11

1.2K 202 106
                                    

Seminggu telah berlalu. Keadaan Kyla dan Zara belum juga kian membaik. Kemarin saat perayaan ulang tahun Zara yang di adakan secara kecil-kecilan memang Kyla bergabung, tetapi ia tidak banyak bicara. Tentu hati Zara terasa seperti teriris melihat Kakaknya tidak seperti di tahun-tahun sebelumnya. Biasanya Kyla yang akan membawakan kue ke arah Zara lalu setelah itu Zara meniup lilinnya. Namun tahun ini berbeda. Bahkan Kyla tidak memberikan hadiah seperti yang ia lakukan kepada Zara setiap tahunnya.

I hate myself when I'm away from you.
I'm sorry. Please don't hate me too.

Kyla meremukkan kertas yang ia temukan di bawah pintunya. Kyla berjalan masuk ke dalam kamarnya lalu membanting pintu kamarnya cukup keras. Zara memejamkan matanya lalu tubuhnya merosot ke atas lantai. Air mata yang sedari tadi ia tahan akhirnya keluar juga. Entah sudah berapa ratus atau bahkan ribuan tetes air matanya meluncur bebas membasahi kedua pipinya.

Zara memeluk lututnya sendiri lalu menenggelamkan kepalanya disana. Tubuhnya bergetar hebat. Rasanya ia sudah tidak tahan dengan semua ini. Zara mengangkat kepalanya lalu mengusap air matanya secara kasar. Zara beranjak dari duduknya lalu ia keluar dari kamarnya. Zara berjalan menuruni anak tangga dengan cepat, Zara berjalan menuju dapur. Matanya mencari benda tajam yang sejak tadi terpikir olehnya. Dan dapat.

Zara kembali ke lantai dua dengan tangan menggenggam pisau. Zara mengetuk, bukan. Menggedor pintu kamar Kyla kuat-kuat sambil sesekali meneriaki nama Kakanya itu.

"Kyla keluar!" Teriak Zara di tengah-tengah tangisannya. "Keluar Kyla, keluar!"

Kyla yang merasa terganggu akan ulah Adiknya itu menggeram lalu beranjak dari duduknya. Kyla berjalan menuju pintu kamarnya. Kyla menampilkan wajah kesalnya namun wajahnya langsung berubah menjadi ketakutan saat melihat tangan Zara mengarahkan pisau ke arah perutnya.

"Bunuh gue aja Key, bunuh!" Teriak Zara dengan tubuh semakin bergetar. "Gue lebih baik mati daripada terus-terusan kayak begini."

"Zara, jangan gila." Ucap Kyla takut-takut. "Siniin," perintah Kyla menatap Zara tajam. "Siniin pisaunya!" Bentak Kyla.

Kepala Zara menggeleng. "Gue sakit Key, hati gue sakit." Gumam Zara pelan.

Rahang Kyla mengeras. Kyla melirik ke arah pisau yang Zara genggam. Ia sedikit meringis takut kalau-kalau Zara memang nekat menusuk perutnya tersebut.

Kyla menghela napasnya. Mungkin kali ini ia harus menyingkirkan egonya jauh-jauh. Kalau dia masih keras kepala dengan pendiriannya, mungkin saja hari ini Adiknya benar-benar mengakhiri hidupnya. Dan Kyla tidak mau hal itu terjadi sebab sebesar apapun rasa benci itu kepada Adiknya, ia tidak bisa benar-benar membenci Adik kecilnya. Apalagi kehilangannya. Membayangkannya saja tidak bisa.

Kyla meraih tangan Zara lalu dengan lembut mengambil alih pisau dapur itu dari genggamannya. Ia mengangkat tangannya untuk mengusap air mata yang membasahi pipi Zara.

"Udah, gak usah nangis." Gumam Kyla pelan.

Kyla menatap lekat-lekat mata Zara. Terlihat jelas kantung mata Zara menghitam disana. Rasa bersalah langsung menyerang dirinya. Pipinya pun menirus, wajar saja sebab Kyla jarang melihat Zara bergabung saat sarapan, makan siang dan bahkan makan malam.

Kyla memejamkan matanya sejenak lalu menarik Zara kedalam pelukannya. Ia peluk Adiknya erat-erat. Tangan Zara melingkar di pinggang Kyla sambil sesekali mengatakan kata maaf. Kyla mengangguk guna menenangkan Zara. Namun beberapa saat kemudian Kyla merasa tubuh Zara sedikit berat, pelukan Zara mengendur. Kyla memiringkan kepalanya guna melihat wajah Zara. Mata Zara terpejam.

Honest [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang