Bagian 17

3.2K 86 18
                                    

Para iblis penghuni beringin tua di samping balai desa Sindang Sari berpesta atas kemenangan Tukiem. Mereka menyambut pemimpin wanita itu dengan pesta seks. Para iblis wanita menduduki iblis lelaki yang terlentang. Dan tarian seksi pun mereka perlihatkan dengan semangat berahi menggelora. Puncak dari pesta kemenangan itu ketika para iblis itu melolong panjang seperti srigala lapar.

Dan semenjak Tukiem menjadi pemimpin tertinggi di Desa Sindang Sari, kini perempuan lebih mendominasi atas pria dalam segala hal. Di kamar pun mereka selalu minta di atas perut lelakinya. Lonte-lonte pun kini lebih suka aktif melayani dengan bergoyang di atas perut hidung belang pula. Laki-laki hanya pasrah dan menunggu lolong panjang keluar dari mulutnya tanda puncak kenikmatan sudah mereka rengkuh.

Tukiem terus mengkampanyekan kesetaraan gender. Tarif menyewa kemaluan lonte pun naik sampai limaratus persen. Meski sempat mendapat protes para pelanggan tapi apa daya mereka semua sudah tidak bisa lepas dari goyangan lonte-lonte akhir jaman.

Benar saja kemapanan ekonomi dan kesejahteraan warga desa meningkat drastis semenjak lonte-lonte duduk di atas perut pelanggannya. Pelanggan naik lima kali lipat. Desa Sindang Sari makin dipenuhi wisatawan dalam dan luar negeri. Mereka semua adalah para penimat syahwat.

Tukiem berhasil membangun fasilitas khusus  untuk lonte-lonte. Rumah sakit besar berhasil dibangun untuk mereparasi onderdil-onderdil lonte yang sudah aus. Tukiem juga membangun rumah jompo untuk lonte-lonte yang sudah afkeur. Sudah tidak laku kemaluannya.

Warga Desa Sindang Sari makin jauh meninggalkan peradabannya. Berbagai bagunan megah serentak berdiri seperti jamur yang tumbuh di musim hujan. Ini mungkin puncak kemajuan desa yang dulu hanya daerah pertanian yang tertinggal dan miskin.

Peran lima pemuda progresif dan atas dukungan para iblis yang bersemayam di bawah pohon beringin tua di samping balai desa itu patut diacungi jempol. Mereka benar-benar berhasil membangun sebuah peradaban jahiliyah post modern.

Ririn yang tidak mendapat panggung akhirnya hengkang dari desanya. Anak muda terpelajar, cantik, dan mempunyai visi untuk membawa perubahan ke arah yang lebih baik itu pergi ke kota. Ririn ingin mencari tempat yang bisa menerima gagasan dan ide-idenya. Ia tidak patah arang, pada kesempatan yang akan datang perempuan muda itu ingin kembali ke desanya untuk merubah kejahiliyahan warganya. Ririn pergi mengendarai skuter metiknya.

Desa Sindang Sari terus berjalan alami menuju kemajuan yang luar biasa, meski perempuan menjadi pemimpin dan mendominasi lelaki semua tidak ada yang mempermasalahkan. Lelaki justru menikmati menjadi golongan yang dipimpin, di bawah, di tindih, di goyang, dan di jadikan alat untuk memuaskan hasyat binatang lawan jenisnya. Sindang Sari gemerlap dalam kemewahan duniawi, kecukupan materi, kesejahteraan, dan kemapanan ekonomi. Semua menikmati dengan takjub dan masyuk. Iblis, Tukiem, Markenes, lima pemuda progresif, dan Mardubus bersinergi memajukan simbol jahiliyah modern itu.

Women On TopTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang