TD 21

167 33 8
                                    


Bengkel Jimin. 04.21 p.m.

"Ramen Hakata!"

Seorang perempuan bertubuh ramping turun dari sepeda dan segera mengambil sepaket makanan yang terikat rapi di belakang sepeda. Ia kemudian masuk ke bengkel Jimin. Sorot matanya terarah ke berbagai sisi untuk mencari pelanggan yang memesan ramen.

"Sebelah sini!" seru Jimin yang duduk di sebelah timur meja.

Secepat mungkin perempuan itu menuju sumber suara.

"Ramen tiba!" seru perempuan itu begitu tiba di meja bundar. Tiga mangkuk ramen disajikan. Aroma harum dari ramen menyeruak ke seluruh ruang membuat lapar siapapun yang mencium aromanya.

"Aku yang traktir," kata Jimin mendadak kepada Namjoon dan Tiara setelah sang perempuan menyerahkan tagihan.

"Terima kasih," ucap si pengantar ramen begitu mendapat beberapa lembar uang dari Jimin, kemudian ia pergi dari bengkel tersebut.

"Terima kasih, Jim," ucap Namjoon beberapa saat kemudian. Ia tau benar, kalau Jimin menepati permintaan isengnya tadi pagi untuk mentraktirnya makan.

"Sama-sama, Hyung," balas Jimin sembari menata ketiga mangkuk ramen ke hadapan Namjoon dan Tiara, lalu mulai menyumpit ramen miliknya.

Di sela-sela memakan ramen, mereka berbincang mengenai berbagai hal, termasuk pertandingan yang akan Namjoon hadapi dua minggu ke depan. Tiara dan Jimin tak hentinya berkoceh mengenai berbagai kemungkinan yang terjadi pada pertandingan, sedangkan Namjoon hanya mencoba menjadi pendengar yang baik untuk mereka berdua.

"Fuji Speedway memang bagus untuk dijadikan arena pertandingan. Tapi, mungkinkah di sana?" tanya Jimin untuk menguatkan argumennya mengenai pemilihan lokasi balapan.

"Apa yang tidak mungkin untuk DK?" Tiara justru bertanya balik.

"DK akan menyewa tempat itu?"

"Jika DK mau, ia mungkin membeli sirkuit itu, Jim, atau mungkin seluruh sirkuit di Jepang akan ia miliki," jawab Tiara hingga membuat Jimin melamun sejenak ketika hampir melahap ramennya.

"Ah, benar juga," balas Jimin menyetujui setelah tersadar. "Menyenangkan juga menjadi seorang Takiya," ceplos Jimin pelan kemudian melanjutkan makan.

Kini, giliran Tiara yang mengatupkan bibir rapat. Sedangkan Namjoon menahan diri untuk tak mengomeli Jimin, Namjoon tak habis pikir pada seorang sahabatnya ini, sepertinya dia berbakat untuk menyinggung perasaan orang dalam sekali ceplos.

"Mungkin," gumam Tiara dengan hembusan napas panjang. Ia menatap sayu ke arah Jimin.

"Oh, ya, Jim," panggil Tiara teringat sesuatu. "Mobilku ... tidak sehancur kelihatannya, kan?"

"Ah, Mustang itu," kata Jimin setelah menelan sejenak. "Aku bahkan belum menyentuh mobilmu. Tetapi sepertinya, kerusakan mesinnya tidak parah, hanya bodynya yang rusak parah. Nanti aku akan memeriksanya," balas Jimin ditengah kunyahannya.

"Oh, ya." Kali ini Jimin yang teringat sesuatu. "Bagaimana di rumah? Tidak ada apa-apa?" Jimin khawatir apabila keputusannya membiarkan Tiara pergi bersama pesuruh DK, Jungkook, ternyata salah.

Tiara menyantap sejenak ramennya lalu menjawab dengan santai, "Tenang saja. Tak perlu khawatir," jawabnya sedikit berbohong, karena dia sendiri ragu dengan keadaan dirinya sendiri.

"Baguslah," ucap Jimin penuh syukur. "Namjoon Hyung memarahiku habis-habisan karena kau pergi," lapor Jimin pada Tiara.

Tiara langsung melempar pandang kepada Namjoon sambil mengerutkan kening seolah mengonfirmasi laporan Jimin. Namjoon sendiri hanya menatap bosan pada netra Tiara lalu melanjutkan seruputannya pada kuah ramen.

Tokyo Drift [BTS Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang