empat belas

17.4K 386 10
                                    

Seperti yang Lea duga, Alvin lupa pada kejadian malam itu. Malam saat dia menangis dalam diam, sementara Alvin tertidur di sampingnya.

Lea tidak tahu apa yang membuatnya begitu sakit. Dia sudah mendapatkan Alvin. Tapi tetap saja... Lea belum mendapatkan hatinya.

Belakangan ini Lea makin sering mual, parahnya, rasa mual itu tidak akan berhenti sampai tangan Alvin berada di atas perutnya.

Lea tahu ini menyusahkan, tapi sepertinya bayi ini menginginkan sentuhan ayahnya.

"Masih mual?" tanya Alvin begitu selesai menyikat giginya.

Lea mengangguk lemah.

"Susah tidur nyenyak ya, kalau begini?" Alvin mengelus perut sahabatnya dalam gerakan memutar. "Lo udah boleh ngambil cuti di kerjaan lo. Gue tau kerjaan lo susah."

"Gue masih bisa kerja, kok."

Perut Lea mulai mendingan, sejak tangan Alvin menyentuhnya.

"Lo boleh kerja, gue nggak maksa lo berhenti. Tapi lo jangan sampe lembur, ya"

"Iya."

Alvin keluar dari WC. "Lo mau makan apa hari ini? Gue beliin, pas pulang nanti."

"Gue pengen yang asem-asem."

Alvin mangut-mangut. "Mangga depan lagi panen. Lo mandi dulu, gue mau ke depan bareng Pak Udin."

Sepeninggalnya Alvin, Lea kembali merasa sesak.

Dia ingin Alvin.

Dia ingin hatinya.

Benar-benar ingin.

Unforgettable NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang