TD 33

155 23 2
                                    

D-2 goes to Tokyo Drift

Butiran-butiran putih berjatuhan dari langit. Aspal hitam yang memanjang tertutup salju tipis. Suhu semakin menurun, angin yang bertiup pelan seakan berusaha mengusir segala kehangatan. Berlapis-lapis pakaian, syal, topi yang Kim Namjoon kenakan pun tidak mampu menahan tusukan udara dingin. Gigilan pada sekujur tubuh membuatnya rindu pada hangat tubuh gadis yang selalu ia rengkuh.

"Kemana aku harus mencarimu?" tanya Namjoon bermonolog dan berpasrah diri.

Kim Namjoon berbaring di atas kap mobil silver yang menghadap pemandangan Gunung Fuji. Permadani yang terbentang di atas bumi terlihat kelam, mungkin turut berduka bersama Namjoon. Kalut pikiran Namjoon tidak bisa ditutupi, tidak ada sedikit pun binar yang terpancar dari iris hitamnya.

"Kalau saja aku tidak memintamu menemaniku latihan di Osaka, mungkin kamu masih di sini," gumam Namjoon penuh penyesalan. "Jungkook dan Genji pun tidak mengetahui kepergianmu." Ia merasa payah dalam hal seperti ini. Ia kehabisan akal untuk menduga keberadaan Tiara.

Namjoon sudah berusaha semampunya. Universitas Tokyo, Shibuya, Black Building, dan Gunung Fuji; tempat-tempat yang dulu pernah menjadi saksi kebersamaan mereka sudah ia telusuri dan tidak membuahkan hasil. Sosok Takamura sekelibat terbayang di pikirannya. Sepengetahuan Namjoon, Takamura adalah orang terakhir yang bersama dengan Tiara, meski ia tau masih ada kemungkinan lain setelah penjemputan Tiara secara paksa.

Sebuah benda persegi empat di dalam saku mantelnya bergetar. Nomor yang tertera tidak ada dalam kontaknya; seperti nomor dari telepon umum. Ia sedikit enggan menjawab, karena kemungkinan Ayahnya-lah yang menelepon. Namjoon mendesah lemah, menyiapkan diri mendengar suara Ayahnya. Dengan malas, Namjoon mengeser bulatan hijau pada layar.

"Halo," sapa Namjoon acuh tak acuh.

"Namjoon-ah," panggil suara di seberang. Ini bukan suara Ayahnya, suaranya terdengar feminim. Namjoon terbelalak. Sedikit terlambat, namun ia akhirnya mengenali suara lembut yang menyebut namanya ini.

"Tiara?! Ini kau?!" pekik Namjoon berlonjak kaget seraya menegakkan tubuh. "Kau baik-baik saja? Di mana kau sekarang?" ucap Namjoon tak sabaran. Bola matanya bergerak ke segala arah.

"Shinjuku."

Tut~ tut~

Telepon terputus.

"Halo? Halo! Tiara!" Nada suara Namjoon meninggi ketika suara Tiara menghilang begitu saja. Namjoon segera menilik layar handphone yang sudah tidak terhubung dengan penelepon.

"Sial," umpat Namjoon kesal. "Shinjuku?" gumam Namjoon bingung, ia heran kenapa Tiara bisa sampai di tempat itu. Tapi, sudahlah. Saat ini, tidak ada waktu menerka jawab. Paling tidak ia mengetahui bahwa Tiara baik-baik saja dan ia bisa menjemput kekasihnya.

Binar bola mata Namjoon telah kembali. Simpulan senyum menghias kembali wajahnya. Ia segera masuk ke dalam Mustang dan melaju kencang menuju Shinjuku.

***

Langkah kaki Takiya Genji terhenti di ambang gerbang kuil. Ia memutar kembali tubuhnya untuk memandangi bangunan kayu milik keluarga Takiya yang diselimuti lembaran salju. Ia merasa ada yang mengganjal ketika ia hendak pergi dari tempat itu. Padahal ia sudah sangat yakin kalau Tiara kemungkinan datang kemari. Namun, kenyataan berkata lain.

Genji mendengus lemah. Jarum jam tangannya seolah berputar mundur, kembali pada petang lalu, di mana sepasang matanya melihat pipi yang merona merah setelah mendapat kecupan darinya. Ia tidak mungkin melupakannya.

"Aku ...," sahut Tiara gugup. Jantungnya berdegup kencang tak karuan. Pandangan mata Genji dan Tiara saling beradu. Napas mereka pun saling memburu.

Tokyo Drift [BTS Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang