7

1K 210 60
                                    

"Enemy double kill."

"Enemy triple kill."

Kening Zara mengerut saat mendengar suara khas permainan Moba itu dari dalam kamar Kyla. Zara mengusap dagunya, ia mengingat-ingat sesuatu. "Lho, bukannya Kyla kabur ya? K-kok? Wah, gawat ini." Gumam Zara lalu setelah itu melirik pintu kamar Kyla.

Zara tersenyum tipis lalu memainkan ponselnya. Ia menekan tombol 'panggil' lalu ia menempelkan ponsel ke telinganya.

"Sialan!"

Zara tertawa terbahak-bahak saat mendengar suara teriakan Kyla dari dalam kamarnya. Dengan cepat Zara berlari menuju kamarnya lalu setelah itu mengunci pintu kamarnya dari dalam. Zara cekikikan sendiri lalu ia memutar tubuhnya dan saat itu juga tubuhnya membeku seperti es. Zara menelan air liurnya susah payah lalu sebelah tangannya berusaha memutar kunci untuk dibuka kembali.

"Sini lo sini," ucap Kyla dengan tatapan tajam setajam silet. "Heh, denger gak?" Kata Kyla sedikit membentak.

Zara memberngut. Dengan takut-takut ia melangkah mendekat kearah Kyla yang sepertinya sebentar lagi akan menghabisinya.

Kyla tersenyum tipis. "Lo tau kan, kalo gue lagi main Mobile Legend itu gak bisa di ganggu?" Tanya Kyla menatap Zara lembut. Zara mengangguk pelan. "DAN TADI LO KENAPA TELFON GUE HAH? LO TAU GAK, DEFEAT! DEFEAT!" Teriak Kyla menggelegar.

Zara mundur beberapa langkah untuk menjauh dari Kakaknya yang sedang murka itu. Wajah Kyla memerah serta napasnya tidak beraturan. Namun beberapa detik kemudian Kyla kembali seperti semula. Kyla menghela napasnya lalu memutuskan untuk mendaratkan tubuhnya di atas kasur Zara. Zara mengusap dadanya sambil menghela napasnya lega. Ia kira nasib dirinya akan sama seperti Kakak kelasnya tadi.

"Kil?" Panggil Zara pelan.

"Killing spree." Sahut Kyla sambil terkekeh. Zara mendengus kesal, sepertinya Kakaknya yang satu ini sudah kecanduan dengan game Moba itu. "Apa?" Tanya Kyla sambil duduk bersila di atas kasur.

Zara menggaruk belakang kepalanya. "Mm, tadi Kak Aya minta maaf dan dia bilang makasih."

"Oh, terus?" Kata Kyla cuek.

Zara berjalan menuju kasurnya lalu ia ikut duduk di atasnya. Zara menatap wajah Kyla lalu sedikit meringis saat melihat luka lebam di sekitar pelipis Kyla. "Gak sakit apa lo tiap hari berantem?"

"Nggak, I'm strong enough by the way." Jawab Kyla santai. Kyla diam sejenak lalu tangannya terangkat guna mengusap puncak kepala Zara. "Lo gak malu kan punya Kakak kayak gue?"

"Gak lah," jawab Zara cepat. "Ngapain malu? Malah gue beruntung punya Kakak macem lo." Lanjut Zara sambil terkekeh.

Kyla tertawa kecil lalu ia menghela napasnya. "Meskipun kita gak sedarah, gue sayang banget sama lo." Gumam Kyla pelan. Sangat pelan. Tetapi Zara masih bisa mendengarnya. Kyla tersenyum tipis. "Denger gak?"

"Denger kok." Jawab Zara pelan.

Kyla mengangguk lalu setelah itu kembali membaringkan tubuhnya di atas kasur Zara. "Tadi gue terlalu emosi, gue bentak Mama Beby. Gue jadi gak enak." Gumam Kyla. "Mama Beby kira-kira marah gak ya sama gue?"

Zara berdeham lalu ikut berbaring disebelah Kyla. "Kalo di liat dari muka sih enggak, gak tau dalam hatinya gimana." Ujar Zara. "Tapi yang gue liat tadi siang dia khawatir gitu." Lanjut Zara, Kyla mengangguk-ngangguk lalu memejamkan matanya.

"Pipi lo gimana?" Tanya Kyla yang reflek langsung membuat tangan Zara menyentuh pipinya. "Udah mendingan kok." Jawab Zara cepat.

"Bagus," Kyla beranjak dari kasur lalu ia melangkahkan kakinya untuk keluar dari kamar Zara. "By the way, bilang ke Aya, sama-sama." Ucap Kyla saat ia berada di ambang pintu. Kyla tersenyum tipis lalu setelah itu ia benar-benar keluar dari kamar Zara.

Honest [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang