Ririn mulai bergrilya politik, mendekati warga desa untuk menjaring dukungan. Dari sanak saudara dan lingkungan sekitar ia memulai kerja politiknya. Ririn memaparkan visi misinya. Ririn berharap bisa merevolusi mental warga desanya yang ia anggap sudah sangat jauh dari religi dan tata adat setempat. Berhala-berhala uang begitu menguasai dan menjerat warga desa bahkan warga desa lain di sekitar Desa Sindang Sari.
Tidak mudah Ririn, mendapat penentangan dimana-mana, termasuk keluarganya sendiri yang telah asik masyuk menikmati gelimang kesejahteraan ekonomi dari tumbuh suburnya bisnis lendir di desanya. Ririn tidak patah arang, ia terus berusaha meyakinkan warga bahwa jalan yang mereka pilih adalah salah menurut agama apapun dan adat istiadat manapun di negeri ini. ini sungguh jahiliyah modern, paparnya.
Semua harus berani hijrah menuju jaman yang lebih bermoral, bermartabat, dan beridentitas ketimuran. Tidak meinggalkan akar budayanya, tidak menjauhi agamanya, dan tidak menistakan kaum hawa sebagai ibu dari siapapun yang hidup di muka bumi ini.
"Lalu apa solusi, Mbak Ririn. Jika kita kembali ke sawah? Menghadapi harga pupuk yang mahal, harga pestisida yang kian mencekik, harga bibit yang makin tidak terjangkau, sementara harga hasil panen tidak layak," tanya salah seorang yang hadir dalam sebuah forum diskusi yang di gagas Ririn.
"Begini, kita sudah terjebak bahwa uang adalah segalanya. Materi menjadi satu-satunya ukuran kesuksesan. Padahal bukan! Sukses itu jika hidup kita manfaat untuk orang lain. Jika ukurannya uang, jelas bertani tidaklah menarik. Mekipun itu sangat mulia dan berguna bagi orang banyak. Karena kita menghidupi orang banyak," papar Ririn berusaha menjelaskan.
"Bulsyit! Mbak Ririn, mana ada orang mau hidup tanpa kecukupan materi. Rohaniawan saja sekarang pada terjun ke dunia politik, untuk apa? untuk mencari kekuasaan, Mbak! Yang muaranya jelas materi!" bantah salah seorang hadirin yang lain.
"Salah! Mereka turun untuk menjadi penyeimbang bobroknya moralitas politisi busuk dan hitam. Jangan salah kalian!" terang Ririn.
"Lah kalau ternyata mereka mereka akhirnya terjerat kasus korupsi, apa itu yang sampeyan maksud sebagai penyeimbang tadi?" sela hadirin yang lain.
"Tidak semua seperti itu to? Mungkin hanya segelintir saja yang khilaf."
"Khilaf? Hahaha...." semua orang yang berkumpul dalam diskusi itu terbahak dan mencemooh Ririn. Ririn tegar dan terus berusaha meyakinkan warga masyarakat Desa Sindang Sari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Women On Top
General Fiction#1 dalam Satire pada 02 Agustus 2021 #1 dalam Satire pada 15 Oktober 2020 #2 dalam Satire pada 06 Maret 2019 #3 dalam Satire pada 16 November 2018 Women On Top adalah seri ke-4 Lurah Sosro. Inti cerita kali ini adalah tentang sebuah proses politi...