Bagian 3

9.6K 119 9
                                    

Para iblis yang bersemayam di bawah pohon beringin tua di  sampaing balai desa itu sudah mulai kasak-kusuk menjelang Pilkades Desa Sidang Sari. Mereka pasti ingin melestarikan hegemoninya dengan bersekutu dengan pemimpin Desa Sidang Sari yang baru. Tentu saja seorang pemimpin yang mau diajak kerjasama menyesatkan umat manusia sepanjang jaman.

Mereka sudah duduk melingkar di ruang meeting. Iblis senior memimpin rapat penting perihal dinamika politik Desa Sidang Sari. Iblis senior memaparkan daftar riwayat hidup masing-masing calon yang dikumpulkan dari data-data intelejen. Iblis-iblis pengintai telah bekerja dengan baik. Tumpukan berkas satu persatu dibaca dan dipaparkan kepada hadirin wal hadirot.

"Kita harus mendukung Tukiem bekas lonte itu supaya bisa naik tahta!" sergah iblis senior.

"Bagaimana mungkin seorang wanita bisa memimpin negeri ini, Senior?" tanya salah satu iblis.

"Tidak penting bisa memimpin atau tidak bodoh! Yang penting bisa kita kendalikan. Kita jadikan boneka, supaya hegemoni kekuasaan kita atas negeri ini tidak runtuh."

"Nampaknya Ririn akan menyusahkan langkah kita, Senior." iblis lain.

"Dengan uang, semua bisa kendalikan. Suara bisa kita beli, apalagi semua warga Desa Sindang Sari sangat menikmati kejayaan desa ini. Pasti mereka takut, jika Ririn berkuasa semua akan hancur."

"Tapi Ririn ini trah pemimpin, Senior. Sementara Tukiem hanya bekas lonte kelas warung pinggir jalan." sergah salah satu iblis lagi.

"Kita jangan takut, dukun Mardubus pasti tidak tinggal diam dalam masalah ini."

"Bagaimana kalau Mardubus justru mendukung Tumin, Senior?"

"Tumin atau Tukiem sama saja. Apa bedanya lonte dengan germo? Semua pasti berpihak kepada kenikmatan duniawi, selangkangan, dan uang."

"Jadi musuh kita hanya Ririn?" tanya salah satu iblis.

"Sudah tahu untuk apa kau tanya, bodoh!"

Semua diam sejenak dan hanya mengangguk-anggukkan  kepala. Mereka saling berpandangan satu sama yang lain. Pertemuan mereka seperti biasa diakhiri dengan ritual seks.  Mereka saling berpasangan dan bergumul dalam berahi yang berkuasa penuh. Lantai tempat pertemuan penuh dengan lendir dosa yang laknat. Raungan, rintihan, desah, dan gonggongan menjadi suara-suara yang jamak pada pesta seks itu.

Malam segan menyaksikan pesta berahi itu. Serangga, burung malam, bulan, bintang, angin, seluruh semesta alam beristigfar. Namun tidak dengan iblis-iblis itu beserta para pengikutnya. Mereka itu para pemuja kenikmatan duniawi, kekuasaan, harta, seks, dan keindahan semu keduniaan.

Desa Sindang Sari tidak pernah tidur, meski dengan mata-mata yang lelah tetap ada kehidupan sepanjang malam. Bukan untuk berzikir kepada Allah, tahajjud, ataupun membaca ayat-ayat suci melainkan mereka sedang menikmati hedonisme tanpa lelah. Sungguh hegemoni kekuasaan iblis atas desa ini begitu kuat, cengkramannya sampai ke sumsum tulang belakang, darah, jatung, dan hati manusia-manusia penista kekuasaan dan kemurahan Allah.

Women On TopTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang