Bab 7

8.4K 934 66
                                        

Happy reading! Sorry typo everywhere!

Biasakan klik ⭐ di pojok ya sebelum membaca. Permintaanku ini mudah kok, nggak sesulit membuat cerita 😊

***

"Kamu benar-benar sudah yakin? Sudah mantap untuk memeluk islam dan menjadi muslim seutuhnya?"

"Saya yakin dan mantap, ustadz."

Seluruh hadirin yang menyaksikan ikut berdebar kala ustadz Hidayat membimbing Diego dalam mengucapkan dua kalimat syahat.

"Wa asyhadu anna muhammada-r rasuulullaah."

"Alhamdulillah. Allaahu Akbar!"

Helaan kalimat hamdalah diiringi takbir menggema di seluruh penjuru masjid. Diego pun menghela nafas lega dan mengucap syukur saat ini ia resmi menjadi seorang muslim.

Niat awalnya yang hanya ingin mencari tahu bagaimana agama Kamila—yang kini agamanya juga—tidak memperbolehkan pacaran, mengantarkannya pada hidayah yang sesungguhnya. Ia penasaran dengan islam, bukan lagi alasannya karena Kamila. Namun hatinya yang terdorong, tertarik untuk belajar lebih jauh.

Keislamannya pada hari ini tentu saja disembunyikan dari keluarganya. Namun ia tetap memakai nama 'Diego' sebagai namanya. Hanya ditambahkan nama 'Muhammad' di awal dan 'Al-Fatih' di akhir sebagai nama islamnya.

Muhammad Diego Al Fatih.

Nama pilihannya sendiri usai ia mendengarkan cerita betapa hebatnya Al Fatih dalam menaklukan Konstantinopel yang merupakan sebaik-baiknya pemimpin, seperti sabda Nabi SAW dalam haditsnya :

لَتُفتَحنَّ القُسطنطينيةُ ولنِعمَ الأميرُ أميرُها ولنعم الجيشُ ذلك الجيشُ

"Sesungguhnya akan dibuka kota Konstantinopel, sebaik-baik pemimpin adalah yang memimpin saat itu, dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan perang saat itu."

Ya, semoga kelak ia akan tumbuh sebagaimana namanya. Menjadi pemimpin yang baik, entah itu di lingkungan sekolah, masyarakat, bahkan rumah tangga yang kelak akan ia pimpin.

Bukankah nama merupakan do'a, dan bisa menjadi cerminan diri serta akhlaknya?

Tak lama, usai para jama'ah beriring mengucap do'a dan selamat untuknya, Diego pamit keluar dari masjid. Ia mengeluarkan hpnya dan menghubungi nomor Kamila. Namun sepertinya hp gadis itu tidak kunjung aktif karena teleponnya sama sekali tidak diangkat.

Mungkin Kamila sedang berada di luar dan lupa mengaktifkan hp. Ckck, kebiasaan gadis itu tidak kunjung berubah.

"Diego?"

"Iya, ustadz?"

"Sudah mau masuk isya. Ayo masuk ke dalam. Shalat isya akan segera dimulai."

"Baik, ustadz."

Ia mematikan hp nya dan mengantongi pada saku celana yang dipakai. Bergegas kembali masuk masjid untuk menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim.

***

Diego pulang ke rumah dengan memakai kemeja kotaknya yang ia pakai saat keluar rumah. Dengan bantuan bi Aina, baju koko putih tadi di bawa wanita tersebut pulang untuk dicuci di rumahnya.

"Baru pulang kamu, Di?" Jo, papa Diego yang sedang duduk membaca koran di ruang tengah memergok anaknya yang pulang tengah malam.

"Abis dari mana kamu?"

Kajian, Pa, jawabnya dalam hati.

"Ketemu temen, Pa."

Diego segera naik ke atas menuju kamarnya. Ia tidak ingin diinterogasi lebih jauh lagi oleh papanya.

On the Way to HalalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang