TD 22

175 31 11
                                    


Deru suara motor semakin menghilang ketika sampai di salah satu gerbang rumah. Tiara, sosok yang duduk di belakang Jungkook, turun dari sepeda motor. Ia kemudian melepas jaket kulit dan menyerahkan pada Jungkook.

"Terima kasih," ucapnya.

"Jika kau memerlukan aku, bilang saja," balas Jungkook sambil tersenyum. Beberapa detik kemudian, ia berlalu dari tempat itu.

Belum sempat Tiara melangkah untuk memasuki kediamannya, sebuah mobil merah mendekat. Jendela mobil itu terbuka, menampilkan sosok pengemudinya, Genji. Tiara sedikit terkejut dengan kehadiran Genji yang tiba-tiba, membuatnya mundur satu langkah dari tempatnya berdiri. Dengan tatapan dingin, Genji mengisyaratkan Tiara untuk masuk ke dalam mobil. Walau ragu, Tiara akhirnya menurut.

Genji memerhatikan sejenak Tiara, dari bawah hingga atas, tampak barang bawaan di dalam tas yang penuh. Genji menyadari jika Tiara baru saja tiba di sini, karena ia sendirilah yang memerintah Jungkook untuk menjemput adiknya ini.

"Dari bengkel?" tanya Genji. Tiara mengangguk pelan.

"Sudah kau kemasi semua barangmu?" tanya Genji lagi dan dibalas anggukan yang sama oleh Tiara.

Tiara merasa gugup, karena sejujurnya dia merasa belum siap untuk berbicara lagi dengan Genji. Cepat atau lambat, banyak hal yang perlu kau katakan padanya, perkataan Jungkook tiba-tiba terlintas pada benaknya. Namun, ia tidak mengira jika sekarang adalah waktunya.

"Aku akan bertanding dengan Namjoon. Drift King akan terlahir kembali lewat pertandingan ini," kata Genji memberi informasi penting, di mana pertandingan antara dirinya dan Namjoon akan menjadi sejarah baru penentuan Drift King selanjutnya.

"Aku tau," balas Tiara lirih.

Genji tak terkejut dengan jawaban Tiara, mengingat dia baru saja kembali dari bengkel milik Jimin, pasti ada kemungkinan Namjoon bercerita tentang pertemuan dengannya siang tadi.

"Aku tak menyangka, Mustang hancurmu masih dia gunakan untuk melawanku," kata Genji sinis.

Namjoon sudah mengonfirmasi mobil yang dia gunakan, batin Tiara sedikit terkejut,

"Banyak sekali mobil di dunia ini. Bodoh! Kenapa masih memilih mobil rongsokan?!" ujar Genji meremehkan.

Tiara menelan saliva pelan, "Mobil hanyalah alat. Kemampuan dari pengemudinya lah, bukti dari kehebatan sebenarnya."

"Sombong sekali!" celetuk Genji sambil melempar pandang pada Tiara.

"Jadi, di mana lokasinya?" tanya Tiara serta membalas tatapan Genji padanya.

"Ah, kau pasti penasaran, ya?!"

Genji membuka ponselnya dan menyerahkan kepada Tiara. Dalam beberapa saat Tiara terdiam, mencoba memahami gambar peta di hadapannya. Sepertinya tidak asing, pikirnya. Detik berikutnya dia terperanjat.

"Ini, kan───"

"Tokyo!" seru Genji menginterupsi.

***

"Tokyo Drift!"

Brrrttt~

Jimin menyemburkan soju yang hampir saja masuk ke tenggorokannya, ketika Namjoon membaca nama file yang baru saja dikirimkan oleh Genji. Dengan terburu-buru, Jimin membersihkan bibirnya dan merampas handphone Namjoon. Bola matanya berputar ke sana kemari, menjelajahi seluruh peta beserta jalur balap pada layar.

"Bukan sirkuit?!" seru Jimin. Perkiraannya dan Tiara salah. Bahkan tak terpikirkan jika yang digunakan justru adalah jalanan───suatu yang akrab dengan kehidupan mereka.

"Kya! Dia sungguh tak terduga. Perebutan gelar Drift King dengan saksi bisunya adalah jalanan Tokyo sendiri. Dia ingin memamerkan pertandingan ini pada publik rupanya," kata Jimin bermonolog.

Dentuman musik disko sedikit mengusik pendengaran Namjoon saat mendengar perkataan Jimin. Tapi, ia sendiri mengerti maksud tersembunyi pemilihan lokasi balapan oleh Genji.

"Ini akan seru, Jim. Jika dia ingin memamerkan pertandingan ini pada dunia, maka aku akan memamerkan seluruh kemampuanku pada dunia. Yash!" kata Namjoon, lalu menuguk segelas soju.

"Itu baru semangat!" balas Jimin mantap sambil membanting gelas kosong dan menuangkan kembali dengan soju. "Meski sulit, bukan berarti tidak mungkin untuk menang!"

Di sela-sela keasyikan Namjoon meminum soju, ia masih sempat memikirkan mobil yang digunakan Genji, Acura NSX, yang memang dirancang untuk berkendara di jalanan. Itulah alasan Genji tidak memilih supercar berkecepatan tinggi lain, tentu karena supercar yang dirancang untuk sirkuit balap justru cenderung mudah panas apabila digunakan di jalanan ramai. Bibirnya kemudian melengkung lebar.

Mustang bukan pilihan yang buruk, pikir Namjoon, mengingat spesifikasi mobil tersebut yang cocok digunakan untuk balap jalanan. Namun, tetap saja, masih terdapat tugas rumah yang harus diselesaikan sebelumnya, yaitu memperbaiki mobil itu.

Dentuman musik, hentakan orang-orang menari, saut menyaut suara orang-orang saling beradu dalam ruangan. Keramaian dalam pusat hiburan ini, di mana Namjoon dan Jimin berada, cukup menutup eksistensi mereka yang duduk di sudut yang biasa Jimin pakai.

"Aku akan menanti kemenanganmu, Hyung! Kemenanganmu akan jadi bukti, keluarga Takiya tak sepenuhnya berkuasa atas segalanya di kota ini!" umbar Jimin penuh harap pada Namjoon. "Tempat milik ayahku ini," Ia menunjuk keseluruhan ruang. "Di bawah kendali Yakuza. Seumur hidupku, aku tak akan sudi berada di bawah kaki Takiya!" ucapnya yang mulai lepas kontrol akibat pengaruh alkohol. Ia pun tak sungkan menyebut nama-nama itu dengan nada kasar.

Namjoon bergeleng-geleng, menfokuskan diri, dan berhenti meminum sojunya. Ia mengalihkan pandangan ke arah sorot mata Jimin selalu terarah, tampak ayah Jimin di seberang mereka. Ayah yang terikat dengan Yakuza dan anak yang ingin lepas dari ikatan Yakuza, pikir Namjoon lalu menghentikan Jimin yang akan meneguk sojunya.

"Jadi, inilah alasanmu, 'tak ingin berurusan dengan Takiya', hah?!" tanya Namjoon memastikan.

Dengan wajah yang sudah memerah dan terbatuk-batuk sebelum membuka mulut, Jimin menjawab dengan tegas, "Ya! Itulah kenyataannya, Hyung! Semena-mena dalam berkuasa, tak segan membunuh, berlagak segalanya dapat mereka miliki. Dasar Yakuza brengsek!"

"Jim-ie, are you okay?" tanya Namjoon. Jimin tak menjawab dan kembali meminum soju sambil menatap ayahnya tajam. Apa yang terjadi padamu?, tanya Namjoon dalam hati. Namjoon dapat merasakan dendam dalam diri Jimin.

"Yakuza? Apa yang mereka lakukan padamu?" tanya Namjoon memanfaatkan keadaan Jimin yang mabuk. Selama ini, Jimin tidak pernah menceritakan kehidupannya di luar bengkel, terutama hubungannya dengan kelompok mafia terbesar di seluruh Jepang, Yakuza. Mungkin, Jimin tidak akan menceritakan hal ini dalam keadaan sadar.

"Hyung───" ucap Jimin terputus. "Mereka, selalu memaksa, uhk, kau tau?!" Jimin terbatuk. "Kau ingat, saat ayahku menodongkan pistol pada si Takiya brengsek itu?!"

Namjoon memerhatikan, ia mengingat kejadian malam itu.

"Aku harus menanggung akibatnya!" seru Jimin lalu membanting gelas kasar. "Mereka mengancam bisnis ayahku. Dia───" Jimin menunjuk ayahnya yang berada di seberang, "───sudah lama bekerja bersama Yakuza, bisnis kotor ini, kejahatan yang pernah dilakukan Ayahku, mereka mengancam membongkarnya. Setelah apa yang diberikan oleh keluargaku bertahun-tahun. Mereka dengan sepihak akan merampas segalanya." Setetes air mata mengalir di pipi Jimin. "Dan, aku───, aku akan menjadi penerus. Tempat ini akan menjadi wilayah kekuasaan pertamaku!" Ia meringis, lalu tertawa pilu, "Hahaha, gila!"

Namjoon tak menyangka keadaan Jimin yang rumit, terutama kedekatan keluarganya dengan Yakuza. Wajar saja Jimin awalnya tak menyukai kedekatannya dengan Tiara. Ia baru menyadari, bahwa ia tidak mengenal sahabatnya sendiri.

"Buktikan kekuatanmu, Hyung! Pastikan Takiya Genji sialan itu tidak berkuasa lagi!"

-TBC-

Tokyo Drift [BTS Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang