Mengandung adegan yang tidak jelas sama seperti hubungan saya dengan dia.
*****
Setelah kejadian beberapa hari yang lalu menimpaku, aku lebih suka berdiam diri di kamar. Memikirkan semua kesalahanku dan salah satunya yang terparah adalah aku dengan kurang ajarnya memukuli Tante Kinal. Memang, untuk anak seusiaku hal semacam itu tidaklah pantas. Aku akui memang aku salah. Seharusnya aku lebih bisa mengontrol diriku sendiri. Mengontrol diriku untuk tidak termakan dengan emosiku sendiri.
Bukan salah kedua orang tuaku. Mereka tidak gagal mendidikku. Mereka orang yang baik dan selalu mengajariku dan Zara tentang attitude. Tentang menjaga perasaan orang lain dengan menjaga perkataan serta perbuatan. But, for god sake, kemarin aku terlalu kalap dengan emosiku. Dan alhasil, menatap wajahnya saja aku tidak berani. Mendekat apalagi. Sepertinya lebih baik seperti ini, menyendiri di kamar sehingga tidak ada lagi orang yang terluka.
Zara sepertinya marah sekali denganku. Yah, Zara pantas untuk marah padaku. Aku memang sudah keterlaluan. Dan kini Zara sama sekali tidak mau berbicara padaku sampai aku menjelaskan yang sebenarnya apa yang terjadi sampai-sampai aku menyakiti Tante Kinal. Itu tidak akan pernah terjadi, Zara tidak boleh sampai tau masalah ini.
Dan disinilah aku, berdiri di balkon kamarku menyakiskan langit senja dengan angin semilir menemaniku. Aku melirik ke arah balkon kamar Zara, biasanya dia ikut berdiri disana dan kami saling melempar berbagai macam candaan atau meledek satu sama lain lalu berakhir Zara memberengut dan mogok bicara padaku beberapa puluh menit. Namun setelah itu Zara kembali seperti biasa.
Aku masih penasaran dengan sesosok laki-laki bernama Elang Hartanto itu. Berjuta pertanyaan mengganggu sesisi kepalaku sampai sekarang. Mulai dari foto yang di sobek dari buku pernikahan sampai berbagai macam berkas atas nama lelaki itu.
Apa benar dia Ayahku?
Kalau memang ternyata benar, kenapa mereka menyembunyikan tentang ini dariku? Apa ada yang salah?
Entah kalau memang dia benar Ayahku aku harus berbuat apa. Beberapa lembar foto dimana Mama Shania terluka parah benar-benar keterlaluan. Aku tidak terima. Wanita tidak sepantasnya di perlakukan seperti itu.
Jika fakta mengatakan bahwa pelaku dari kejahatan itu adalah Ayah kandungku sendiri, aku tetap akan memberi pelajaran kepadanya. Bilang aku kurang ajar, kejam atau apa lah. Terserah. Hukuman di balik jeruji besi saja tidak cukup menurutku."Kyla, ayok turun makan malam." Terdengar suara Mama Shania memanggilku dari luar kamar. Aku mengangkat kepalaku, ternyata langit sudah gelap. Aku tidak sadar. Apa aku melamun selama itu?
Aku menggelengkan kepalaku lalu memutuskan untuk segera turun ke bawah. Pasti hari ini aku akan di sidang dengan Mama Shania atau paling parahnya Mama Beby juga ikut menyidangku mengingat mereka baru sampai malam tadi dari liburan dadakannya.
Kami menyantap makan malam dalam diam. Zara tetap duduk di sebelahku, tetapi ia tidak menoleh ke arahku sama sekali persis seperti aku marah padanya waktu itu. Zara selesai menyantap makan malamnya, setelah ia meneguk air putih dan mengambil buah apel dari atas meja ia beranjak dari ruang makan. Dan kini tinggal aku, Mama Shania dan Mama Beby.
Mama Beby melepas sendok dari genggamannya lalu mengangkat kepalanya guna menatapku. "Bisa kamu jelaskan Kyla apa maksud kamu beberapa hari yang lalu?"
Kan, apa kataku. Pasti aku di sidang.
Apa aku harus mengatakan yang sejujurnya kepada mereka? Apa mereka akan menjawab pertanyaanku dengan jujur juga? Kadang memang kejujuran bisa sangat menyakitkan, maka dari itu kebanyakan orang lebih memilih untuk berbohong demi kebaikan. Tetapi jika aku tidak mengatakan yang sebenarnya sampai kapan pun juga aku tidak akan bisa memecahkan masalah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Honest [Completed]
Fiksi Penggemar#528 in Fanfiction (10 Agustus 2017) Terkadang sebuah kejujuran bisa menjadi hal yang sangat menyakitkan. Sekuel dari Love Affair dan Afire Love 4/8/17 - 10/10/17