bercanda! Dia yang bilang sendiri dia nggak pernah sayang sama gue."

Lea mencoba melepaskan diri, tapi Alvin justru malah memperkuat cengkramannya.

"Jadi gue harus gimana?!" jerit Lea tak terbendung. "Gimana kalau lo lepasin gue? Biar gue ngasih pelajaran ke dia?"

Alvin memeluknya. "Jangan...."

Alvin tidak tau kalau Lea telah menangis dalam dekapannya. Alvin... Masih cinta dengan Devina dan Lea nggak bisa berbuat apa-apa.

"Lo di sini aja, temenin gue." Alvin mencium bibir Lea dalam-dalam. "Temenin gue malam ini ya, Lea?"

Unforgettable NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang