8

18.4K 598 0
                                    


Tanpa semua orang sadari, waktu sebernya berjalan dengan sangat cepat. Cepat hingga bahkan hari selalu saja berganti tanpa mau memberi ruang untuk bernapas.

Satu bulan dari peristiwa di dalam pesawat yang sedikit membuat hati Jeannie bergetar tak karuan.

Dia bukan takut pada ucapan Debby, ia hanya berpikir bahwa Debby sedang terobsesi pada suaminya. Dalam artian apapun, obsesi berarti lebih besar dari cinta. Berarti lebih besar dalam hal lain yang sedikit kaitannya dengan cinta.

"Jangan melamun J." Tangan kekar Genta kembali memeluk tubuh telanjang Jeannie dari arah belakang. Jam sudah menunjukkan pukul setengah satu malam dan sudah tiga ronde.

Tapi tahukah kamu bahwa tiga ronde tetap saja terasa tidak cukup bagi pasangan pengantin baru yang baru saja bertemu setelah lebih dari tiga minggu menjalani hubungan jarak jauh padahal baru saja mengikat janji pernikahan.

"Bagaimana kabar Debby?" Tidak, pertanyaan menyangkut mantannya pun sedikit saja tak akan membuat mood Genta turun. Mood Genta akan selalu baik jika sudah di hadapkan pada tubuh istrinya yang sudah telanjang bulat di depannya.

Bukannya jawaban yang di dapati Jeannie, justru usapan halus menggoda yang ia dapati di area pinggulnya.

"Nta!" Pekik Jeannie sekali. "Aku tanya bagaimana kabar Debby?"

Sekali tarikan, kini Jeannie menghadap Genta. Kedua bukit kenyal tersebut menempel pada dada bidang Genta membuat laki-laki itu mengerang pelan karena sensasinya.

"Engghh... Nta jangan menggodaku."

"Biar ku tanya, siapa yang menggodaku, hm?"
Jari-jari besarnya memilin, menarik dan sesekali mencubit pelan tonjolan kecil yang berada di puncak benda kenyal tersebut.

"Sstttt.. pel..lan.. jangan di cubit Nta. Sakit." Ucap Jeannie terbata di awal kalimat.

"Jangan membicarakan mantan saat sedang seperti ini," Gigitan kecil dan benar-benar dengan gerakan fast motion tersebut berhasil mendarat di ujung benda kenyal tersebut. "Atau aku akan menggigit bagian bawahmu sampai 10 ronde berjalan."

💛💛💛

'Ah, sudah bangun rupanya.' Monolog Jeannie saat ia mendengar derap langkah satu-satunya penghuni lain yang berada di penthouse tersebut.

"Sudah mandi bee?" Itu suara Jeannie yang sibuk menyiapkan sarapan untuk mereka berdua.

"Hm. Sejak kapan bangun? Kenapa tidak membangunkanku?" Genta melangkahkan kakinya mendekat sang istri.

"Morning kiss sayang." Satu kecupan singkat mendarat mulus di tengkuk Jeannie yang saat ini entah sengaja atau tidak telah terekspose karena surai panjang Jeannie di gelung ke atas.

"Genit." Gumam Jeannie tanpa menoleh menatap suaminya yang mati-matian menahan sesuatu agar tidak bangun.

"Tunggulah di meja makan, ini akan segera siap." Masih dengan tangan yang sibuk menyiapkan nasi goreng dengan telur mata sapi di kedua piring, Jeannie memerintah Genta seolah suaminya itu adalah orang yang akan dengan suka rela menurut jika di perintah.

"No. Aku akan menemanimu sampai telur mata sapinya matang." Kedua tangannya masih melingkar di perut Jeannie dari belakang. Bahkan sesekali, bibirnya usil meniup-niup tengkuk Jeannie.

"Ada jadwal apa hari ini?"

Jeannie menggeleng, "Lalu?"

"Aku ingin memutari mall pusat kota, membeli baju, ah salah, membeli apapun yang ingin ku beli dengan black card milikmu." Jeannie mengucapkan semua itu dalam satu tarikan napas dan di akhiri dengan senyuman licik.

"Dasar wanita." Tidak mengubah posisi apapun, Genta tahu, bahkan sangat tahu, bahwa Jeannie hanya berbicara namun tak sanggup melakukannya.

"Makanan siap." pekik perempuan itu menbuat sang suami melepaskan pelukannya.

Sejak beberapa hari lalu, tepatnya sejak dia terbebas dari kontrak di Belgia-Paris, Jeannie mengatakan pada Fabi supaya tidak menerima kontrak kerja sama baru lagi selama satu tahun ke depan.

Kedua piring berisi nasi goreng tersebut di bawa Genta ke meja makan sedang Jeannie membawa dua gelas bersih untuk mereka.

Selanjutnya beberapa menit berselang keduanya asik menikmati makanan tersebut. Jangan salah sangka, Jeannie wanita yang pintar memasak. Keahliannya dalam bidang tersebut pantas untuk di perhitungkan.

"Kapan berangkat ke Milan?"

"Tiga bulan lagi. Aku menolak semua kerja sama yang masuk selama satu tahun ke depan, apa kamu keberatan bee?"

Genta berdeham, kepala yang tadinya menunduk dengan satu tangan memegang gelas dan tangan yang lain sibuk memegang ponsel itu pun akhirnya berhenti sejenak dari aktifitas masing-masing. "Aku tidak akan bangkrut jika kamu tidak bekerja."

"I know."

"Oh.. ya sayang, seepertinya hari ini aku pulang telat."

Jeannie menatap Genta dengan tatapan meminta penjelasan, kedua tangannya sudah berubah posisi menjadi bersidekap di depan dada. "Ada meeting dengan perusahaan milik Rebecca."

"Apa Ricky ikut?" Genta mengangguk.

"Kak Ananta?" Genta mengangguk lagi.

"Kak Linda?" Kali ini Genta mengerutkan keningnya.

"Jangan bercanda sayang, Linda itu sekertarisku. Sudah pasti dia ikut kemanapun dan apapun acaranya."

Jeannie berdiri dari duduknya, menatap Genta nyalang. "Tapi kenapa kak Linda tidak ikut saat kita sedang.." tidak, Jeannie memang sengajak tak menyelesaikan kalimatnya. Ia justru lari terbirit-birit naik ke atas menuju kamarnya. Meninggalkan Genta yang setengah mati gondok karena ulahnya barusan.

♥️♥️♥️

Siang harinya, setelah melewati jam makan siangnya dengan bermacet ria di jalanan, Akhirnya Fabi dan Jeannie sampai di mall pusat kota.

"By the way Jean, jika ada tawaran pemotretan guna gaun pernikahan oleh Mr Dewa apa kamu tetap mau menolaknya?" Mereka berdua sudah berjalan masuk ke mall. Mengitari tiap bilik toko brand ternama di dalam mall tersebut.

Jeannie tetap berjalan, dia hanya memegang ponselnya. Sementara dompet dan yang lainnya ada di tas milik Fabi, kecuali black card milik Genta yang memang sengaja ia taruh di bagian belakang ponselnya terapit case.

"Jika sehari selesai, aku mau Kak." Semua yang bekerja pada Jeannie memang lebih tua dari Jeannie. Jangan lupa jika disini Jeannie masih muda dan segala sesuatu yang ia butuhkan pasti bisa ia penuhi jika berhubungan dengan uang.

"Dua hari, karena ada sekitar 38 rancangan," Jeannie sudah berhenti melangkah. "Kamu tahu Jean, kamu satu-satunya model yang di rekomendasikan oleh Mr Dewa sendiri untuk memperagakan rancangan miliknya."

"Tapi Kak Fabi nggak lupa kan, kalau kita belum pernah kerja sama dia." Jeannie itu teliti dan sangat pemilih. Tidak sembarang ajakan kerja ia terima. Maka dari itu sampai saat ini hanya brand ternama, desainer kelas atas dan jangan lupa desainer Luar Negeranya lah yang malah sering menggunakan jasanya.

"He's nice Jean, apa aku perlu meminta persetujuan suami kamu?"

"Umm sepertinya iya Kak." Jawab Jeannie dengan cepat, sebelum kakinya melangkah masuk salah satu bilik yang menjual tas tangan dengan merk ternama.

✅️ 4. ThunderstruckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang