TD 09

257 49 28
                                    

Jimin memasuki salah satu pusat hiburan malam di kawasan Shibuya.
Lampu-lampu kelip menghiasi lorong dan ruang utama bak menggantikan kelip bintang-bintang di atas langit malam Tokyo.

Begitu masuk ke tempat ini, bau alkohol menyeruak di mana-mana. Meski Jimin sedikit terganggu dengan bau yang menyengat ini, nyatanya ia malah menghirup udara di tempat ini dalam-dalam lalu mendengus lemah.

Jimin lalu menuju ke arah bartender dan memesan satu botol sake kemudian menuju suatu sudut kosong. Ia meletakkan pantatnya pada sofa empuk dan mulai meminum sake itu pelan. Matanya dengan jeli menjelajahi ruangan ini lalu berfokus pada salah satu meja di depannya.

Di situ rupanya.

Jimin menengguk sakenya lagi. Rasa sake yang kuat membuatnya mengeluh pelan. Ia melempar pandang kembali pada meja di depan lantas tersenyum miring.

"Dasar orang tua," gumam Jimin setelah menengguk sake.

Grep~

"Kya!"

Tiba-tiba botol sakenya berpindah tangan dengan cepat, lalu disusul suara debuman sofa di samping. Jimin melihat seorang perempuan meminum sakenya dengan rakus di situ. Perempuan itu kemudian meletakkan botol yang tinggal setengah isinya itu keras-keras di atas meja.

Jimin memerhatikan perempuan di sampingnya ini. Ia sedikit kesulitan mengenali seseorang itu karena pencahayaan yang minim. Jimin sampai-sampai mendekatkan wajahnya pada wajah perempuan itu untuk memastikan identitasnya.

"Tiara?!" pekik Jimin seketika. "A-Apa yang kau lakukan di sini?"

Tiara mendorong kepala Jimin dengan kasar untuk menjauh darinya. Jimin mengerutkan keningnya.

Ada apa dengannya?

Tiara tampak sangat kesal sekaligus menyedihkan. Napasnya sangat tidak teratur seolah sulit sekali baginya untuk menghirup oksigen. Tiara mengambil botol sake kembali, tetapi Jimin langsung saja merebut botol itu dan menjauhkannya dari Tiara.

"Ada apa, huh?"

"Berikan sakeku!" bentak Tiara sembari melotot pada Jimin.

"Aku yakin Namjoon tak akan suka melihatmu yang seperti ini," ujar Jimin. Seketika, Tiara membanting tubuhnya ke sofa lalu dalam diam air matanya mengalir di pipi.

Jimin menghela napas panjang sambil menatap Tiara.

"Apakah ada ... seseorang yang mengatakan cinta padamu, t-tapi beberapa saat kemudian ia mengatakan bahwa dia membencimu, tak ingin menemuimu lagi, bahkan ia menyesal pernah mengenalmu?" Tiara bermonolog, tetapi Jimin mendengarkannya dengan baik lalu mengerutkan lagi keningnya.

"Apa laki-laki selalu mempermainkan perasaan perempuan seperti itu?" kata Tiara lagi.

Jimin menahan kekehannya lalu berusaha menghibur gadis di sampingnya, "Apa kau pernah berpikir kalau seseorang itu bingung dengan perasaannya sendiri?"

"Bi-Bingung?" tanya Tiara melirik Jimin.

Jimin mengangguk,"Dia memang menyukaimu, tapi dia juga benci memiliki perasaannya itu. Dia tak ingin menemuimu lagi, tapi dia tak bisa berhenti memikirkanmu. Dia ... sebenarnya bahagia karena pernah mengenalmu."

"Begitukah? Kenapa harus seperti itu?" Tiara menghapus air matanya.

"Entahlah. Mungkin dia ingin memastikan perasaannya lebih dulu?" Jimin mengangkat pundaknya.

Tiara mengatur napasnya dengan baik sekarang, "Aku berharap yang kau katakan benar, Jim."

Jimin mengangguk pelan sambil tersenyum kemudian bertanya, "Apa Namjoon Hyung berkata seperti itu padamu?"

Tokyo Drift [BTS Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang