Bab 8

6.8K 869 41
                                    

Happy reading! Sorry typo everywhere!

Membuat aku semangat itu gampang kok. Cukup klik ⭐ di pojok sebelum membaca atau komen❤

***

Masa orientasi memang sudah selesai sejak beberapa hari yang lalu, tapi Kamila sama sekali belum melihat Diego yang kini sudah resmi menjadi kakak kelasnya.

Ia hanya ingin memastikan dan bertanya lebih lanjut mengenai ucapannya tempo lalu saat masih liburan. Ia sendiri juga sudah mendengar kabar bahwa Diego yang mualaf membuat gempar satu sekolah. Anak baru mungkin belum tahu siapa Diego, tapi berbeda dengan dirinya yang langsung mencoba mencari keberadaan Diego ketika kabar tersebut membuat heboh sekolah.

Di satu sisi, ia senang saudara seimannya bertambah. Namun di sisi yang lain tidak bisa dipungkiri bahwa ia juga khawatir.

Bukan. Kini bukan khawatir mengenai alasan Diego memutuskan untuk menjadi mualaf sejak mendengarkan nasihat dari Rio. Ia murni khawatir karena dirinya tau seberapa keras keluarga Diego mendidik laki-laki itu, termasuk untuk taat pada agama yang dianutnya dulu.

Walaupun dahulu mereka menjalani backstreet, itu hanya di hadapan keluarga Kamila dan kakaknya saja. Sedangkan dari keluarga Diego, mereka malah sudah mengenal Kamila saat gadis itu belum hijrah dan masih terkenal dengan rambutnya yang seringkali dikuncir kuda dan poni yang dijepit oleh jepitan ceri. Maka dari itu mereka—keluarga Diego—tidak mempermasalahkan anaknya berhubungan dengan Kamila.

Berbicara mengenai Rio, pria itu sudah tidak lagi menampakkan batang hidungnya semenjak mengatakan akan bersaing sehat menghalalkan Kamila.

Kamila sendiri juga tidak terlalu menanggapi serius perkataan Rio. Baginya belum saatnya ia berbicara jauh mengenai pernikahan, terlebih dengan Rio. Dari segi umur, sahabat kakaknya itu sudah sangat matang untuk menikah, berbeda dengan dirinya yang masih harus menempuh pendidikan. Jadi ia tidak terlalu baper dengannya.

"Makan, neng. Apa perlu gue suapin?"

Itu adalah Mayra, teman sebangku sekaligus sahabat barunya di SMA. Dari luar penampilannya terlihat alim sekali. Terlihat dari kerudungnya yang menutup hingga dada dan selalu memakai ciput, tapi tidak ada yang menyangka bahwa ia sangat petakilan. Mayra juga sudah mendaftar menjadi salah satu anggota rohis sekolah.

"Disuapin doi lebih enak, Mae," jawab Kamila enteng dan segera menghabiskan kuah baksonya.

Panggilan 'neng' yang disematkan oleh Mayra padanya tidak menjadi masalah karena itu tandanya mereka sudah lengket bagai saudara kembar. 'Mae' sendiri juga sebenarnya panggilan khusus dari Kamila karena teman-temannya memanggilnya Mayra atau Rara.

"Gayaan punya doi. Mana coba kenalin, yang mana doinya, neng?" cibir Mayra.

"Nanti gue kenalin kalau udah halal."

"Eh, neng, serius nggak mau masuk rohis? Ada cogan loh, nanti gue kenalin. Kakak kelas, sih."

"Serius? Mau, ah! Lumayan, ajang cari imam."

"Yeee, mikirnya ke sana mulu, sih. Udah siap, ya?"

"Umur 18 gue nikah," candanya.

"Hati-hati diaminin malaikat," ujar Mayra sambil terkekeh. "Yaudah, yuk balik ke kelas. Nanti gue mintain formulirnya ke kak Andi."

***

"Liat ke arah sana mulu. Ngincer cewek, bro?"

Diego menoleh, "ganggu aja."

"Rokok?"

"Ris, lo tau sekarang gue udah nggak ngerokok lagi?"

Faris menonjok pelan bahu Diego, "nggak asik lo."

On the Way to HalalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang