Bagian 1

13.5K 142 57
                                    

Sosro Wedhok, Jumilah, dan Ngatinah duduk berderet pada sebuah bangku panjang di depan rumah joglo tua kediaman Sosro Wedhok. Mereka asik dengan imajinasi masing-masing. Entah apa yang mereka lamunkan. Genap sebulan janda-janda Lurah Sosro itu bebas bersyarat dari penjara.  Sepulang dari sel tahanan setiap hari, setiap jam, setiap menit, ketiganya selalu memegang benda bulat lonjong. Sosro Wedhok selalu memegang munthu, Jumilah memegang terong ungu, dan Ngatinah memegang pare pahit.

Kalau Sosro Wedhok hanya mengelus-elus benda bulat lonjong itu, lain halnya dengan Ngatinah ia mengulum pare pahit itu. Jumilah pun demikian, ia mengulum sampai merem-melek.  Mungkin karena gangguan jiwa yang akut itulah ketiganya dibebaskan bersyarat. Janda-janda Lurah Sosro itu merana ditengah kemajuan yang pesat Desa Sindang Sari.

Sore menjelelang, ketiganya masih duduk berjajar di bangku panjang. Masih memegang benda bulat lonjong itu, memainkannya dengan imajinasi liar dan cabulnya. Tidak peduli matahari malu dan segera beringsut ke telatah Barat. Gundukan bukit mirip tetek menghalangi pancaran sinarnya yang mulai sayu. Pendar-pendar keemasan menghiasi langit bagian barat. Sekumpulan burung-burung kembara mulai mencari tempat bermalam. Serangga sawah berhamburan di langit, sesekali sriti licncah menyambarnya dan melahapnya.

Sepeda motor skuter metik berhenti di depan rumah Sosro Wedhok, tidak jauh dari teras rumah. Seorang perempuan muda nan seksi turun dengan menjijing rantang berisi makanan. Perempuan muda itu tersenyum melihat tingkah ketiga perempuan paruhbaya itu.

"Belum pada mandi, Mbok?" tanya perempuan muda itu.

"Belum." jawab ketiganya kompak.

"Oalah, mandi dulu to. Habis itu makan. Ini saya bawakan opor ayam kesukaan simbok-simbok."

Ketiganya tidak menjawab, hanya menyeringai sambil memuja-muja dan menimang-nimang benda bulat lonjong yang ada digenggaman mereka.

"Olah mbok ditinggal dulu, benda-benda itu." keluh perempuan muda.

"Jangan, ini kan kan kontol Lurah Sosro!" sergah Sosro Wedhok.

Perempuan muda itu tidak mau berdebat dengan ketiga perempuan paruhbaya yang tidak waras itu. Ia menghampiri Sosro Wedhok, menggendengnya masuk ke dalam rumah. Mbok Sosro Wedhok ia dudukkan di ruang tengah, di situ terdapat meja makan tua dari kayu jati pilihan. Selanjutnya ia pun memasukkan Jumilah dan Ngatinah dengan perlakukan yang sama.

"Wes, sekarang makan dulu. Nanti boleh dilanjut bersenang-senang dengan kontol Lurah Sosro itu." usul perempuan muda itu sambil tersenyum simpul.

"Iya, Nduk." jawab Sosro Wedhok.

Ketiganya meletakkan benda pujaannya itu di meja makan. Permpuan muda itu melayani janda-janda Lurah Sosro dengan sabar dan penuh kasih sayang. Satu-satu di hidangkan nasi dan opor ayamdalam satu piring. Kuah kental dandaging ayam yang terlentang pasrah dalam priring itu ludes menjadi lauk nasiputih hangat yang pulen. Ketiganyasampai melotot-melotok menelan setiap suapan ke dalam mulut mereka. Selesai makan meleka kembali meraih bendabulat lonjong yang tergeletak di depan mereka. Ketiganya pun kembali bercinta dengan munthu, terong, dan pare pahit itu. 

Women On TopTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang